BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Minyak
kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan yang telah dikenal luas oleh
masyarakat. Minyak atsiri hasil destilasi atau penyulingan daun kayu putih
(Melaleuca leucadendron Linn.) ini memiliki bau dan khasiat yang khas, sehingga
banyak dipakai sebagai kelengkapan kasih sayang ibu terhadap anaknya, terutama
ketika masih bayi. Minyak kayu putih digosokkan hampir di seluruh badan untuk
memberikan kesegaran dan kehangatan pada si jabang bayi.
Karena
penggunaannya yang luas tersebut, mutu minyak kayu putih yang dijual di pasaran
perlu mendapat perhatian. Untuk memenuhi tuntutan mutu tersebut, lahirlah
standar nasional kayu putih yang diusulkan oleh PT. Perhutani (persero) melalui
Pantek 55S Kayu, bukan kayu dan produk kehutanan, yaitu SNI 06-3954-2001.
Standar tersebut menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji,
pengemasan dan penandaan minyak kayu putih yang digunakan sebagai pedoman
pengujian minyak kayu putih yang diproduksi di Indonesia.
Mutu
minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu Utama (U) dan mutu
Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar cineol, yaitu senyawa kimia golongan
ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri seperti kayu
putih. Minyak kayu putih mutu U mempunyai kadar cineol ≥ 55%, sedang mutu P
kadar cineolnya kurang dari 55%.
Kayu
Putih (cajuput oil) dapat tumbuh di tanah tandus, tahan panas dan dapat
bertunas kembali meskipun setelah terjadi kebakaran. Tanaman ini dapat
ditemukan dari dataran rendah sampai 400 m dpl, dapat tumbuh di dekat pantai di
belakang hutan bakau, di tanah berawa atau membentuk hutan kecil di tanah
kering atau basah.
Minyak kayu putih (Cajuput oil)
merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun dan ranting pohon kayu
putih. Secara umum, kayu putih dikatakan bermutu apabila mempunyai bau khas
minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur pada suhu 15oC
sebesar 0,90 – 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20oC berkisar
antara 1,46 – 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5oC sebesar
(-4)o – 0o.
Minyak
kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan untuk tujuan ekspor yang
penerapan standarnya bersifat wajib. Selain minyak kayu putih, produk kehutanan
yang penerapan standarnya diwajibkan oleh Pemerintah adalah produk kayu lapis
dan gambir. Melihat peluang pasar yang ada di masyarakat, maka hasil hutan
bukan kayu ini cukup berprospek atau layak di usahakan bagi masyarakat
disekitar hutan. Hal ini dikarenakan minat masyarakat terhadap minyak kayu
putih cukup tinggi.
1.2.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah
dari makalah potensi dan pemanfaatan minyak kayu putih, adalah sebagai berikut
:
1.
Bagaimana uraian tumbuhan minyak kayu
putih ?
2.
Apa itu minyak kayu putih dan minyak
atsiri
3.
Bagaimana metode penyulingan minyak kayu putih
?
4.
Apa sifat-sifat minyak kayu putih dan
manfaatnya bagi kesehatan ?
1.3.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah potensi dan pemanfaatan minyak kayu putih, adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui uraian tumbuhan minyak
kayu putih.
2.
Untuk mengetahui minyak kayu putih dan
minyak atsiri.
3.
Untuk mengetahui metode penyulingan minyak
kayu putih.
4.
Untuk mengetahui sifat-sifat minyak kayu
putih dan manfaatnya bagi kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Uraian
Tumbuhan Minyak Kayu Putih
2.1.1
Minyak
kayu Putih Secara Umum
Tumbuhan
kayu putih (Melaleuca leucadendra
(L). L), merupakan salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri yang mana daun
tumbuhan ini mengandung minyak atsiri sekitar 0,5 - 1,5% tergantung efektivitas
penyulingan dan kadar minyak yang terkandung terhadap bahan yang disuling.
(Lutony, 1994).
Sistematika
tumbuhan ini adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotiledonae
Ordo
: Myrtales
Family
: Myrtaceae
Genus
: Melaleuca
Spesies
: Melaleuca Leucadendra, (L.) L
2.1.2
Nama
daerah
Nama
daerah tanaman kayu putih yaitu: di Jawa Barat disebut Gelam (Sunda), Gelam
(Jawa Tengah), Ghelam (Madura), Di Kalimantan disebut Calam, Baru Galang (ujung
pandang), Waru Galang (Bugis), Elan (Pulau Buru), dan Ngelak (Pulau Roti)
(Thomas, 1992).
2.1.3
Morfologi
tumbuhan
Tumbuhan
dari famili Myrtaceae merupakan salah satu sumber minyak atsiri yang memiliki
nilai komersial yang cukup tinggi. Beberapa jenis dari famili ini yang terkenal
sebagai penghasil minyak atsiri adalah tumbuhan dari marga Eucalyptus dan
Melaleuca.
Tumbuhan
kayu putih (Melaleuca leucadendra (L). L) merupakan tumbuhan perdu yang
mempunyai batang pohon kecil dengan banyak anak cabang yang menggantung ke
bawah. Daunnya berbentuk lancip dengan tulang daun yang sejajar. Bunga kayu
putih berwarna merah, sedangkan kulit batang kayunya berlapis-lapis dengan
permukaan terkelupas. Keistimewaan tanaman ini adalah mampu bertahan hidup di
tempat yang kering, di tanah yang berair, atau di daerah yang banyak memperoleh
guncangan angin atau sentuhan air laut. Tanaman ini tumbuh liar di daerah
berhawa panas. Tanaman kayu putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang spesifik.
Pohon kayu putih dapat mencapai ketinggian 45 kaki. Dari ketinggian antara 5 -
450 m di atas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki
toleransi yang cukup baik untuk berkembang. (Lutony, 1994).
Bagian yang paling
berharga dari tanaman kayu putih untuk keperluan produksi minyak atsiri adalah
daunnya. Daun kayu putih yang akan disuling minyaknya mulai bisa dipangkas atau
dipungut setelah berumur lima tahun. Seterusnya dapat dilakukan setiap enam
bulan sekali sampai tanaman berusia 30 tahun. Di beberapa daerah yang subur,
tanaman kayu putih telah bisa dipungut daunnya pada usia dua tahun. Setiap
pohon kayu putih yang telah berumur 5 tahun atau lebih, menghasilkan 50-100 kg
daun berikut ranting.
