BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sosiologi
pada hakikatnya bukanlah semata-mata ilmu murni (pure science) yang hanya
mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak demi usaha peningkatan kualitas
ilmu itu sendiri, namun sosiologi bisa juga menjadi ilmu terapan (applied
science) yang menyajikan cara-cara untuk mempergunakan pengetahuan ilmiahnya
guna memecahkan masalah praktis atau masalah sosoial yang perlu ditanggulangi
(Horton dan Hunt, 1987:41), seorang ahli sosiologi yang melakukan penelitian
tenteng tekanan ekonomi atau masalah kemiskinan yang dialami buruh tani,
misalnya, maka dia adalah seorang ilmuwan murni. Tetapi, kalau peneliti tersebut kemudian
meneruskannya dengan melakukan studi mengenai bagaimana cara meningkatkan taraf
kehidupan keluarga buruh tani, maka dalam hal ini sosiologi menjadi ilmu
terapan.
Perubahan
sosial menyangkut dua dimensi, yaitu Dimensi Struktural dan dimensi cultural.
Perubahan dimensi structural menyangkut hubungan antar individu dan pola
hubungan termasuk di dalamnya mengenai status dan peranan, kekuasaan, otoritas,
hubungan antar status,integrasi, dan sebagainya. Perubahan dimensi cultural
menyangkut nilai-nilai dan norma-norma sosial. Perubahan sosial dapat dilihat
dalam kurun waktu tertentu, namun
perubahan itu ada yang berlangsung cepat dan ada pula yang berlangsung lambat
dan lama.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat ?
2. Bagaimana
bentuk-bentuk peran social agen pembanmgunan dalam pemberdayaan masyarakat ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui
bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat ?
2. Mengetahui
bentuk-bentuk peran social agen pembanmgunan dalam pemberdayaan masyarakat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BENTUK
– BENTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
1.
Pendampingan Sosial
Pendampingan
sosial dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara kelompok miskin dan
pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan seperti:
§ Merancang
program perbaikan kehidupan sosial ekonomi.
§ Memobilitas
sumber daya setempat.
§ Memecahkan
masalah sosial.
§ Menciptakan
atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan.
§ Menjalin
kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks pemberdayaan
masyarakat.
2.
Bidang
Tugas
Pendampingan
sosial berpusat pada empat bidang tugas atau fungsi yang dapat disingkat dalam
akronim 4P, yakni: pemungkinan (enabling) atau fasilitasi, penguatan
(empowering), perlindungan (protecting) dan pendukungan (supporting).
3.
Pemungkinan
atau Fasilitasi
Merupakan
fungsi yang berkaitan dengan pemberian motivasi dan kesempatan bagi masyarakat.
Beberapa tugas pekerja sosial yang berkaitan dengan fungsi ini antara lain
menjadi model (contoh), melakukan mediasi dan negosiasi, membangun consensus
bersama, serta melakukan manajemen sumber. Program penanganan masalah sosial
pada umumnya diberikan kepada anggota masyarakat yang tidak memiliki akses
terhadap sumber-sumber, baik karena sumber tersebut tidak ada di sekitar
lingkungannya, maupu karena sumber-sumber tersebut sulit dijangkau karena lasan
ekonomi maupun birokrasi. Pekerja sosial terpanggil untuk mampu memobilisasi
dan mengkoordinasi sumber-sumber tersebut agar dapat dijangkau oleh klien.
Sumber
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan klien dan pekerja sosial dalam
proses pemecahan masalah. Sumber dapat berupa sumber personal (pengetahuan,
motivasi, pengalaman hidup, motivasi), sumber interpersonal (sitem pendukung
yang lahir baik dari jaringan pertolongan alamiah maupun interaksi formal
dengan orang lain), dan sumber sosial (respon kelembagaan yang mendukung
kesejahteraan klien maupun masyarakat pada umumnya). Pengertian manajemen di
sisni mancakup pengkoordinasian, pensistematisasian, dan pengintegrasian-bukan
pengawasan (controlling) dan penunjukkan (directing). Pengertian manajemen juga
meliputi pembimbingan, kepemimpinan dan kolaborasi dengan pengguna atau
penerima program PM. Dengan demikian, tugas utama pekerja sosial dalam
manajemen sumber adalah menghubungkan klien dengan sumber-sumber sedemikian
rupa sehingga dapat meninggalkan kepercayaan diri klien maupun kapasitas
pemecahan masalahnya.
