Laporan Lengkap Praktikum Geologi Dan Ilmu Tanah Hutan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu penyusun kehidupan kehidupan dimuka bumi yang menempati ruang alam semesta. tanah juga merupakan salah satu media utama tempat tumbuh tanaman. Dengan adanya berbagai jenis tanah, maka perlu adanya penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui sifat dari semua tegakan yang dapat tumbuh diatasnya. Hutan juga mempunyai pengaruh yang sngat besar bagi tanah, tata air, Pemukiman, reaksi dan perlindungan margasatwa serta tempat pendidikan.
Tanah sebagai tempat tumbuhnya tanaman yang mempunyai sifat yang  unik, baik itu sifat fisik, kimia, maupun biologinya. Tanah akan mempunyai sifat yang berbeda, tergantung dari faktor pembentuk tanah tersebut, seprti iklim vegetasi, bahan induk, topografi, dan waktu yang menentukan tunbuhan apa yang akan tumbuh dan berkembang pada tanah tersebut. Oleh karena itu, tumbuhan dapat tumbuh pada suatu daerah tertentu, tergantung dari faktor pembentuk tanah itu sendiri dan lingkungan sekitar tempat tersebut.
Karakteristik lahan merupakan sifat yang dimiliki oleh lahan itu sendiri. Karakteristik lahan erat hubungannnya dengan vegetasi yang sesuai dengan lahan atau dengan kata lain suatu jenis tanaman cocok tumbuh atau dikembangkan pada tanah itu atau tidak, sehingga dalam penentuan tersebut perlu adanya survei tentang kesesuaian lahan untuk mengetahui karakteristik dan sifat lahan.
Hal-hal diatas yang melatar belakangi dilakukannya pengambilan sampel  tanah di lokasi pengambilan sampel untuk dilakukan percobaan di laboratorium.

B.     Tujuan dan Kegunaan
1.      Tujuan
a.       Mengetahui cara pengambilan sampel tanah pada lokasi praktek.
b.      Memperoleh sampel tanah dalam ring sampel dan sampel tanah terusik untuk digunakan pada kegiatan praktikum di Laboratorium.
2.      Kegunaan
Kegunaan dari praktek lapang pengambilan sampel tanah ini, adalah untuk mengetahui cara pengambilan sampel tanah pada lokasi praktek, dan juga untuk memperoleh sampel tanah dalam ring sampel dan sampel tanah terusik untuk digunakan pada kegiatan praktikum di Laboratorium.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tanah
1.      Pengertian Tanah
Tanah (pedosfer) adalah lapisan kulit bumi yang tipis terletak di bagian paling atas permukaan bumi. Material yang tidak padat, sebagai media untuk menumbuhkan tanaman (SSSA, Glossary of Soil Science Term). Menurut Dokuchaev: Tanah adalah suatu benda fisis yang berdimensi 3 terdiri dari panjang, lebar, dalam yang merupakan bagian paling atas dari kulit bumi (Hanafiah, 2005).
Tanah sangat mendukung terhadap kehidupan tanaman yang menyediakan hara dan air di bumi. selain itu, Tanah juga merupakan tempat hidup berbagai mikroorganisme yang ada di bumi dan juga merupakan tempat berpijak bagi sebagian mahluk hidup yang ada di darat. Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan mencegah terjadinya erosi, meskipun tanah sendiri juga bisa tererosi (Hanafiah, 2005).