2.1.4
Syarat
Tumbuh dan Budidaya
Tanaman
kayu putih tidak mempunyai syarat tumbuh yang spesifik. Dari ketinggian antara
5 – 450 m diatas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki
toleransi yang cukup baik untuk berkembang. Pemungutan daun kayu putih
sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu
menghasilkan rendeman minyak atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah pemungutan daun yang pertama, pohon
kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan yang akan menghasilkan
daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali pemungutan daun selalu diikuti
dengan pemangkasan (Lutony, 1994).
Cara yang ditempuh
untuk memproduksi minyak kayu putih bisa langsung dengan menyuling daunnya saja
atau dengan cara menyuling daun kayu putih tersebut berikut ranting daunnya
sepanjang lebih kurang 20 cm dari pucuk daun. Apabila yang disuling dengan ranting
daunnya sebaiknya menggunakan perbandingan antara berat ranting terhadap berat
daun sebesar 15%, karena ranting daun hanya mengandung 0,1% minyak (Ketaren,
1985).
2.2.Minyak
Kayu Putih
Minyak
kayu putih disuling dari daun dan ranting (terminal branhlet) beberapa spesies
melaleuca merupakan sejenis pohon yang tumbuh melimpah dikepulauan hindia timur
(Indonesia), semenanjung malaya, dan dibeberapa tempat lainnya. Pasaran utama
bagi minyak atsiri cajeput oil antara lain Amerika Serikat, Jepang, Singapura,
Perancis, dan Belanda. Pada saat sekarang produksi minyak kayu putih indonesia
mengalami penurunan, bahkan untuk mencukupi kebutuhan didalam negeri pun
terpaksa mengimpornya (Lutony, 1994).
Ditemukan
juga satu varietas yang banyak tumbuh didaerah berpayau, dan menghasilkan
minyak dengan komposisi yang berbeda. Karena variatas ini tidak tau mengandung
sineol dalam jumlah kecil, maka minyaknya tidak memiliki arti komersial. Dalam
dunia perdagangan, minyak kayu putih memiliki bau kamfor mirip sineol dengan
flavor yang agak menyengat (burning flavor) dengan kesan dingin.
2.2.1.
Mutu minyak kayu putih
Karena penggunaannya yang luas
tersebut, mutu minyak kayu putih yang dijual di pasaran perlu mendapat
perhatian. Untuk memenuhi tuntutan mutu tersebut, lahirlah standar nasional
kayu putih yang diusulkan oleh PT. Perhutani (persero) melalui Pantek 55S Kayu,
bukan kayu dan produk kehutanan, yaitu SNI 06-3954-2001. Standar tersebut
menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan
penandaan minyak kayu putih yang digunakan sebagai pedoman pengujian minyak
kayu putih yang diproduksi di Indonesia.
Mutu minyak kayu putih
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu Utama (U) dan mutu Pertama (P).
Keduanya dibedakan oleh kadar cineol, yaitu senyawa kimia golongan ester
turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri seperti kayu putih.
Minyak kayu putih mutu U mempunyai kadar cineol ≥ 55%, sedang mutu P kadar
cineolnya kurang dari 55%.
Secara umum, kayu putih dikatakan
bermutu apabila mempunyai bau khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang
diukur pada suhu 15ºC sebesar 0,90 - 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20ºC
berkisar antara 1,46 - 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5ºC sebesar (-4)o
- 0o. Indeks bias adalah bilangan yang menunjukkan
perbandingan antara sinus sudut datang dengan sinus sudut bias cahaya,
sedangkan yang dimaksud putaran optik adalah besarnya pemutaran bidang
polarisasi suatu zat.
Disamping itu, minyak kayu putih
yang bermutu akan tetap jernih bila dilakukan uji kelarutan dalam alkohol 80%,
yaitu dalam perbandingan 1 : 1, 1 : 2, dan seterusnya s.d. 1 : 10. Dalam minyak
kayu putih tidak diperkenankan adanya minyak lemak dan minyak pelican. Minyak
lemak merupakan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan, seperti lemak
sapi dan minyak kelapa, yang mungkin ditambahkan sebagai bahan pencampur dalam
minyak kayu putih. Demikian juga minyak pelican yang merupakan golongan minyak
bumi seperti minyak tanah (kerosene) dan bensin biasa digunakan sebagai bahan
pencampur minyak kayu putih, sehingga merusak mutu kayu putih tersebut.
Bagian terpenting dalam standar
tersebut, selain penetapan mutu di atas, adalah cara uji untuk mengetahui mutu
minyak kayu putih, baik yang tercantum di dalam dokumen maupun kemasan.
Pengujian dilakukan dengan dua cara, yaitu cara uji visual dan cara uji
laboratories. Cara uji visual dilakukan untuk uji bau, sedangkan uji
laboratories dilaksanakan untuk menguji kadar cineol, berat jenis, indeks bias,
putaran optik, uji kelarutan dalam alkohol 80%, kandungan minyak lemak dan
kandungan minyak pelican.
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan
untuk tujuan ekspor yang penerapan standarnya bersifat wajib. Selain minyak
kayu putih, produk kehutanan yang penerapan standarnya diwajibkan oleh
Pemerintah adalah produk kayu lapis dan gambir.
2.2.2.
Khasiat
dan Kegunaan minyak kayu putih
Daun
kayu putih yang direbus dapat digunakan sebagai obat sakit perut, rematik,
nyeri pada tulang dan saraf (neuralgia), radang, usus, diare, batuk, demam,
sakit kepala dan sakit gigi atau dimanfaatkan sebagai obat luar untuk radang
kulit akzema dan sakit kulit karena alergi. Kulit kayu putih dapat dicampur
dengan ramuan lain dalam penggunaannya. Misalnya untuk obat luka bernanah,
kulit kayu putih dapat dicampur dengan sedikit jahe dan asem jawa lalu ditumbuk
halus yang kemudian ditempelkan pada bagian yang luka (Hariana, 2006). Tanaman
ini juga diketahui berkhasiat sebagai antioksidan (Farag et al, 2004; Pieno et
al, 2010; dan Arif, 2011).