4.
Penguatan
Fungsi
ini berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna memperkuat kapasitas
masyarakat (capacity building). Pendamping berperan aktif sebagai agen yang
member masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya
serta bertukar gagasan dengan pengetahuan
dan pengalaman masyarakat yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran
masyarakat, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan
pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan fungsi
penguatan.
5.
Perlindungan
Fungsi
ini berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga
eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja
sosial dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan
media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun jaringan kerja. Fungsi
perlindungan juga menyangkut tugas pekerja sosial sebagai konsultan, orang yang
bisa diajak berkonsultasi dalam proses pemecahan masalah. Konsultasi pemecahan
masalah tidak hanya berupa pemberian dan penerimaan saran-saran melainkan
merupakan proses yang ditujukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
mengenai pilihan-pilihan dan mengindentifikasi prosedur-prosedur bagi
tindakan-tindakan yang diperlukan.
6.
Pendukung
Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat
praktis yang dapat mendukung terjadinya perubahan positif pada masyarakat.
Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi
manajer perubahan yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu
melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar,
seperti malakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin
relasi, bernegosiasi, berkomunikasi dan mencari serta mengatur sumber dana.
B.
BENTUK-
BENTUK PERAN SOSIAL AGEN PEMBANGUNAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Mengacu
pada Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994), ada beberapa peran pekerjaan
sosial dalm pembimbingan sosial. Lima peran di bawah ini sangat relevan
diketahui oleh para pekerja sosial yang akan melakukan pendampingan sosial.
1.
Fasilitator
Dalam
literature pekerjaan sosial, peranan “fasilitator” sering disebut sebagi
“pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu sama lain.
Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen danHernandez (1994:188), : The traditional role of enabler in social
work implies education, facilitation and promotion of interaction and action”.
Selanjutnya Barker (1987) member
defenisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggung jawab untuk membantu klien
menjadi mampu menangani tekanan situasional atau tarnsisional. Strategi-strategi
khusus untuk mencapai tujuan tersebut
meliputi: pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi, pengakuan
dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan
kekuatan-kekuatan personal dan asset-asset sosial, pemilahan masalah emnjadi
beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan dan pemeliharaan sebuah focus
pada tujuan dan cara-cara pencapainnya (Barker, 1987:49). Pengertian ini
didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa “setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya
usaha-usaha klien sendiri dan peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau
memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan
disepakati bersama (Parsons, Jorgensen dan Hernandez, 1994). Parsons, Jorgensen
dan Hernandez (1994:190-203) memberikan kerangka acuan mengenai tugas-tugas
yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial.
§ Mendefinisikan
keanggotaan atau siapa yang akan dilibatkan
dalam pelaksanaan kegiatan.
§ Mendefinisikan
tujuan keterlibatan.
§ Mendorong
komunikasi dan relasi, serta menghargai pengalaman dan perbedaan-perbedaan.
§ Memfasilitasi
kerikatan dan kualitas sinergi sebuah system menemukan kesamaan dan perbedaan.
§ Memfasilitasi
pendidikan: membangun pengetahuan dan keterampilan.
§ Memberikan
model atau contoh dan memfasilitasi pemecahan masalah bersama: mendorong
kegiatan kolektif.
§ Mengidentifikasikan
masalah-masalah yang akan dipecahkan.
§ Memfasilitasi
penetapan tujuan.
§ Mendorong
pelaksanaan tugas.
§ Memelihara
relasi system.
§ Memecahkan
konflik.
2.
Broker
Dalam
konteks pendampingan sosial, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh
berbeda dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal,
terdapat klien atau konsumen. Namun demikian, pekerja sosial melakukan
transaksi dalam pasar lain, yakni jaringan pelayanan sosial. Pemahaman pekerja
sosial yang menjadi broker megenai kualitas pelayanan sosial di sekitar
lingkungannya menjadi sangat penting dalammemnuhi keinginan kliennya memperoleh
“keuntungan” maksimal.