2.      Jenis-jenis Tanah
Interaksi antara faktor-faktor pembentuk tanah akan menghasilkan tanah dengan sifat-sifat yang berbeda. Berdasarkan pada faktor pembentuk dan sifat tanah inilah, beberapa ahli mengklasifikasikan tanah dengan klasifikasi yang berbeda. Tingkat kategori yang sudah banyak dikembangkan dalam survei dan pemetaan tanah di Indonesia, yaitu tingkat kategori jenis (great soil group) (Irvansah, 2013).
Klasifikasi jenis-jenis tanah pada tingkat tersebut sering digunakan untuk mengelompokkan tanah, yaitu (Irvansah, 2013) :
a)      Tanah Vulkanis (Tanah Gunung Api)
Tanah Vulkanis adalah tanah hasil pelapukan bahan padat dan bahan cair yang dikeluarkan oleh gunung berapi. Tanah tersebut sangat subur karena mengandung unsure hara atau mineral yang diperlukan tanaman. Pemanfaatannya dipergunakan didaerah pertanian dan perkebunan. Tanah Vulkanis terdiri dari 2 jenis yaitu :
-          Regosol
Memiliki cirri-ciri berbutir kasar, berwarna kelabu hingga kuning, cocok untuk tanaman palawija, tembakau dan buah-buahan,
-          Andosol
Memiliki cirri-ciri berbutir halus, tidak mudah tertiup angin, berwarna abu-abu, tanah ini sangat subur cocok untuk pertanian.
b)      Tanah Aluvial
Tanah alluvial adalah jenis tanah yang berasal dari pasir atau lumpur yang dibawa oleh aliran sungai lalu diendapkan pada daerah dataran rendah atau lembah. Unsure hara yang terkandung dalam tanah alluvial sangat bergantung pada asal daerahnya dan tanah ini berwarna kelabu.
c)      Tanah Gambut atau orgasonol (Tanah Rawa)
Tanah Gambut berwarna hitam, memiliki kandungan air dan bahan organic yang tinggi, tingkat keasaman (PH) juga tinggi, miskin unsure hara, drainase jelek dan pada umumnya kurang subur. Pemanfaatan tanah gambut untuk persawahan, palawija, dan tanaman perkebunan seperti karet dan kelapa.
d)      Tanah Podzoliq
Tanah ini terbentuk dari batuan kuarsa, jenis tanah ini berwarna merah sampai kuning, bersifat asam sekali. Kandungan bahan organic sedikit, dan kandungan unsure hara rendah. Pemanfaatan tanah podzoliq ini cocok untuk tanaman karet, pinus dan akasia.
e)      Tanah Kapur/Mediterania (Terarosa)
Tanah kapur yaitu jenis tanah hasil pelapukan dari batuan kapur (batuan endapan). Tanah ini berwarna hitam dan miskin unsure hara, sehingga jenis tanah ini kurang subur.  Tanah kapur baik untuk tanaman Jati dan Palawija.
f)       Tanah Litosol
Tanah Litosol adalah jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak begiti tebal. Tanah ini berasal dari jenis batuan-batuan keras yang belum mengalami proses pelapukan secara sempurna sehingga sukar ditanami dan kandungan unsure haranya sangat rendah.


g)      Tanah Latosol
Tanah latosol merupakan jenis tanah tua, tanah ini terbentuk dari batu api yang kemudian mengalami proses pelapukan lebih lanjut. Jenis tanah Latosol bersifat asam dan kandungan bahan organiknya rendah hingga sedang. Tanah ini cocok untuk hutan tropis.
h)      Tanah Fodzol (Tanah Pucat)
Tanah ini terbentuk karena pengaruh suhu rendah dengan curah hujan yang tinggi, berwarna merah hingga kuning. Tanah fodzol mengandung unsure hara yang sangat miskin, tidak subur dan sulit ditanami. Tanah ini baik untuk tanaman kelapa dan jambu mete.
i)       Tanah Mergel
Tanah mergek adalah campuran tanah liat, kapur dan pasir. Persebaran tanah mergel terdapat di Kediri dan Madiun (Jawa Timur) serta Nusa Tenggara. Tanah ini subur dan cocok dimanfaatkan untuk tanaman Jati.
j)       Tanah Laterit
Tanah laterit adalah tanah hasil pencucian karena pengaruh suhu rendah dan curah hujan tinggi, mengakibatkan berbagai mineral yang dibutuhkan oleh tanaman larut dan meninggalkan sisa oksidasi besi dan alumunium sehingga tanah ini tidak subur. Tanah laterit terdapat di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat. Pemanfaatannya cocok untuk keplapa dan jambu mete.

k)      Tanah Humus
Tanah humus terbentuk dari pelapukan tumbuh-tumbuhan. Tanah humus sangat subur dan dapat ditemukan dibawah batuan dan tumbuh-tumbuhan yang lebat. Tanah humus biasanya berwarna hitam.