Minyak
kayu putih banyak digunakan dalam industri farmasi. Penduduk indonesia telah
mengenal minyak kayu putih sejak berabad – abad serta mempergunakannya sebagai
obat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Kegunaan tumbuhan kayu putih
antara lain sebagai obat sakit perut dan saluran pencernaan (internal), sebagai
obat masuk angin untuk dewasa maupun anak – anak , sebagai obat kulit (obat
luar), berkhasiat sebagai obat oles bagi penderita sakit kepala, kram pada
kaki, reumatik dan sakit persendian.
Sebagai
obat dalam (internal), minyak kayu putih digunakan hanya dalam dosis kecil dan
berkhasiat untuk mengobati rhinitis (radang selaput lendir hidung), dan
berfungsi sebagai anthelmintic terutama efektif mengobati demam. Minyak kayu
putih juga berfungsi sebagai ekspektoran dalam kasus laryngitis dan bronchitis,
dan jika diteteskan ke dalam gigi dapat mengurangi rasa sakit gigi. Minyak kayu
putih juga sangat efektif digunakan sebagai insektisida. Kutu pada anjing dan
kucing akan mati jika diolesi minyak kayu putih. Juga dapat digunakan sebagai
pembasmi kutu busuk dan berbagai jenis serangga (Lutony, 1994).
2.2.3.
Kandungan
Kimia Tanaman Minyak Kayu
Senyawa
kimia yang tergolong dalam kelompok antioksidan dan dapat ditemukan pada
tanaman, antara lain berasal dari golongan polifenol, bioflavanoid, vitamin C,
vitamin E, β-karoten, katekin, dan resveratrol (Hernani dan Raharjo, 2006).
Buah dan daun Melaleuca leucadendra mengandung saponin, flavonoida dan tanin,
di samping minyak atsiri. Selain itu daun kayu putih juga mengandung sineol dan
melaleucin (Thomas, 1992). Bagian tanaman yang telah diteliti sebagai
antiradikal bebas adalah buah kayu putih yang memiliki komponen utama minyak
atsiri (Pino et al., 2010). Minyak atsiri dari kayu putih menunjukan efek
antioksidan yang dapat digunakan untuk menekan radikal bebas seperti vitamin E,
vitamin C dan superoxide dismutase (Farag et al, 2004).
Profil fitokimia
daun dan buah Melaleuca leucadendra L menggunakan GC dan GC-MS menunjukkan
sebanyak 41 dan 64 senyawa atsiri yang teridentifikasi dengan kadar minyak
atsiri dari minyak total adalah 99,2 dan 99,5%. Komponen utamanya adalah (10) 1,8-sineol
(43,0%), (48) viridiflorol (24,2%), (23) α-terpineol (7,0%), (2) α-pinene
(5,3%), dan (9) limonene (4,8%) dalam minyak daun, dan (48) viridiflorol
(47,6%), (50) globulol (5,8%), (49)
guaiol (5,3%) dan (2) α-pinene (4,5%) pada minyak buah (Pino et al,
2010) (Tabel 1 dan Gambar 1). Selain itu, kayu putih memiliki komponen lain
seperti terlihat pada tabel 2 (Lohakachornpan et al, 2001).
Gambar 1. Struktur komponen volatil
minyak atsiri dari daun dan buah kayu putih (struktur no.2 α-Pinene, no.9
Limonene, no.10 1,8- Cineole, no.23 α-Terpineol, no.27 αTerpinyl acetate, no.30
β- Caryophyllene, no.37 Viridiflorene, no.48 Viridiflorol, no.49 Guinol, no.50
Globulol, no.56 α-Muurolol, no.57 β-Eudesmol, no.58 α-Cadinol).
(Pino
et al, 2010)
Gambar 2. Struktur 1,8 sineol
Sineol
atau eukaliptol merupakan senyawa
kimia golongan ester turunan terpen alkohol atau monosiklik monoterpen eter (oxide) yang terdapat dalam minyak atsiri
seperti kayu putih (Santos et al, 2003), dengan berat molekul 154,3, titik
didih kurang lebih 176o (Anonima, 1995).
2.2.4.
Analisis
Profil Kandungan Senyawa Kimia Dengan GC-MS
Profil
kandungan senyawa kimia dapat diketahui dengan menggunakan kromatografi GC-MS.
Metode GC-MS memiliki sensitivitas yang tinggi dan berperan dalam analisis
secara kuantitatif maupun kualitatif senyawa menguap (Kaluzna, 2007).
Senyawa-senyawa yang dapat ditetapkan dengan kromatografi gas harus mudah
menguap dan stabil pada temperatur pengujian, utamanya pada 50-300oC (Mardoni,
2007). GC-MS merupakan metode yang cepat dan akurat untuk memisahkan campuran
yang rumit dan menghasilkan data mengenai struktur serta identitas senyawa
organik (Agusta, 2000).
GC-MS
merupakan gabungan dua buah alat yaitu kromatografi gas dan spektrometri massa.
GC-MS ini digunakan untuk mendeteksi massa antara m/z 10 hingga m/z 700
(Hartomo dan Purba, 1986 cit Yasmien et al., 2008) (Gambar 3). Kromatografi gas
berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel (Agusta,
2000). Prinsip kerja dari kromatografi gas terkait dengan titik didih senyawa
yang dianalisis dan perbedaan interaksi analit dengan fase diam dan fase gerak.
Senyawa yang mendidih pada temperatur yang lebih tinggi daripada temperatur
kolom, menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkondensasi sebagai cairan
pada awal kolom. Senyawa dengan titik didih yang tinggi memiliki waktu retensi
yang lama. Senyawa yang lebih terikat dalam fase cair pada permukaan fase diam
juga memiliki waktu retensi yang lebih lama (Clark, 2007).
Spektrometri massa
berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan
pada sistem kromatografi gas (Agusta, 2000). Prinsip kerja spektrometri massa
adalah menembak bahan yang sedang dianalisis dengan berkas elektron dan secara
kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spektrum fragmen ion positif.
Fragmen-fragmen tersebut berkelompok sesuai dengan massanya (Hartomo dan Purba,
1986 cit Yasmien et al., 2008).
