BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
William F. Ogburn dalam Moore
(2002), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang
lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material
maupun immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan
material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari perubahan sosial
adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut
adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana
perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan
sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan
keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis,
biologis, ekonomis dan kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap
usaha untuk mengemukakan suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam
perubahan sosial tidak akan berhasil baik.
Perubahan sosial merupakan bagian
dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang
meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan
tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya.
Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial.
Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan
tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan bertitik tolak
dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut dikembalikan pada
pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam
arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan
mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena
interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara
simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil
definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat
istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat,
maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur
tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan
kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan
suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu
masyarakat memenuhi kebutuhannya.
Untuk mempelajari perubahan pada
masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yang melatari terjadinya perubahan itu.
Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat,
mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan. Menurut
Soekanto (1990), penyebab perubahan sosial dalam suatu masyarakat dibedakan
menjadi dua macam yaitu faktor dari dalam dan luar. Faktor penyebab yang
berasal dari dalam masyarakat sendiri antara lain bertambah atau berkurangnya
jumlah penduduk, penemuan baru, pertentangan dalam masyarakat, terjadinya
pemberontakan atau revolusi. Sedangkan faktor penyebab dari luar masyarakat
adalah lingkungan fisik sekitar, peperangan, pengaruh kebudayaan masyarakat
lain.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian pada latar
belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
bagaimana perubahan sosial terjadi dan dampak apa yang ditimbulkan dalam dalam
masyarakat akibat perubahan sosial tersebut.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui bagaimana perubahan sosial terjadi dan dampak apa yang
ditimbulkan dalam dalam masyarakat akibat perubahan sosial tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Perubahan sosial dapat diartikan
sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat.
Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai
pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai,
pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari
kelompok-kelompok sosial.
Masih banyak faktor-faktor penyebab
perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun mempengaruhi proses suatu perubahan
sosial. Kontak-kontak dengan kebudayaan lain yang kemudian memberikan
pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan masyarakat terhadap
bidang-bidang kehidupan tertentu, penduduk yang heterogen, tolerasi terhadap
perbuatan-perbuatan yang semula dianggap menyimpang dan melanggar tetapi yang
lambat laun menjadi norma-norma, bahkan peraturan-peraturan atau hukum-hukum
yang bersifat formal.
Perubahan itu dapat mengenai
lingkungan hidup dalam arti lebih luas lagi, mengenai nilai-nilai sosial,
norma-norma sosial, pola-pola keperilakuan, strukturstruktur, organisasi,
lembaga-lembaga, lapisan-lapisan masyarakat, relasi-relasi sosial,
sistem-sistem komunikasi itu sendiri. Juga perihal kekuasaan dan wewenang,
interaksi sosial, kemajuan teknologi dan seterusnya.
Ada pandangan yang menyatakan bahwa
perubahan sosial itu merupakan suatu respons ataupun jawaban dialami terhadap
perubahan-perubahan tiga unsur utama :
1. Faktor alam
2. Faktor teknologi
3. Faktor kebudayaan
Kalau ada perubahan daripada salah
satu faktor tadi, ataupun kombinasi dua diantaranya, atau bersama-sama, maka
terjadilah perubahan sosial. Faktor alam apabila yang dimaksudkan adalah
perubahan jasmaniah, kurang sekali menentukan perubahan sosial. Hubungan
korelatif antara perubahan slam dan perubahan sosial atau masyarakat tidak
begitu kelihatan, karena jarang sekali alam mengalami perubahan yang
menentukan, kalaupun ada maka prosesnya itu adalah lambat. Dengan demikian
masyarakat jauh lebih cepat berubahnya daripada perubahan alam. Praktis tak ada
hubungan langsung antara kedua perubahan tersebut. Tetapi kalau faktor alam ini
diartikan juga faktor biologis, hubungan itu bisa di lihat nyata. Misalnya saja
pertambahan penduduk yang demikian pesat, yang mengubah dan memerlukan pola
relasi ataupun sistem komunikasi lain yang baru. Dalam masyarakat modern,
faktor teknologi dapat mengubah sistem komunikasi ataupun relasi sosial.
Apalagi teknologi komunikasi yang demikian pesat majunya sudah pasti sangat
menentukan dalam perubahan sosial itu.
A. Proses Perubahan
Sosial
Proses perubahan sosial terdiri dari
tiga tahap barurutan : (1) invensi yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan
dan dikembangkan, (2) difusi, ialah proses di mans ide-ide baru itu
dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3) konsekwensi yakni
perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem social sebagai akibat
pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau
penolakan ide baru itu mempunysi akibat. Karena itu perubahan sosial adalah
akibat komunikasi sosial.