3.      Profil Tanah
Pembentukan lapisan atau perkembangan horizon dapat membangun tubuh alam yang disebut tanah. Tiap tanah dicirikan oleh susunan tertentu horizon. Secara umum dapat disebutkan bahwa setiap profil tanah terdiri atas dua atau lebih horizon utama. Horizon dapat dibedakan berdasarkan warna, tekstur, struktur dan sifat morfologis lainnya (Utami, 2012).
Penampang tanah secara horizontal dapat dibedakan menjadi beberapa lapisan, yaitu (Hanafiah, 2005) :
a)      Horizon O
Horizon ini dapat ditemukan pada tanah-tanah hutan yang masih alami. Lapisan ini merupakan lapisan organik yang berada di atas tanah mineral.
b)      Lapisan Tanah Atas atau Horizon A
Merupakan lapisan tanah paling atas, pada umumnya berupa tanah organik karena berupa tanah muda sehingga terpengaruh oleh kondisi diatas permukaan tanah.
c)      Horizon E
Merupakan lapisan warna terang, terdiri dari pasir dan lumpur, setelah kehilangan sebagian besar dari tanah liat dan mineral sebagai bertitisan melalui air tanah.
d)      Lapisan Tanah Bawah atau Horizon B
Lapisan ini merupakan zona pengendapan partikel tanah yang tercuci dari horizon A. Pada lapisan ini terdapat bahan organik namun tidak sebanyak seperti pada lapisan tanah atas atau horizon A.
e)      Regolith atau Horizon C
Pada lapisan ini sudah mulai terbentuk namun masih ada ciri-ciri struktur batuan induk. Zona terjadinya pelapukan bahan induk tanah.
f)       Horizon D dan R (Bed rock)
Pada horizon D dan R tersusun atas batuan keras yang tidak terlapukan. Batuan ini dinamakan sebagai batuan induk atau dasar.

4.      Susunan Utama Tanah
Tanah terdiri dari empat komponen utama yaitu bahan mineral, bahan organik, udara dan air tanah. Berikut merupakan penjelasan dari komponen pembentuk tanah, yaitu sebagai berikut (Syakur, 2008) :
a)      Mineral
Mineral anorganik dalam tanah berasal dari pecahan-pecahan batu-batuan yang berukuran kecil serta jenis-jenis mineral lainnya, merupakan sumber hara potensial dan dapat menyediakan hampir semua unsur hara kecuali nitrogen.
b)      Bahan Organik
Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada di dalamnya.
c)      Air
Air terdapat di dalam tanah karena ditahan/diserap oleh masa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Air dapat menyerap atau di tahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi dan grafitasi.
d)      Udara
Udara dan air mengisi pori-pori tanah, banyaknya pori-pori didalam tanah kurang lebih 50% dari volume tanah, jumlah air dan udara berubah-ubah tergantung kondisi iklim
Gambar 2.1. Susunan utama tanah atas dasar volume pada tanah bagian permukaan dengan tekstur lempung berdebu
Pada susunan utama tanah berdasarka volume dari suatu jenis tanah dengan tekstur lempung berdebu dengan perbandingan bahan padat dan ruang udara tanah yang seimbang, tanah mengandung 50% ruang pori-pori terdiri dari udara dan air. Volume fase padat menempati lebih kurang 45% bahan mineral tanah dan 5% bahan organik. Pada kandungan air yang optimal untuk pertumbuhan tanaman, maka persentase ruang pori-pori adalah 25% terisi oleh aor dan 25% oleh udara (Syakur, 2008).
Dibawah kondisi alami perbandingan udara dan air ini selalu berubah-ubah, terganung pada cuaca dan faktor lainnya. Bahan penyusun tanah yang disebut yang disebut terdahulu yakni bahan-bahan mineral, bahan organik serta air saling bercampur didalam tanah sehingga susah dipisahkan satu sama lainnya (Kartasapoetra, 2002).