Gambar 3. Gas
Chromatography Mass Spectroscopy (GC-MS)
Beberapa
unsur penting yang harus diperhatikan dalam sistem GC-MS adalah :
a. Gas
pembawa
Gas pembawa yang dipakai
adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbon
dioksida (CO2). Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain
harus inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom),
murni, dan mudah diperoleh (Agusta, 2000). Gas pembawa He (helium) paling umum
digunakan karena ringan, relatif mudah dihilangkan dengan sistem pompa hampa.
Helium mempunyai kelebihan lain yaitu potensial pengionannya tinggi (24,6 eV)
pada kondisi pengaruh elektron, sehingga sumber ion spektrometer massa dapat
dijalankan pada potensial yang lebih rendah (20-24 eV), tanpa mengionkan gas
pembawa (Munson, 1991).
b. Kolom
Ada dua macam kolom,
yaitu kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom kemas adalah pipa yang terbuat dari
logam, kaca, plastik yang berisi penyangga padat yang inert sedangkan pada
kolom kapiler terdapat rongga pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa.
Daya tarik yang paling diminati dari kolom kapiler ini adalah kehebatan daya
pisahnya (Agusta, 2000). Kolom kapiler dibedakan menjadi 4 tipe yang didasarkan
pada diameter sebelah dalamnya, yaitu narrow bore (Ø 0,1 mm), middle bore (Ø
0,22-0,25 mm), semi wide bore (Ø 0,32 mm), dan wide bore (Ø 0,50-0,53 mm).
Berdasarkan pengalaman di laboratorium, analisis komponen minyak atsiri lebih
disarankan menggunakan kolom kapiler middle bore sampai semi wide bore agar
diperoleh hasil analisis yang memiliki daya pisah tinggi dan sekaligus memiliki
sensitivitas yang tinggi pula (Agusta, 2000).
Berdasarkan sifat minyak
atsiri yang nonpolar sampai sedikit polar, untuk keperluan analisis sebaiknya
digunakan kolom dengan fase diam yang bersifat sedikit polar. Penggunaan kolom
yang lebih polar menghasilkan sejumlah puncak yang lebar (tidak tajam) dan
sebagian puncak tersebut juga membentuk ekor bahkan kemungkinan besar komponen
yang bersifat nonpolar tidak akan terdeteksi sama sekali (Agusta, 2000). Fase
diam lain yang biasa digunakan adalah RxiTM-1ms. Kolom RxiTM-1ms merupakan
kolom dimethyl polysiloxane yang bersifat nonpolar. Kolom ini secara umum dapat
ditujukan untuk analisis minyak atsiri, obat, senyawa hidrokarbon, pestisida,
dan lain-lain (Anonimc, 2007).
c. Suhu
Suhu merupakan salah satu
faktor utama penentu hasil analisis kromatografi gas dan spektrometri massa.
Parameter yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu injektor dan kolom
(Agusta, 2000). Minyak atsiri didominasi oleh senyawa monoterpena dan fenol
sederhana. Hasil pemisahan dapat memuaskan jika suhu kolom diprogram mulai dari
40o atau 50o C sampai 150o atau 200o C dengan kecepatan kenaikan suhu 2o - 4o
C/menit, sedangkan suhu injektor dapat diprogram antara 150o dan 200oC (Agusta,
2000).
d. Sistem
injeksi
GC-MS memiliki dua sistem
pemasukan sampel, yaitu secara langsung (direct inlet) dan melalui sistem
kromatografi gas (indirect inlet). Sampel campuran seperti minyak atsiri,
pemasukan sampel harus melalui sistem GC, sedangkan untuk sampel murni dapat
langsung dimasukkan kedalam ruang pengion (direct inlet) (Agusta, 2000).
e. Detektor
Spektrometer massa pada
sistem GC-MS berfungsi sebagai detektor itu sendiri yang terdiri dari sistem
ionisasi dan sistem analisis. Electron Impact (EI) ionization adalah metode
ionisasi yang umum digunakan untuk analisis spektrometer massa (Agusta, 2000).
Detektor lain dalam
sistem GC adalah Flame Ionization Detektor (FID). FID merupakan detektor non
spesifik (Martono, 2008) dan kurang sensitif dibandingkan dengan MS (Lehrle et
al., 1999). Hasil penelitian Lehrle et al (1999) menunjukkan MS mampu
meningkatkan respon peak secara signifikan dibandingkan dengan FID (Lehrle et
al., 1999). FID memberikan tanggapan terhadap sebagian besar senyawa kecuali
air, senyawa anorganik dan beberapa senyawa organik tertentu seperti karbon
disulfida (Munson, 1981). Detektor MS sangat spesifik terutama untuk konfirmasi
mutlak terhadap keberadaan suatu senyawa (Martono, 2008). Kedua detektor ini
merupakan detektor yang destruktif. FID bekerja berdasarkan pada pembakaran
rantai karbon (Munson, 1991) dan MS bekerja dengan menembak bahan yang
dianalisis dengan berkas elektron berenergi tinggi (Hartomo dan Purba, 1986 cit
Yasmien et al., 2008).
f.
Sistem pengolahan data dan identifikasi
senyawa
Analisis GC-MS memberikan
dua informasi dasar yaitu hasil analisis kromatografi gas dalam bentuk
kromatogram dan hasil analisis spektrometri massa dalam bentuk spektrum massa.
Kromatogram menunjukkan jumlah komponen kimia dalam campuran yang dianalisis
dan spektrum massa menunjukkan jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk
dari suatu komponen kimia (Agusta, 2000).
Menurut Pieno et al
(2010), analisis minyak atsiri dari buah Melaleuca lecandendron L telah
dilakukan menggunakan GC-MS (Shimadzu–GCMS QP2010S mass selective detector),
kolom kapiler DB-5 (30 m x 0,25 mm, ketebalan lapisan 0,25 µm), sistem elektron
ionisasi dengan energi ionisasi 70 eV dan mass range 35 - 400 amu digunakan
untuk deteksi GC-MS, injeksi dengan ratio split 1 : 50, helium pada flow rate
1,0 mL/menit digunakan sebagai gas pembawa. Injektor dan MS transfer line
suhunya masing-masing diatur pada 230⁰C.