Dalam
proses pendampingan sosial, ada tiga prinsip utama dalam melakukan peranan
sebagai broker:
§ Mampu
mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat.
§ Mampu
menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten.
§ Mampu
mengevaluasi efektivitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan
klien.
Prinsip-prinsip
tersebut sesuai dengan makna broker seperti telah dijelaskan di muka. Peranan
sebagai broker mencakup “menghubungkan klien dengan barang-barang dan pelayanan
dan mengontrol kualitas barang dan pelayanan tersebut. Dengan demikian ada tiga
kata kunci dalam pelaksanaan peran sebagai broke, yaitu: menghubungkan
(linking, barang-barang dan pelayanan (goods and services) dan pengontrolan
kualitas (quality control). Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994: 226-227)
menerangkan ketiga konsep di atas satu per satu:
§ Linking
adalah proses menghubungkan orang dengan lembaga-lembaga atau pihak-pihak
lainnya yang memiliki sumber-sumber yang diperlukan. Linking juga tidak sebatas
hanya member petunjuk kepada orang mengenai umber-sumber yang ada. Lebih dari
itu, ia juga meliputi memperkenalkan klien dan sumber referral, tindak lanjut,
pendistribusian sumber, dan menjamin bahwa barang-barang dan jasa dapat
diterima oleh klien.
§ Goods
adalah barang-barang yang nyata, seperti makanan, uang, pakaian, perumahan,
obat-obatan. Sedangkan services mencakup keluaran pelayanan lembaga yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup klien, semisal perawatan kesehatan,
pendidikan, pelatihan, konseling, pengasuhan anak.
§ Quality Control
adalah proses pengawasan yang dapat menjamin bahwa produk-produk yang
dihasilkan lembaga memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Proses ini
memerlukan monitoring yang terus menerus terhadap lembaga dan semua jaringan
pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan memiliki mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan setiap saat.
Dalam
melaksanakan peran sebagai broker, ada dua pengetahuan dan keterampilan yang
harus dimiliki pekerja sosial:
§ Pengetahuan
dan keterampilan melakukan asesmen kebutuhan masyarakat (community needs
assessment), yang meliputi: (a) jenis dan tipe kebutuhan, (b) distribusi
kebutuhan, (c) kebutuhan akan pelayanan, (d) pola-pola penggunaan pelayanan,
dan (e) hambatan-hambatan dalam mengjangkau pelayanan.
§ Pengetahuan
dan keterampilan membangun konsorsium dan jaringan antar organisasi. Kegiatan
ini bertujuan untuk: (a) memperjelas kebijakan-kebijakan setiaplembaga, (b)
mendefinisikan peranan lembaga-lembaga, (c) mendefinisikan potensi dan hambatan
setiap lembaga, (d) memilih metode guna menentukan partisipasi setiap lembaga
dalam memecahkan masalah sosial masyarakat, (e) mengembangkan prosedur guna
mengidentifikasi dan memenuhi kekurangan pelayanan sosial.
3.
Mediator
Pekerja
sosial melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran
ini sangat penting dalam paradigm generalis. Peran mediator diperlukan terutama
pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara
berbagai pihak. Lee dan Swenson (1986) memberikan contoh bahwa pekerja sosial
dapat memerankan sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara
anggota kelompok dan system lingkungan yang menghambatnya.
Kegiatan-kegiatan
yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator meliputi kontrak perilaku,
negoisasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam
mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai
“solusi menang-menang (win-win solution). Hal ini berbeda dengan peran sebagai
pembela di mana bantuan pekerja sosial diarahkan untuk memenangkan kasus klien
atau membantu klien memenangkan dirinya sendiri.
Compton
dan Galaway (1989:511) memberikan beberapa teknik dan keterampilan yang dapat
digunakan dalam melakukan peran mediator:
§ Mencari
persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik.
§ Membantu
setiap pihak agar mengakui legitimasi kepentingan pihak lain.