Beberapa pengamat terutama ahli
anthropologi memerinci dua tahap tambahan dalam urutan proses di atas. Salah
satunya ialah pengembangan inovasi yang terjadi telah invensi sebelum terjadi
difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ide baru dari suatu bentuk
hingga menjadi suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan audiens penerima yang
menghendaki. Kami tidak memaaukkan tahap ini karena ia tidak selalu ada.
Misalnya, jika inovasi itu dalam bentuk yang siap pakai. Tahap terakhir yang
terjadi setelah konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini menjadi bagian
dari konsekwensi.
Yang memicu terjadinya perubahan dan
sebaliknya perubahan sosial dapat juga terhambat kejadiannya selagi ada faktor
yang menghambat perkembangannya. Faktor pendorong perubahan sosial meliputi
kontak dengan kebudayaan lain, sistem masyarakat yang terbuka, penduduk yang
heterogen serta masyarakat yang berorientasi ke masa depan. Faktor penghambat
antara lain sistem masyarakat yang tertutup, vested interest, prasangka
terhadap hal yang baru serta adat yang berlaku.
Perubahan sosial dalam masyarakat
dapat dibedakan dalam perubahan cepat dan lambat, perubahan kecil dan besar
serta perubahan direncanakan dan tidak direncanakan. Tidak
ada satu perubahan yang tidak meninggalkan dampak pada masyarakat yang sedang
mengalami perubahan tersebut. Bahkan suatu penemuan teknologi baru dapat
mempengaruhi unsur-unsur budaya lainnya. Dampak dari perubahan sosial antara
lain meliputi disorganisasi dan reorganisasi sosial, teknologi serta cultural.
B. Penyebab
Perubahan Sosial
1. Dari
Dalam Masyarakat
ü Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk ini meliputi
bukan hanya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau sebaiiknya, tetapi juga
bertambah dan berkurangnya penduduk
ü Penemuan-penemuan baru (inovasi)
Adanya penemuan teknologi baru,
misalnya teknologi plastik. Jika dulu daun jati, daun pisang dan biting (lidi)
dapat diperdagangkan secara besar-besaran maka sekarang tidak lagi.
Suatu proses sosial perubahan yang
terjadi secara besar-besaran dan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama
sering disebut dengan inovasi atau innovation. Penemuan-penemuan baru sebagai
sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam
pengertian-pengertian Discovery dan Invention
Discovery adalah penemuan unsur
kebudayaan baru baik berupa alat ataupun gagasan yang diciptakan oleh seorang
individu atau serangkaian ciptaan para individu.
Discovery baru menjadi invention kalau
masyarakat sudah mengakui dan menerapkan penemuan baru itu.
ü Pertentangan masyarakat
Pertentangan dapat terjadi antara
individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok.
ü Terjadinya Pemberontakan atau
Revolusi
Pemberontakan dari para mahasiswa,
menurunkan rezim Suharto pada jaman orde baru. Munculah perubahan yang sangat
besar pada Negara dimana sistem pemerintahan yang militerisme berubah menjadi
demokrasi pada jaman refiormasi. Sistem komunikasi antara birokrat dan rakyat
menjadi berubah (menunggu apa yang dikatakan pemimpin berubah sebagai abdi
masyarakat).
2. Dari
Luar Masyarakat
ü Peperangan
Negara yang menang dalam peperangan
pasti akan menanamkan nilai-nilai sosial dan kebudayaannya.
ü Lingkungan
Terjadinya banjir, gunung meletus,
gempa bumi, dll yang mengakibatkan penduduk di wilayah tersebut harus pindah ke
wilayah lain. Jika wilayah baru keadaan alamnya tidak sama dengan wilayah asal
mereka, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan di wilayah yang baru
guna kelangsungan kehidupannya.
ü Kebudayaan Lain
Masuknya kebudayaan Barat dalam
kehidupan masyarakat di Indonesia menyebabkan terjadinya perubahan.
C. Faktor-faktor
Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial
1. Faktor-faktor
Pendorong
ü Intensitas hubungan/kontak dengan
kebudayaan lain
ü Tingkat Pendidikan yang
maju
ü Sikap terbuka dari masyarakat
ü Sikap ingin berkembang dan maju dari
masyarakat
2. Faktor-faktor
Penghambat
ü Kurangnya hubungan dengan masyarakat
luar
ü Perkembangan pendidikan yang lambat
ü Sikap yang kuat dari masyarakat
terhadap tradisi yang dimiliki
ü Rasa takut dari masyarakat jika
terjadi kegoyahan (pro kemapanan)
ü Cenderung menolak terhadap hal-hal
baru
D. Dampak Akibat
Perubahan Sosial
Arah perubahan meliputi beberapa
orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor
atau unsur-unsur kehidupan sosial yang mesti ditinggalkan atau
diubah, (2) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang
bentuk atau unsur baru, (3) suatu perubahan yang berorientasi
pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksisatau ada pada masa
lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya
mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang kehidupan, apakah aspek
ekonomis, birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namun demikian, tidaklah
luput perhatian masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya
menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur atau
nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsayang bermartabat.