Temperatur kolom dijaga pada 60⁰C
lalu secara perlahan ditingkatkan sampai
230⁰C
dengan peningkatan 3⁰C/menit
kemudiaan dilakukan pada suhu isothermal selama 30 menit.
2.3.Minyak
Atsiri
Minyak
atsiri sebagai bahan wewangian, penyedap masakan dan obat-obatan memiliki akar
sejarah yang dalam. Minyak atsiri, minyak mudah menguap atau minyak terbang
merupakan dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki
komposisi maupun titik didih yang beragam yang diperoleh dari bagian tanama,
akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga (Sastrohamidjojo,
2004).
Dalam
tanaman minyak atsiri mempunyai 3 fungsi yaitu membantu proses peyerbukan
dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman
oleh serangga atau hewan lain dan sebagai cadangan makanan dalam tanaman.
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman,
yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya
air. Minyak tersebut disintesa dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman dan ada
juga yang terbentuk dalam pembuluh resin (Ketaren, 1985).
Dalam tumbuhan minyak atsiri terkandung dalam
berbagai jaringan, seperti didalam rambut kelenjar (pada suku Labiatae), di
dalam sel-sel parenkim (pada suku Zingiberaceae dan Piperaceae), di dalam
saluran minyak (pada suku Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan
lisigen (pada suku Myrtaceae, Pinaceae, Rutaceae), terkandung didalam semua
jaringan (pada suku Coniferae) (Gunawan & Mulyani, 2004).
2.3.1.
Komposisi
Kimia Minyak Atsiri
Pada
umumnya perbedaan komponen minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanama
penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi
yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Ketaren, 1985).
Minyak
atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk
dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O) serta beberapa
persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen (N) dan Belerang (S). Pada
umumnya sebagian besar minyak atsiri terdiri dari campuran persenyawaan
golongan hidrokarbon dan hidrokarbon teroksigenasi.
2.3.2.
Sifat
Fisika Minyak Kayu Putih
Atsiri
Minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi dari segi
fisiknya sama. Minyak atsiri yang bari di ekstrak biasanya tidak berwarna atau
berwarna kekuning-kuningan. Sifat-sifat fisik minyak atsiri yaitu, baunya yang
karakteristik, bersifat optis aktif dan mempunyai sudut putar yang spesifik.
Parameter
yang dapat digunakan untuk tetapan fisik minyak atsiri antara lain :
a. Bobot
Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan berat dari
suatu volume contoh pada suhu 250 C dengan berat air pada volume dan suhu yang
sama. Cara ini dapat digunakan untuk semua minyak dan lemak yang dicairkan.
Alat yang digunakan untuk penentuan ini adalah piknometer. Pada penetapan bobot
jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang
pendek (Ketaren, 1985).
b. Indeks
Bias
Indeks
bias dari suatu zat ialah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dan
kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media kurang pada ke
media lebih padat, maka sinar akan membelok atau membias dari garis normal.
Penentuan indeks bias menggunakan alat refraktometer. Indeks bias berguna untuk
identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian (Guenther, 1987).
c. Putaran
Optik
Setiap
jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke
arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan oleh
jenis minyak atsiri, suhu dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Penentuan
putaran optik menggunakan alat polarimeter (Ketaren, 1985).
2.3.3.
Sifat
Kimia Minyak Atsiri
Perubahan
sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan minyak yang
mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak adalah proses oksidasi, hidrolisis,
polimerisasi (resinifikasi).
a. Oksidasi
Reaksi
oksidasi pada minyak atsiri terutaama terjadi pada ikatan ikatan rangkap dalam
terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air,
sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik dan keton yang menyebabkan
perubahan bau yang tidak dikehendaki (Ketaren, 1985).
b. Hidrolisis
Proses
hidrolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung ester. Proses hidrolisis
ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga
terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara sempurna
dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Ketaren, 1985).
c. Resinifikasi
Beberapa
fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin, yang merupakan senyawa
polimer. Resin ini dapat terbentuk selama proses pen\golahan (Ekstraksi) minyak
yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi serta selama penyimpanan (Ketaren,
1985).
2.3.4.
Cara
Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi
minyak atsiri dapat dilakukandengan beberapa cara yaitu : 1) penyulingan
(destilation), 2) pengepresan (Pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap
(solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak padat (Guenther, 1987).
1)
Metode
Penyulingan
a. Penyulingan
dengan air (water destilation)
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan
disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Minyak atsiri akan
dibawa oleh uap air yang kemudian didinginkan dengan mengalirkannya melalui
pendingin. Hasil sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Perlakuan ini
sesuai untuk minyak atsiri yang tidak rusak oleh pemanasan (Guenther, 1987).
b. Penyulingan
dengan uap (steam destilation)
Model ini disebut juga penyulingan uap atau
penyulingan tak langsung. Pada metode ini bahan tumbuhan dialiri uap panas dengan
tekanan tinggi. Uap air selanjutnya dialirkan melalui pendingin dan hasil
sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Cara ini baik digunakan untuk
bahan tumbuhan yang mempunyai titik didih yang tinggi (Guenther, 1987).
c. Penyulingan
dengan air dan uap (water and steam destilation)
Bahan
tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan air dan uap ditempatkan
dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang yang ditopang
di atas dasar alat penyulingan. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air
berada tidak jauh di bawah saringan, uap air akan baik bersama minyak atsiri
kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil sulingannya adalah minyak atsiri
yang belum murni (Guenther, 1987).
2.3.5. Parameter Kualitas Melaleuca leucadendron L
Banyak yang bertanya
kepada saya via email perihal maksud dari parameter-parameter kualitas minyak
atsiri yang termaktub dalam SNI (standar Nasional Indonesia). Sedikit tulisan
di bawah ini semoga dapat dijadikan wawasan/pengetahuan awal mengenai aspek kualitas
minyak atsiri.
Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk
mengenali kualitas minyak atsiri adalah
sebagai berikut :
a.
Berat
Jenis
Berat jenis merupakan
salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri.
Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara berat
minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada
yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat
komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang
terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya
berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan
terpen tak teroksigenasi.
b. Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan
cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu
tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen
yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat
jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks
biasnya.
Semakin banyak komponen berantai panjang seperti
sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan
medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih
sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar.