B.     Bahan Organik
1.      Penggolongan Bahan Induk
Bahan induk merupakan peruraian atau pelapukan dari batuan. Secara umum batuan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : batuan beku, batuan metamorfosa dan batuan sedimen. Batuan beku terjadi karena magma yang membeku. Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat sidimentasi baik oleh air maupun angin. Batuan metamorfosa berasal dari batuan beku ataupun sedimen yang karena suhu dan tekanan yang tinggi berubah menjadi jenis batuan yang lain (Puja, 2011).
Dalam proses pembentukan tanah terdapat bahan induk yang menyusun pembentukan tanah. Jenis-jenis bahan induk tersebut adalah sebagai berikut (Puja, 2011) :
a)      Batuan
Batuan dapat didefinisikan sebagai bahan padat yang terjadi didalam membentuk kerak bumi, batuan pada umumnya tersusun atas dua mineral atau lebih. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan menjadi 3 jenis batuan, yaitu beku, batuan endapan dan batuan malihan.
i.        Batuan Beku
Batuan beku atau batuan vulkanik terbentuk oleh magma yang berasal dari letusan gunung berapi, batuan beku atau batuan vulkanik terdiri dari meneral yang tinggi dan banyak mengandung unsur hara tanaman. Selain atas dasar terjadinya batuan vulkanik juga dapat dibagi atas dasar kandungan kadar Si O2 nya menjadi tiga golongan, yaitu, batuan asam yang berkadar Si O2 lebih dari 65%, batuan intermedier yang kadar Si o2 antar 52% s/d 65% dan batuan basis yang berkadar Si O2 kurang dari 52%.
ii.      Batuan Sedimen
Batuan endapan terjadi karena proses pengendapan bahan yang diangkut oleh air atau udara dalam waktu yang lama. Ciri untuk membedakan batuan endapan dan batuan lainnya yaitu, batuan endapan biasanya berlapis, mengandung jasad (fosil) atau bekas-bekasnya dan adanya keseragaman yangnyata dari bagian-bagian berbentuk bulat yang menyusun.
iii.    Batuan Malihan (Metamorf)
Batuan malihan terbentuk dari batuan beku atau batuan endapan atau juga dapat terbentuk dari batuan malihan lainnya yang mengalami proses perubahan susunan dan sentuknya yang akibatkan oleh pengaruh panas, tekanan atau gaya kimia. Batuan malihan adalah batuan yanga memiliki sifat-sifat akibat telah malihnya batuan semula baik batuan beku maupun endapan.

b)      Bahan organik
Bahan organik merupakan bahan induk yang berasal dari proses akumulasi penimbunan hutan rawa / vegetasi rawa dan hewan. Bahan ini merupakan sisa yang dinamis mengalami pelapukan oleh jasad-jasad renik tanah. Karena itu bahan ini merupakan bahan transisi tanah dan harus terus diperbaharui dengan penambahan atau sisa tumbuhan atau bahan organik lainnya.

2.      Faktor yang Mempengaruhi Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan komponen penting penentu kesuburan tanah, terutama di daerah tropika seperti di Indonesia dengan suhu udara dan curah hujan yang tinggi.Kandungan bahan organik yang rendah menyebabkan partikel tanah mudah pecah oleh curah hujan dan terbawa oleh aliran permukaan sebagai erosi, yang pada kondisi ekstrim mengakibatkan terjadinya desertifikasi. Rendahnya kandungan bahan organik tanah disebabkan oleh ketidakseimbangan antara peran bahan dan hilangnya bahan organik dari tanah utamanya melalui proses oksidasi biologis dalam tanah. Erosi tanah lapisan atas yang kaya akan bahan organik juga berperan dalam berkurangnya kandungan bahan organik tanah tersebut (Warino, 2012).



