PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembukaan
wilayah hutan adalah salah satu kegiatan pengelolaan hutan yang menyediakan
prasarana/infrastruktur untuk melancarkan kegiatan pengelolaan hutan, sehingga
dapat terwujud pengelolaan hutan lestari (elias, 2007). Pembukaan wilayah hutan
mempunyai fungsi untuk mempermudah penataan hutan; mempermudah pengangkutan
pekerja, peralatan, dan bahan-bahan keluar masuk hutan; mempermudah kegiatan
pembinaan hutan; mempermudah kegiatan pemanenan hutan, penebangan, penyaradan,
pengumpulan, dan pengangkutan, serta mempermudah kegiatan hutan lainnya. Konsep
pembangunan PWH adalah dalam perencanaan, pelaksanaan pembuatan dan
pemeliharaan prasarana PWH harus memperhatikan aspek teknis, ekonomis, dan
ekologis secara terpadu dalam 4 bidang, yaitu:
-
Perencanaan hutan,
-
Penataan areal hutan,
-
Pembukaan wilayah hutan, dan
-
Pemilihan sistem pemanenan kayu.
Perencanaan
hutan adalah suatu bagian proses pengelolaan hutan untuk memperoleh landasan
kerja dan landasan hukum agar terwujud ketertiban dan kepastian hukum dalam
pemanfaatan hutan sehingga menunjang diperolehnya manfaat hutan yang optimal,
berfungsi serbaguna dan pendayagunaan secara lestari. Operasi di bidang
kehutanan adalah merupakan kegiatan yang sangat kompleks, hal ini memerlukan
perencanaan yang matang dan banyak keputusan harus diambil sebelum kegiatan
yang dimaksud dilaksanakan. Perencanaan jangka panjang harus dikembangkan jauh
sebelum kegiatan dimulai, pengetahuan tentang hasil inventarisasi dari sumber
hutannya, keadaan topografi, kondisi tanah dan lain sebagainya. Perencanaan ini
harus menggaris bawahi tentang lokasi dari jaringan jalan hutan termasuk jalan
cabang yang dipertimbangkan sesuai dengan system logging yang akan
diselenggarakan atau system lain yang diterapkan pada pemungutan hasil hutan.
Pembuatan
jalan hutan hendaknya ditinjau dari segi ekonomi dalam hubungannya dengan
kesulitan tentang kelerangan dan temporarinya penggunaan jalan ini. Utamanya,
diluar persoalan, dapat diberikan pelindung pada jalan ini dengan penutupan
oleh aspal atau semen yang sudah pasti memerlukan biaya sangat besar.
Perencanaan pembuatan jalan hutan tidak sama metodanya dengan pembuatan jalan
umum yang terkadang memakai metoda yang memerlukan biaya sangat tinggi, tetapi
juga tidak sama sekali mengesampingkan metoda itu. Jalan hutan memerlukan
keahlian khusus dan pengetahuan yang masak dari daerah yang bersangkutandari
seorang rimbawan. Keberhasilan suatu eksploitasi sangat tergangtung kepada
biaya pembangunan jalan hutan dan banyaknya jaringan jalan untuk melayani
angkutan log. Terdapat lima bagian yang perlu dipertimbangkan:
1.
Manfaat jalan hutan, penggunaannya, bentuk
permukaannya dan bentuk melintangnya,
2.
Manfaat pembuatan jalan hutan dengan cara
pemadatan tanah, jenis tanahnya dan komposisi lapisan dasarnya,
3.
Penetapan arah jalan,
4.
Proses pembangunan jalan:
pembersihan wilayah, pengolahan tanah, pemadatan, kemiringan, drainase dan
pemeliharaan,
5.
Masalah pemilihan alat kerja dan
pemeliharaannya.
2.
Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai tugas pengaganti praktikum
mata kuliah Pembukaan Wilayah Hutan.