Menurut Guenther, nilai indeks juga dipengaruhi salah satunya dengan
adanya air dalam kandungan minyak jahe tersebut. Semakin banyak kandungan
airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang
mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai
indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan
nilai indeks bias yang kecil.
c.
Putaran optik
Sifat optik dari
minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan
dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam
cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke
arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter
ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri.
d.
Bilangan Asam
Bilangan asam
menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin
besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri. Yaitu senyawa-senyawa
asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat
disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak
atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan udara sekitar ketika berada pada botol
sampel minyak pada saat penyimpanan. Karena sebagian komposisi minyak atsiri
jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami
reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga
akan membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan
atau secara langsung kontak dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak juga
senyawa-senyawa asam yang terbentuk. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri
terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan
menambah nilai bilangan asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan
oleh penyulingan pada tekanan tinggi (temperatur tinggi), dimana pada kondisi
tersebut kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar.
e. Kelarutan dalam Alkohol
Telah diketahui bahwa
alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol dapat larut dengan minyak atsiri
maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat
komponen-komponen terpen teroksigenasi.
Hal ini sesuai dengan
pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh
jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri
yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada
yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya
larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi
merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya
alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik.
2.4.Metode
Penyulingan Minyak Kayu Putih
2.4.1.
Metode
Penyulingan
Proses
untuk mendapatkan minyak atsiri secara umum dikenal dengan cara menyuling atau
destilasi terhadap tanaman penghasil minyak. Didunia industri, metode
destilasi/penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan 3 cara, antara lain
:
1. Penyulingan dengan sistem
rebus (Water Distillation)
2. Penyulingan dengan air dan uap
(Water and Steam Distillation)
3. Penyulingan dengan uap langsung
(Direct Steam Distillation)
Penerapan
penggunaan metode tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan seperti jenis
bahan baku tanaman, karakteristik minyak, proses difusi minyak dengan air
panas, dekomposisi minyak akibat efek panas, efisiensi produksi dan alasan
nilai ekonomis serta efektifitas produksi.
a. Penyulingan
dengan sistem rebus (Water Distillation)
Cara penyulingan dengan sistem ini
adalah dengan memasukkan bahan baku, baik yang sudah dilayukan, kering ataupun
bahan basah ke dalam ketel penyuling yang telah berisi air kemudian dipanaskan.
Uap yang keluar dari ketel dialirkan dengan pipa yang dihubungkan dengan
kondensor. Uap yang merupakan campuran uap air dan minyak akan terkondensasi
menjadi cair dan ditampung dalam wadah. Selanjutnya cairan minyak dan air
tersebut dipisahkan dengan separator pemisah minyak untuk diambil minyaknya
saja.
Cara
ini biasa digunakan untuk menyuling minyak aromaterapi seperti mawar dan
melati. Meskipun demikian bunga mawar, melati dan sejenisnya akan lebih cocok
dengan sistem enfleurasi, bukan destilasi. Yang perlu diperhatikan adalah ketel
terbuat dari bahan anti karat seperti stainless steel, tembaga atau besi
berlapis aluminium.
b. Penyulingan
dengan Air dan Uap (Water and Steam Distillation)
Penyulingan
dengan air dan uap ini biasa dikenal dengan sistem kukus. Cara ini sebenarnya
mirip dengan system rebus, hanya saja bahan baku dan air tidak bersinggungan
langsung karena dibatasi dengan saringan diatas air.
Cara
ini adalah yang paling banyak dilakukan pada dunia industri karena cukup
membutuhkan sedikit air sehingga bisa menyingkat waktu proses produksi. Metode
kukus ini biasa dilengkapi sistem kohobasi yaitu air kondensat yang keluar dari
separator masuk kembali secara otomatis ke dalam ketel agar meminimkan
kehilangan air. Bagaimanapun cost produksi juga diperhitungkan dalam aspek
komersial. Disisi lain, sistem kukus kohobasi lebih menguntungkan oleh karena
terbebas dari proses hidrolisa terhadap komponen minyak atsiri dan proses
difusi minyak dengan air panas. Selain itu dekomposisi minyak akibat panas akan
lebih baik dibandingkan dengan metode uap langsung (Direct Steam
Distillation).Metode penyulingan dengan sistem kukus ini dapat menghasilkan uap
dan panas yang stabil oleh karena tekanan uap yang konstan.
c. Penyulingan
dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
Pada sistem ini bahan baku tidak
kontak langsung dengan air maupun api namun hanya uap bertekanan tinggi yang
difungsikan untuk menyuling minyak. Prinsip kerja metode ini adalah membuat uap
bertekanan tinggi didalam boiler, kemudian uap tersebut dialirkan melalui pipa
dan masuk ketel yang berisi bahan baku. Uap yang keluar dari ketel dihubungkan
dengan kondensor. Cairan kondensat yang berisi campuran minyak dan air
dipisahkan dengan separator yang sesuai berat jenis minyak. Penyulingan dengan
metode ini biasa dipakai untuk bahan baku yang membutuhkan tekanan tinggi pada
proses pengeluaran minyak dari sel tanaman, misalnya gaharu, cendana, dll.
Beberapa
aspek penting yang perlu diperhatikan pada proses destilasi antara lain :
1) Bahan baku
(Raw material)
Pilih
bahan baku yang jelas mempunyai randemen minyak tinggi. Pengukuran rendemen
minyak dilakukan di laboratorium atau bisa juga dilakukan sendiri dengan alat
Stahl Distillation.
Sebelum
disuling bahan baku harus dirajang dahulu untuk mempermudah keluarnya minyak
yang berada di ruang antar sel dalam jaringan tanaman.
Tentukan
juga perlakuan awal raw material, apakah bahan basah, layu atau kering. Ini
sangat penting karena setiap bahan baku memerlukan penenangan yang berbeda.
Sebagai contoh perlakuan nilam sebaiknya dalam keadaan kering dengan kadar air
antara 22-25%. Jika yang masuk ketel adalah nilam basah membutuhkan waktu
destilasi lebih lama, akibatnya cost produksi menjadi lebih besar.
2) Alat
Penyulingan
Untuk
mendapatkan produk minyak atsiri yang berkualitas, gunakan alat yang tidak
bereaksi/menimbulkan kontaminasi terhadap produk minyak. Material yang baik
adalah dengan glass/pyrex dan stainless steel. Untuk material glass hanya mampu
untuk skala laboratorium, sedang skala industri biasa digunakan stainless steel.