 Gambar 2.2. Daur/siklus bahan organik pada tanah


Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik dalam tanah antara lain (Warino, 2012) :
a)      Kedalaman tanah
Dikarenakan karakterisitk bahan-bahan organik yang terkonsentrasi dipermukaan dari sumber bahan organik yang melimpah. Maka kandungan bahan organik terbesar ada pada lapisan tanah atas (horizon A) setebal kira-kira 20 cm (15 – 20%) dan akan berkurang dalam bertambahnya kedalaman tanah.
b)      Iklim
Semakin dingin suatu tempat maka kandungan bahan organik dalam tanahnya semakin banyak.
c)      Tekstur tanah
BO akan lebih tinggi pada tanah dengan tekstur liat. Pada tanah pasir karena oksigen dalam tanah banyak (dikarenakan porimakro) maka oksidasi terhadap bahan organik akan berjalan lebih cepat.
d)      Drainase
Drainase yang buruk dan air berlebih akan menjadikan bahan-bahan organik tersapu dan hilang sehingga biasanya pada tanah dengan drainase buruk kandungan BO meningkat. Sedangkan pada tanah/lahan dengan drainase yang baik akan memiliki BO yang rendah.
e)      Vegetasi penutup dan kapur
Fungsi vegetasi penutup adalah dalam melindungi lapisan atas tanah (lapisan yang paling banyak mengandung BO) dari tekanan air hujan.Sehingga BO tidak tersapu oleh air.Sedangkan kapur sangat mempengaruhi PH tanah padahal organisme pengoksidasi hanya dapat bekerja pada PH tertentu.


3.      Ciri Khusus Bahan Organik Hutan
Bahan organik umumnya ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik. Bahan organik merupakan sumber hara tanaman. Disamping itu bahan organik adalah sumber energi bagi sebagian besar organisme tanah. Dalam memainkan peranan tersebut bahan organik sangat ditentukan oleh sumber dan susunannya, oleh karena kelancaran dekomposisinya, serta hasil dari dekomposisi itu sendiri (Hanafiah, 2005).
Distribusi dapat dibedakan menurut ekosistem hutan dan padang rumput. Distribusi dan jumlah bahan organik pada ekosistem hutan dapat dilihat dari tiga bagian, yaitu (Hanafiah, 2005) :
a)      Tegakan tanaman (70 - 80 ton/ha atau 34 - 40 %),
b)      Permukaan tanah (14 - 17 ton/ha atau 7 - 8%), dan
c)      Tanah (114 - 120 ton/ha atau 44 - 47%).

Berdasarkan data distribusi bahan organik pada ekosistem hutan, dapat kita ketahui ciri khusus bahan organik ekosistem hutan. Pada tanah yang masih tertutup vegetasi permanen (hutan), umumnya kadar bahan organik di lapisan atas masih sangat tinggi. Perubahan hutan menjadi lahan pertanian mengakibatkan kadar BOT menurun dengan cepat. Kondisi rendahnya bahan organik tanah pada lahan budidaya dibandingkan lahan hutan, terkait dengan keragaman dan jumlah vegetasi dan timbunan serasah di permukaan tanah dimana hutan akan memiliki keragaman dan jumlah vegetasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang digunakan untuk budidaya (Hanafiah, 2005).