PEMBAHASAN
PERENCANAAN TRACE JALAN
1. Perencanaan dan Pembuatan Jalan
Hutan
Jaringan jalan hutan direncanakan pertama pada peta
topografi dan kemudian kerjakan di lapangan
dengan menggunakan kompas, klinometer, cat atau kaset lesu (Parsakhoo et
al., 2010) . Tidak seperti halnya jalan yang dipergunakan untuk umum
jalan hutan hanya melayani sedikit keperluan. Intensitas lalu lintas yang
jarang, kebanyakan lalu lintas satu arah, kadang-kadang digunakan untuk
menaikan kayu, jarang mempunyai daerah untuk berpapasan kalau jalan itu
digunakan dua arah, biasanya lalu lintas yang terjadi adalah truk yang panjang
dan berat. Pada pengusahaan hasil hutan, setiap jalan atau bagian jalan, tidak
mempunyai aturan seperti jalan umum. Sifat dari tiap bagian jalan tergantung
kepada fungsi dari jalan tersebut, yaitu melayani konsesi hutan khususnya dalam
hal eksploitasi.
Objek dari
pekerjaan eksploitasi adalah pemindahan kayu hasil tebangan ke tempat-tempat
khusus atau tempat pelegoan, terkadang juga melayani kegiatan lain di bidang
kehutanan. Log yang terdekat, dihela ke tempat landing atau semacam depot yang
dapat dilalui oleh truk. Setiap tempat landing dihubungkan oleh jalan tebang
yang akan mengangkut kayu kemudian ke jalan yang lebih besar, sampai ke tempat
pelegoan berupa jalan umum atau sungai atau jalan rel permanen.
Jalan untuk
keperluan eksploitasi, secara umum dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
·
Jalan Utama (main roads)
·
Jalan cabang /anak jalan (secondary
roads)
·
Jalan ranting (feeder roads/brand
roads)
Untuk setiap
jalur jalan, profil dan irisan melintangnya perlu terlebih dahulu direncankan,
sifat-sifat khusus yang harus ditentukan antara lain: Peta dari jaringan jalan,
profil longitudinalnya, bentuk irisan melintangnya yang member petunjuk tentang
kedudukan tanjakan/turunan, penimbunan dan galian, tikungan dan sebagainya.
Jalan hutan, sebagaimana halnya jalan umum yang permukaan diperkeras, merupakan
struktur engineering; yang terdiri dari dua bagian: Lapisan bawah (subgrade)
dan lapisan lantai (pavement).
2. Tikungan/Belokan
Rute jalan
hutan biasanya mengikuti keadaan daerahnya, menelusuri sejajar kontur. Untuk
mengikuti kontur tersebut tentu akan mengakibatkan jalan sangat panjang dan
tidak ekonomis. Dengan demikian jalan dapan
melintasi lembah ataupun puncak bukit agar jalan tidak terlalu panjan
dan dapat menghemat biaya/ekonomis. Hal ini menyebabkan jalan terlalu terjal
atau curam, maka pada lembah yang dilalui perlu dilaksanakan pengurungan atau
penimbunan yang bahannya dapat diperoleh dari puncak bukit yang digali karena terlalu
tinggi.
Tikungan
merupakan suatu busur lingkaran untuk menghilangkan tajamnya sudut pertemuan
antara dua garis lurus. Titik pertemuan antara dua garis lurus di lapangan, ada
yang bisa dicapai dan ada yang tidak. Titik yang bias dicapai dilapangan sangat
mempermudah pembuatan busur lingkaran tikungannya karena dengan membagi dua
sama besar sudut yang terbentuk dan menarik garis baginya, pada garis inilah
terletak titik pusat lingkaran dengan jarijari yang sangat bervariasi besarnya.
Pembuatan
tikungan/belokan (curve) harus direncanakan sesuai dengan keperluan pemakai
tikungan tersebut, yaitu menjamin keselamatannya. Terdapat tiga (3) masalah
yang perlu diperhatikan pada saat menikung:
a.
Kestabilan kendaraan pada saat
menikung,
b.
Jarak pandang di tikungan,
c. Kemampuan kendaraan/pengemudi
menghadapi tikungan.