Jenis
material stainlees steel mulai dari yang paling bagus antara lain :
-
Material
Pharmaceutical Grade (SUS 316)
-
Material
Food Grade (SUS 314)
-
Material
Mild Mild Steel Galvanized
-
Material
Mild Steel
Untuk
keperluan destilasi minyak atsiri biasa digunakan material food grade.
Perlu
diperhatikan juga penggunaan jacket ketel atau sekat kalor jika proses
penyulingan berada didaerah dingin seperti di pengunungan, ini dimaksudkan agar
mengurangi kehilangan kalor panas.
Jangan
lupa dipasang juga accessories control dan safety device yang minimal berupa
thermometer, manometer tekanan (pressure gauge) dan safety valve untuk alat
destilasi yang menggunakan boiler.
3) Condensor
(Pendingin)
Alat
ini digunakan untuk kondensasi (mengembunkan) uap yang keluar dari ketel.
Prinsip kerja alat adalah merubah fase uap menjadi fase cair karena pertukaran
kalor pada pipa pendingin. Pada alat berskala laboratorium bisa menggunakan
condensor lurus (liebig), sedang untuk skala industri harus menggunakan
kondensor yang lebih besar. Kondensor untuk skala produksi berbahan stainless
dalam bentuk pipa spiral agar kontak dengan air pendingin lebih lama dan area
perpindahan kalor juga lebih panjang.
4) Separator
(Pemisah Minyak)
Alat ini berfungsi untuk memisahkan
minyak atsiri dengan air berdasarkan perbedaan berat jenis. Separator untuk
alat suling sistem kukus kohobasi tersedia 2 macam yaitu untuk minyak dengan
density (massa jenis) rendah dan minyak density tinggi.
5) Receiver
Tank (Tangki Penampung)
Digunakan
untuk menampung minyak atsiri, bisa dari bahan glass atau stainless steel.
Untuk bahan glass, gunakan botol gelap agar minyak terhindar dari masuknya
sinar matahari langsung sehingga tidak menurunkan grade minyak.
2.4.2.
Metode Penyulingan Minyak Kayu Putih
Proses
penyulingan minyak kayu putih ini terbagi dalam tiga tahap, yaitu :
a. Pembuatan Uap
Alat-alat
yang digunakan pada pembuatan uap sebagai penyuplai uap panas antara lain :
1) Boiler
Berfungsi
untuk memproduksi uap yang akan digunakan untuk mendestilasi minyak kayu putih
dari daun kayu putih pada bak daun yang dihasilkan air yang berasal dari water
softener yang dimasukkan ke dalam boiler dengan pompa.
2) Ruang Bakar
Berfungsi sebagai
tempat pembakaran bahan
bakar dari daun
bekas masak kayu putih (bricket) dan sebagai tempat pemanasan air awal
yang dihubungkan dengan boiler. Konstruksi dinding api dari pipa-pipa uap yang
melengkung dan menjadi
satu di atas
dengan pipa uap diameter 10” dan digabungkan dengan uap
yang terbentuk di boiler. Lantai ruang
bakar terbuat dari semen tahan api dan berlubang-lubang untuk pemasukan udara
segar dari luar yang dihisap oleh exhaust fan.
3) Exhaust Fan
Berfungsi
menghisap udara panas yang telah dipakai untuk memanasi ruang bakar dari ketel
uap dan memasukkan udara segar ke dalam ruang bakar untuk kemudian dihembuskan
ke cycloon.
4) Cycloon
Berfungsi
memisahkan debu yang terhisap dari boiler oleh exhaust fan agar tidak keluar ke
udara bebas.
5) Chimney
Berfungsi
mengalirkan asap pembakaran ke udara. Sedangkan untuk pengumpan air digunakan
alat-alat sebagai berikut.
6) Pompa feeding water
berfungsi
memompa air untuk masuk ke dalam boiler secara otomatis tangki air umpan yang
telah dilunakkan dalam tangki water softener.
7) Water softener
Berfungsi
melunakkan air yang masuk ke dalam
boiler dari kadar kapur, agar tidak mudah membentuk lapisan kapur
yang menempel di bagian dalam boiler.
8) Feed pump water softener
Berfungsi
memompa air yang akan dilakukan ke dalam water softener dari bak air.
9) Feed tank
Berfungsi
menyimpan air yang sudah dilewatkan water softener dan sudah lunak untuk
dipompa masuk ke dalam boiler.
b. Penguapan Daun
Alat-alat
yang digunakan pada penguapan atau pemasakan daun adalah sebagai berikut :
1) Bak Daun
Bak
Daun berfungsi sebagai wadah untuk
keranjang yang berisi daun kayu putih yang akan diberi uap panas dari ketel
uap. Kapasitas bak adalah 1.500 kg. Jumlah bak daun di pabrik ini ada 2 unit.
2) Keranjang Daun
Keranjang
Daun berfungsi untuk tempat daun kayu
putih yang akan dimasak / diuapi dalam bak daun, sehingga mudah untuk
dimasukkan dan dikeluarkan. Kapasitas keranjang adalah 1.250 kg daun kayu
putih. Jumlahnya 2 unit.
3) Hoist Crane
Hoist
Crane berfungsi untuk memasukkan dan
mengangkat keranjang daun dari bak daun yang akan dan telah selesai dimasak.
Kapasitas daya angkat 1 ton, sedang jumlahnya 1 buah.
c. Pendinginan dan Pemisahan Minyak
dengan Air
Alat-alat
yang digunakan pada proses pendinginan uap
minyak daun kayu putih, antara lain adalah :
1) Condensor
Berfungsi mengembunkan uap minyak
air dan uap air yang keluar dari ketel uap untuk dijadikan cairan dengan cara
didinginkan.
2) Pompa air condenser
Berfungsi
memompa air pendingin dari bak air
pendingin untuk dipompa masuk ke dalam condensor dan keluar
lagi menuji cooling tower.
3) Cooling tower berfungsi mendinginkan air dari bak
air yang akan dialirkan melalui condensor, dari suhu 1040F (400C) menjadi 920F
(330C).