Dalam memantapkan orientasi suatu
proses perubahan, ada beberapa faktor yang memberikan kekuatan pada gerak
perubahan tersebut, yang antara lain adalah sebagai berikut, (1) suatu sikap,
baik skala individu maupun skala kelompok, yang mampu menghargai karya pihak
lain, tanpa dilihat dari skala besar atau kecilnya produktivitas kerja itu
sendiri, (2) adanya kemampuan untuk mentolerir adanya sejumlah penyimpangan
dari bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya salah satu
pendorong perubahan adanya individu-individu yang menyimpang dari hal-hal yang
rutin. Memang salah satu ciri yang hakiki dari makhluk yang disebut manusia itu
adalah sebagai makhluk yang disebut homo deviant, makhluk yang suka
menyimpang dari unsur-unsur rutinitas, (3) mengokohkan suatu kebiasaan atau
sikap mental yang mampu memberikan penghargaan (reward) kepada pihak lain
(individual, kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi, baik
dalam bidang sosial, ekonomi, dan iptek, (4) adanya atau tersedianya fasilitas
dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki spesifikasi dan
kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi semua fihak yang
membutuhkannya.
Modernisasi, menunjukkan suatu
proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik,
material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan
fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan nilai-nilai tradisi.
Modernisasi berasal dari kata modern (maju), modernity (modernitas), yang
diartikan sebagai nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek ruang, waktu, dan
kelompok sosialnya lebih luas atau universal, itulah
spesifikasi nilaiatau values. Sedangkan yang lazim
dipertentangkan dengan konsep modern adalah tradisi,
yang berarti barang sesuatu yang diperoleh seseorang atau kelompok melalui
proses pewarisan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Umumnya tradisi meliputi
sejumlah norma (norms) yang keberlakuannya tergantung pada (depend
on) ruang (tempat), waktu, dan kelompok (masyarakat) tertentu. Artinya
keberlakuannya terbatas, tidak bersifat universal seperti yang berlaku bagi
nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau kasus, seyogianya
manusia mengenakkan pakaian, ini merupakan atau termasuk
kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung mengakui dan
menganutnilai atau value ini. Namun, pakaian model
apa yang harus dikenakan itu? Perkara model pakaian yang disukai, yang
disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yang menjadi urusan norma-norma yang
dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, dan dari kelompok ke kelompok akan
lebih cenderung beraneka ragam.
Spesifikasi norma-norma dan tradisi
bila dilihat atas dasar proses modernisasi adalah sebagai berikut, (1) ada
norma-norma yang bersumber dari tradisi itu, boleh dikatakan sebagai penghambat
kemajuan atau proses modernisasi, (2) ada pula sejumlah norma atau tradisi yang
memiliki potensi untuk dikembangkan, disempurnakan, dilakukan pencerahan, atau
dimodifikasi sehingga kondusif dalam menghadapi proses modernisasi, (3) ada
pula yang betul-betul memiliki konsistensi dan relevansi dengan nilai-nilai
baru. Dalam kaitannya dengan modernisasi masyarakat dengan nilai-nilai tradisi
ini, maka ditampilkan spesifikasi atau kualifikasi masyarakat modern, yaitu
bahwa masyarakat atau orang yang tergolong modern (maju) adalah mereka yang
terbebas dari kepercayaan terhadap tahyul. Konsep
modernisasi digunakan untuk menamakan serangkaian perubahan yang terjadi pada
seluruh aspek kehidupan masyarakat tradisional sebagai suatu upaya mewujudkan
masyarakat yang bersangkutan menjadi suatu masyarakat industrial. Modernisasi
menunjukkan suatu perkembangan dari struktur sistem sosial, suatu bentuk
perubahan yang berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik,
pendidikan, tradisi dan kepercayaan dari suatu masyarakat, atau satuan sosial
tertentu.
Modernisasi suatu kelompok satuan
sosial atau masyarakat, menampilkan suatu pengertian yang berkenaan dengan
bentuk upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sadar dan kondusif
terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yang semakin meng-global pada saat kini
dan mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seseorang atau masyarakat
yang bersangkutan, manakala dihadapkan pada arus globalisasi tatanan kehidupan
manusia, suatu masyarakat tertentu (misalnya masyarakat Indonesia) tidaklah
sekedar memperlihatkan suatu fenomena kebengongansemata, tetapi
diharapkan mampu merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara
signifikan bagi eksistensi bagi dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya.