§ Membantu
pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi kepentingan bersama.
§ Hindari
situasi yang mengarah pada munculnya kondisi menang dan kalah.
§ berupaya
untuk melokalisir konflik ke dalam isu, waktu dan tempat yang spesifik.
§ Membagi
konflik ke dalam beberapa isu
§ membantu
pihak-pihak yang bertikai untuk mengakui bahwa mereka lebih memiliki mamfaat
jika melanjutkan sebuah hubungan ketimbang terlibat terus dalam konflik.
§ Memfasilitasi
komunikasi denga cara mendukung mereka agar mau berbicara satu sama lain.
§ Gunakan
prosedur-prosedur persuasi.
4.
Pembela
Seringkali
pekerja sosial harus berhadapan system politik dalam rangka menjamin kebutuhan
dan sumber yang diperlukan oleh klien atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan
pendampingan sosial. Manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh
klien, pekerja sosial harus memainkan peranan sebagai pembela (advokat). Peran
pembelaan atau advokasi merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang
bersentuhan dengan kegiatan politik. Peran pembelaan dapat dibagi dua: advokasi
kasus (case advocacy) dan advokasi kausal (cause advocacy) (Du Bois dan Miley,
1992; Parsons, Jorgensen dan Hernandez, 1994). apabila pekerja sosial melakukan
pembelaan atas nama seorang klien secara individual, maka ia berperan sebagai
pembela kasus. Pembelaan kausal terjadi manakala klien yang dibela pekerja
sosial bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat.
Rothblatt
(1978) memberikan beberapa model yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan
peran pembela dalam pendampingan sosial:
§ keterbukaan:
membiarkan berbagai pandangan untuk didengar.
§ Perwakilan
luas: mewakili semua pelaku yang memiliki kepentingan dalam pembukaan
keputusan.
§ Keadilan:
memperjuangkan sebuah system kesetaraan atau kesamaan sehingga posisi-posisi
yang berbeda dapat diketahui sebagai bahan perbandingan.
§ Pengurangan
permusuhan: mengembangkan sebuah keputusan yang mampu mengurangi permusuhan dan
keterasingan.
§ Informasi:
menyajikan masing-masing pandangan secara bersama dengan dukungan dokumen
analisis.
§ Pendukungan
mendukung partisipasi secara luas.
§ kepekaan:
mendorong para pembuat keputusan untuk benar-benar mendengar, mempertimbangkan
dan peka terhadap minat-minat dan posisi-posisi orang lain.
5.
Pelindung
Tanggung
jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh hokum. Hukum tersebut
memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung (protector)
terhadap orang-orang yang lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai
pelindung (guardian role), pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban,
dan populasi yang berisiko lainnya. Peranan sebagai pelindung mencakup
penerapan berbagai kemampuan yang menyangkut: (a) kekuasaan, (b) pengaruh, (c)
otoritas, dan (d) pengawasan sosial. Tugas-tugas peran pelindung meliputi:
§ Menentukan
siapa klien pekerja sosial yang paling utama.
§ Menjamin
bahwa tindakan dilakukan sesuai dengan proses perlindungan.
§ Berkomunikasi
dengan semua pihak yang terpengaruh oleh tindakan sesuai dengan tanggung jawab
etis, legal dan rasional praktek pekerjaan sosial.
BAB III
KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
KESIMPULAN
·
Bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat
dalam bentuk pendekatan, bidang tugas, pemungkinan atau fasilitasi, penguatan,
perlindungan dan pendukung.
·
Bentuk-bentuk pemperdayaan peran social
agen pembangunan dalam pemberdayaan masyarakat meliputi fasilitator, broker,
mediatoe, pembela dan pelindung.
B.
SARAN
·
Untuk dosen, semoga makalah ini dapat
memenuhi tugas kelompok dan menjadi pertimbangan dalam pemberian nilai kepada
kelompok kami.
·
Untuk pembaca, semoga makalah ini menjadi
referensi dalam pemenuhan tugas khususnya dalam pemberdayaan masyarakat dan
juga menjadi bahan bacaan mengenai pemberdayaan.
Post a Comment