Selain perlu
mempertimbangkan ke tiga factor diatas, perlu dipertimbangkan pula keadaan yang
memaksa pada suatu tikungan dibuat tanajkan atau turunan,maka disini, selain
gaya sentrifugal yang bekerja, juga gaya grafitasi, yang mempengaruhi
kestabilan kendaraan.
3. Teknik Pembuatan Jalan pada Tanah
dengan Daya Dukung Rendah
Di suatu wilayah yang tanahnya hanya
terdiri dari lempung (silt), liat (clay) atau tanah organisasi (organic soils),
dengan jumlah curah hujan yang tinggi, diperlukan teknik khusus dari pembuatan
jalan dalam rangka menjamin kontinuita angkutan log dan pembukaan wilayah
hutan.
a.
Letak Jaringan Jalan Hutan
Di daerah
berbukit-bukit dan lapangan curam, hendaknya di bangun jalan paunggung (ridge
roads), seandainya memungkinkan,atau jalan hendaknya dibangun pada lereng
tebing.Khususnya pada wilayah dengan kondisi yang sulit, ketentuan dari
kerapatan jaringan jalan, adalah paling penting.Kerapatan jaringan jalan sangat
tergantung kepada jarak rata-rata pengolahan (system pengolahan,yang
diterapkan, ekonomi yang optimum dari pengolahan dengan menggunakan traktor ban
baja, traktor ban karet, logging dengan cable-crane.
Letak umum
dari jaringan jalan hutan, boleh direncanakan dengan melalui potret udara atau
peta dengan garis kontur. Apabila hal ini tidak memungkinkan, dengan bantuan
pemandangan keadaan topografi hasil survai, dapat pula dilaksanakan. Dari hasil
survai tersebut, tempat khusus dari keadaan lapangan, misalnya : bentuk
wilayah, tanah, aliran arus air, daerah bercadas/batu, erapatan tegakan dan
data lain yang diperlukan untuk menghasilkan lokasi optimum dari jalan. Sesuai
dengan perolehan informasi ini poros dari rute jalan hendaknya digambar pada
peta dan setelah disurvai lagi, jalur jalan yang paling tepat dapat ditentukan.
b.
Penebangan dan Operasi Pembersihan
Pada suatu
wilayah dengan daya dukung tanah sangat rendah, setelah penebangan pohon sepanjang
jalur jalan, pembersihan dan pembuangan tonggak dapat dilakukan dengan
menggunakan crawler-tractor. Biasanya, lebar minimum pembersihan mencapai 18
meter.
c.
Penggusuran Tanah dan Pembentukan
Lapisan Dasar
Tergantung
kepada jumlah tanah yang digusur, penggusuran tanah dengan menggunakan traktor
berukuran 65 Hp. Diperlukan 10 – 20 hari untuk setiap kilometer pembuatan
lapisan dasar jalan. Di atas lapisan yang telah disiapkan tadi, diletakkan
beberapa kayu bulat dengan diameter tengah rata-rata 10 cm, dengan panjang 4
meter, sebagai alas pada posisi memanjang arah jalan dan lapisan ke dua
diletakkan tegak lurus pertama. Log yang diameter tengahnya lebih besar,
dikupas dengan kampak dan kemudian diangkut dan disusun dengan tangan, dengan
jarak sejauh 5 meter dengan lebar 4 meter.
Selain
menggunakan log pada lapisan dasar dengan daya dukung tanah yang rendah, salah
satu yang juga dapat digunakan adalah semacam lapisan yang tidak bergelombang,
khususnya untuk menjamin tidak terjadinya pencampuran lapisan dasar dengan
lumpur, tanah liat atau tanah yang berdaya dukung rendah.
d.
Kerikil/Batuan Pemberian
Setelah
bidang dasar dilapisi denga log atau lapisan berupa non-woven fabric,
selanjutnya dilapisi oleh batuan atau kerikil. Di negara berkembang, penebaran
batuan dengan tangan manusia kerapkali dilakukan dengan pertimbangan factor
ekonomi. Tetapi betapapun terakhir kalinya tetap diperlukan mesin grader untuk
menggilasnya. Penggilas ringan atau bulldozer dipergunakan untuk memadatkan
material pengerasan tadi langsung pada saat dump truck menurunkan batuan yang
berjalan sambil mundur pada jalan yang baru saja dilapisi.
4. Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan merupakan campuran
antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan
intuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu
pecah atau batu
belah atau batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen ataupun tanah liat.
a.
Jenis Konstruksi Perkerasan
Berdasarkan
bahan pengikatnya kntruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas :
· Konstruksi perkerasan lentur
(flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan
pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban
lalu lintas ke tanah dasar,
· Konstruksi perkerasan kaku (rigid
pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebgai
bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah
dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar
dipikul oleh pelat beton,
· Konstruksi perkerasan komposit
(composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan
perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau
perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.
b.
Jenis dan Fungsi lapisan Perkerasan
Konstruksi
perkerasan terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang
telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban dan
menyebarnya ke lapisan di bawahnya. Beban lalu lintas yang bekerja di atas
konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas:
1. Muatan kendaraan berupa gaya
vertical
2. Gaya rem kendaraan berupa gaya
horizontal
3. Pukulan roda kendaraa berupa
getaran-getaran.
Karena sifat penyebaran gaya maka
muatan yang diterima oleh masing-masing lapisan berbeda dan semakin ke bawah
semakin kecil. Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang
bekerja, lapisan pondasi atas menerima gaya vertical dan getaran, sedangkan
tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertical saja.
5. Jaringan Jalan di Daerah Berbatu
Di wilayah hutan pegunungan,
pembangunan jalan
sangat sulit dilakukan, karena jumlah batu-batuan yang lebih besar dari tanah yang ada. Pada wilayah
ini, sering dilakukan peledakan batu menggunakan jasa agen peledak dengan
metode tradisional seperti peledakan dinamit dan non-peledak. Kemudian
buldoser dan hidrolik excavator digunakan untuk menghilangkan batu yang sudah hancur. Peledakan dilakukan secara non-eksplosif, yaitu peledakan batuan dilakukan
di dalam lubang
dengan tujuan untuk perlindungan pohon-pohon di zona yang berdekatan (Parsakhoo et
al., 2010)
Menurut (Parsakhoo
et al., 2010), Proses
konstruksi jalan hutan dapat dikelompokkan menjadi sepuluh langkah utama yaitu: (1)
perencanaan jaringan, (2) mentransfer jaringan dari rencana ke tanah, (3)
pemetaan, pengolahan data dan desain bagian, (4) rightof- cara penebangan, (5)
perintis, (6) kanan dari arah penebangan, (7) kliring dan bersifat buaya, (8)
penggalian dan tanggul, (9) tanah dasar finishing dan (10) permukaan.
KESIMPULAN
Perencanaan hutan adalah suatu bagian proses pengelolaan
hutan untuk memperoleh landasan kerja dan landasan hukum agar terwujud
ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan hutan sehingga menunjang
diperolehnya manfaat hutan yang optimal, berfungsi serbaguna dan pendayagunaan
secara lestari.
Pebuatan jalan dapat
dilakukan pada daerah berawa, daerah dengan lereng curam ataupun pada daerah
berbatu, tetapi biaya yang dikeluarkan pastilah sangat besar. Pembuatan jalan
hutan hendaknya ditinjau dari segi ekonomi dalam hubungannya dengan kesulitan
tentang kelerangan dan temporarinya penggunaan jalan ini. Utamanya, diluar
persoalan, dapat diberikan pelindung pada jalan ini dengan penutupan oleh aspal
atau semen yang sudah pasti memerlukan biaya sangat besar.
DAFTAR
PUSTAKA
Elias, 2007. Modul 2. Pelatihan
Pembukaan Wilayah Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor
Parsakhoo et al.
2010. Forest roads Planning and Construction in Iranian
Forestry.Department of Forestry, Faculty of
Natural Resources, Sari
Agricultural
Sciences and Natural Resources University, Sari, Iran.
Post a Comment