Sedangkan
untuk memisahkan air dengan minyak kayu putih, alat-alat yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1) Separator berfungsi memisahkan
minyak kayu putih
dari air yang
keluar bersamaan dari kondensor dengan
menggunakan sistem gravitasi. Air akan
keluar dari bagian bawah
dan langsung dibuang
ke sungai, sedangkan minyak
kayu putih akan keluar
bagian atas. Proses pemisahan ini dikontrol melalui kaca
pengamat.
2) Tangki penampung minyak kayu putih berfungsi menampung minyak kayu putih
dari separator. Kapasitas 200 liter.
Penyulingan
minyak kayu putih ini masuk dalam kategori penyulingan dengan sistem rebus
(Water distillation). Berikut ini adalah langkah-langkah penyulingan sederhana
pada industri kecil menengah minyak kayu putih.
1. Daun
kayu putih dipetik terlebih dahulu dari pohonnya kemudian baru dilakukan
penyulingan secara sederhana.
2. Penyulingan dilakukan dengan cara
memasukkan daun kayu putih ke atas rak dalam ketel tempat perebusan dan pada
dasar ketel diisi air yang dibakar menggunakan tungku, ketel ditutup rapat agar
uapnya tidak keluar. Di sebelah ketel tersebut ada bak penampung air yang merupakan
salah satu tahap penyulingan.
3. Uap
dari daun yang direbus didinginkan hingga menjadi minyak air putih yang keluar
dari pipa penyulingan dengan sendirinya. Penyulingan berlangsung kurang lebih
20 menit.
4.
Setelah
minyak kayu putih keluar dilakukan pengemasan, namun sebelum dilakukan
pengemasan, minyak kayu putih disaring terlebih dahulu dengan kapas, kemudian
baru dimasukkan dalam botol dan ditutup rapat. Selain dapat menghasilkan minyak
kayu putih, batang dan daun yang telah dimasak dikeringkan kembali yang
kemudian bisa digunakan untuk pembakaran minyak kayu putih tersebut kemudian
minyak kayu putih siap untuk dipakai.
2.5.Sifat-Sifat Minyak Kayu Putih dan
Manfaatnya Bagi Kesehatan
Selain memiliki berbagai kandungan zat-zat kimia, minyak
kayu putih memiliki beberapa sifat-sifat seperti berikut :
1.
Dekongestan,
Membantu menghilangkan sesak di dada saat dihirup melalui hidung
2.
Ekspektoran,
membantu pelepasan lendir dari paru-paru.
3.
Analgesik,
membantu menghilangkan rasa sakit.
4.
Antibakteri,
membantu membunuh spesies bakteri tertentu dalam tubuh.
5.
Antijamur,
membantu membunuh spesies jamur.
6.
Antivirus,
aktif terhadap beberapa virus.
7.
Antineuralgic,
memberikan efek perlindungan pada sistem saraf.
8.
Antiseptik,
mencegah infeksi pada luka.
9.
Karminatif,
membantu pengusiran gas dalam usus.
10.
Mengeluarkan
keringat, mempromosikan keringat berlebihan.
11.
Antipiretik,
untuk meredakan demam.
12.
Insektisida,
digunakan untuk membunuh banyak spesies serangga.
13.
Vulnerary
(cicatrizant),membantu dalam penyembuhan luka dan goresan.
14.
Tonic,
meningkatkan kerja yang lebih baik dari saluran tubuh.
15.
Antispasmodic,
mengurangi kejang.
16.
Astringent,
menghilangkan kelebihan minyak dalam kulit.
17.
Anti-inflamasi,
mengurangi peradangan.
18.
Antioksidan,
manfaat antioksidan melindungi sel dari kerusakan radikal bebas.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil
dari pembahasan potensi dan pemanfaatan minyak kayu putih, adalah sebagai berikut :
1.
Minyak
kayu putih adalah kelompok minyak atsiri yang dihasilkan dari penyulingan atau
destilasi daun dan ranting pohon kayu putih.
2.
Didunia
industri, metode destilasi/penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan 3
cara, antara lain penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation),
penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation), penyulingan
dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
3.
Proses
penyulingan minyak kayu putih ini terbagi dalam 3 tahap yaitu pembuatan uap,
penguapan daun, serta pendinginan dan pemisahan minyak dengan air.
4.
Selain
memiliki berbagai kandungan zat-zat kimia, minyak kayu putih memiliki beberapa
sifat-sifat seperti dekongestan, ekspektoran, analgesik, antibakteri,
antijamur, antivirus, antineuralgic, antiseptik, karminatif, mengeluarkan
keringat, antipiretik, insektisida, vulnerary (cicatrizant), tonic,
antispasmodic, astringent, anti-inflamasi, dan antioksidan.
3.2.Saran
Adapun saran dari pembuatan makalah
ini ialah agar kiranya dari pembahasan ini dapat membantu pihak-pihak yang
ingin memproduksi minyak kayu putih, dan juga diharapkan akan ada pengembangan
teknologi berkaitan dengan industri minyak kayu putih.
DAFTAR
PUSTAKA
Guenther,
E. (1987). The Essential Oils.
Terjemahan. Ketaren, R.S. (1990). Minyak Atsiri. Jilid II. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta. Hal. 103
Gunawan,
D. & Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat
Alam (Farmakognosi). Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 122.
Universitas Sumatera Utara
Haris,
R. (1987). Tanaman Minyak Atsiri.
Surabaya: Penebar Swadaya. Hal. 56-57. Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi
Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Hal. 220 - 228.
Haryono, Ferry. 2007. Parameter Kualitas Minyak Atsiri. http://ferry-atsiri.blogspot.com/2007/11/parameter-kualitas-minyak-atsiri.html/
[Diakses pada tanggal 12 November 2015].
Ketaren,
S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak
Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Hal. 220 - 228.
Lutony,
T.L. & Rahmayati, Y. (1994). Produksi
Dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 79 –
82
Sastrohamidjojo,
H. (2004). Kimia Minyak Atsiri.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 14 Silverstein, R. M. Bassler,
G. C., dan Morril, T. C. (1986).
Suharman. 2007. Kayu Putih. http://tanamanherbal.
wordpress.com/2007/12/16/ kayu-putih/ [Diakses pada tanggal 12 November 2015].
Post a Comment