Adapun spesifikasi sikap mental seseorang atau kelompok yang kondusif untuk
mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi adalah, (1) nilai budaya atau
sikap mental yang senantiasa berorientasi ke masa depan dan dengan cermat
mencoba merencanakan masa depannya, (2) nilai budaya atau sikap mental yang
senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber
daya alam, dan terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini,
memang iptek bisa dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing,
namun dalam penerapannya memerlukan proses adaptasi yang sering lebih rumit
daripada mengembangkan iptek baru, (3) nilai budaya atau sikap mental yang siap
menilai tinggi suatu prestasi dan tidak menilai tinggi status
sosial, karena status ini seringkali dijadikan suatu predikat yang
bernuansa gengsi pribadi yang sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya
bisa didasarkan pada konsep seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland
(Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented, (4) nilai
budaya atau sikap mental yang bersedia menilai tinggi usaha fihak lain yang
mampu meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.
Tanpa harus suatu masyarakat berubah
seperti orang Barat, dan tanpa harus bergaya hidup seperti orang Barat, namun
unsur-unsur iptek Barat tidak ada salahnya untuk ditiru, diambil alih,
diadopsi, diadaptasi, dipinjam, bahkan dibeli. Manakala persyaratan ini telah
dipenuhi dan keempat nilai budaya atau sikap mental yang telah ditampilkan
telah dimiliki oleh suatu masyarakat tersebut. Khusus untuk masyarakat di
Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa sistem ekonomi, politik, dan
kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar di Asia seperti India dan Cina, yang
diadopsi dan diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara ini, seperti
Sriwijaya dan Majapahit, namun fakta sejarah tidak membuktikan bahwa
orang-orang Sriwijaya dan Majapahit, dalam pengadopsian dan pengadaptasian
nilai-nilai kebudayaan tadi sekaligus menjadi orang India atau Cina.
Proses modernisasi sampai saat ini
masih tampak dimonopoli oleh masyarakat perkotaan (urban community), terutama
di kota-kota Negara Sedang Berkembang, seperti halnya di Indonesia.
Kota-kota di negara-negara sedang berkembang menjadi pusat-pusat modernisasi
yang diaktualisasikan oleh berbagai bentuk kegiatan pembangunan, baik aspek
fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek mental-spiritual.
Kecenderungan-kecenderungan seperti ini, menjadikan daerah perkotaan sebagai
daerah yang banyak menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi penduduk
pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini menjadi pendorong
kuat bagi penduduk pedesaan untuk beramai-ramai membanjiri dan memadati setiap
sudut daerah perkotaan, dalam suatu proses sosial yang disebut urbanisasi.
Fenomena demografis seperti ini, selanjutnya menjadi salah satu sumber permasalahan
bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya penataan ruang dan kehidupan masyarakat
perkotaan. Sampai dengan saat sekarang ini masalah perkotaan ini masih
menunjukkan gelagat yang semakin ruwet dan kompleks.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan
maka kesimpulan yang dapat dipaparkan dalam makalah ini adalah :
1. Perubahan
sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial
dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu
selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di
dalamnya nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat
itu yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial.
2. Proses
perubahan sosial terdiri dari tiga tahap barurutan : (1) invensi yaitu proses
di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, ialah proses
dimana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3)
konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem social sebagai
akibat pengadopsian atau penolakan inovasi.
3. Perubahan
sosial selalu menimbulkan perubahan dalam masyarakat, salah satunya adalah
globalisasi yang menimbulkan berbagai dampak baik positif maupun negative dari
sisi positif misalnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat
dinikmati seluruh kelompok sosial masyarakat.
B. Saran
Perubahan sosial dalam masyarakat
tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu, olehnya itu kita sebagai bagian dari
kelompok sosial harus berusaha mengendalikan perubahan itu ke arah yang positif
agar budaya yang terbentuk dari perubahan sosial dapat memberikan manfaat bagi
kelangsungan hidup manusia yang makmur dan damai.
DAFTAR
PUSTAKA
Aris Tanudirjo, Daud. 1993. Sejarah
Perkembangan Budaya di Dunia dan di Indonesia. Yogyakarta:Widya Utama
Gumgum Gumilar, 2001. Teori
Perubahan Sosial. Unikom. Yogyakarta.
Soekmono, R.tt. 1988. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta:Kanisius
Suyanto, 2002. Merefleksikan
Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia. Kompas, 17 Desember 2002, hal. 5.
Sumber lain:
http://jibis.pnri.go.id/informasi-rujukan/indeks-makalah/thn/2007/bln/03/tgl/29/id/1002
http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_sosial_budaya
Post a Comment