C.    Proses Pelapukan Tanah
Pelapukan adalah perusakan batuan menjadi batuan yang lebih kecil akibat pengaruh cuaca, temperatur, air, atau organisme. Adanya perbedaan temperatur ternyata berpengaruh sangat besar terhadap batuan. Batuan akan menjadi lapuk dan terurai. Pelapukan ini hanya terjadi pada lapisan kulit bumi bagian luar. Ketebalan lapisan kulit bumi yang mengalami pelapukan ditentukan oleh beberapa factor, yaitu keadaan struktur batuan (tingkat kekompakan batuan), kemiringan daerah batuan (keadaan topografi), cuaca dan iklim, serta keadaan vegetasi (Sasrawan, 2014).
Pelapukan ada bermacam macam, jika ditinjau berdasarkan prosesnya dibedakkan menjadi tiga yaitu (Sasrawan, 2014) :
a)      Pelapukan Kimiawi atau Khemis (Chemis)
Pelapukan kimiawi adalah proses penghancuran batuan dengan mengubah susunan kimia batuan yang terlapukkan. Pelapukan ini biasanya dibantuk dengan air dan suhu yang tinggi. Adapun proses yang terjadi dalam pelapukan kimiawi disebut dekomposisi. Terdapat empat proses yang termasuk dalam proses pelapukan kimiawi, yaittu (Sasrawan, 2014) :
1)      Hidrasi, yaitu proses batuan yang mengikat batuan di atas permukaan saja.
2)      Hidrolisa, yaitu proses pengurain air (H2O) atas unsur – unsurnya menjadi ion positif dan ion negatif. Proses hidrolisa banyak terjadi di daerah kapur, batu kapur bereaksi dengan air akan hancur atau leleh membentuk endapan kalsium karbonat seperti terjadinya stalgmit dan stalaktit, gua – gua kapur, dolina, dan sebagainya.
3)      Oksidasi, yaitu proses pengkaratan besi. Suatu batuan yang mengalami oksidasi warnanya akan berubah menjadi kecoklatan. Hal ini dikarenakan besi yang terkandung di dalam batu mengalami proses pengkaratan. Proses ini berlangsung sangat lama.
4)      Karbonasi, yaitu pelapukan batuan oleh kerbondioksida (CO2). Gas ini merupakan salah satu komponen yang terkadung dalam air semasa masih dalam keadaan uap. Reaksi antara CO2 dengan batuan akan menyebabkan batuan menjadi lapuk dan rusak. Air yang banyak mengandung CO2 akan dengan mudah melarutkan batu kapur (CaCO2).

b)      Pelapukan Mekanis atau Fisis atau Fisika
Pelapukan mekanis (fisik) atau fisis (Fisika)adalah pelapukan yang penyebab dominannya adalah temperatur dan suhu. Suhu yang sering berubah – ubah (dingin waktu malam dan panas waktu siang) akan cepat membuat suatu batuan menjadi rapuh atau lapuk. Akhirnya batuan yang berukuran besar akan menjadi kecil dan batuan kecil akan menjadi halus seperti pasir. Pelapukan fisik banyak terjadi di gurun. Faktor faktor penyebab pelapukan mekanis adalah sebagai berikut (Sasrawan, 2014) :
1)      Perbedaan temperatur yang besar, Peristiwa seperti ini banyak terjadi di daerah yang beriklim continental atau beriklim gurun. Di daerah gurun, pada suhu maksimum dapat mencapai 450 celcius, sedangkan pada suhu minimum dapat mencapai -40 Celcius. Dengan amplitudo suhu yang sangat mencolok ini, batuan yang keras dan besar akan sangat mudah mengalami pelapukan.
2)      Membekunya air tanah atau air hujan di pori – pori batuan, Air yang membeku mengalami pemuaian volume dan menimbulkan tekanan pada lapisan batuan. Oleh karena adanya tekanan tersebut, batuan menjadi retak. Di daerah yang beriklim sedang, pembekuan berlangsung dengan hebat.
3)      Mengkristalnya air garam, Jika air tanah atau air hujan mengandung garam, pada suhu yang tinggi air tersebut akan menguap dan garam akan mengkristal. Kristal – Kristal garam ini berbentuk tajam dan dapat merusak lapisan batuan di sekitarnya.

c)      Pelapukan Organik
Pelapukan organik adalah pelapukan batuan yang disebabkan oleh makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan. Contoh pelapukan organik yaitu akar tumbuhan yang menghunjam ke tanah mengangkat batuan, lalu batuan tersebut pecah. Hewan hewan kecil yang membuat lubang lubang di batuan juga bisa menyebabkan hancurnya batuan. Dan selain contoh tersebut masih banyak contoh lainya (Sasrawan, 2014).

D.    Pengelolaan Tanah Berkelanjutan
Pengelolaan tanah secara berkelanjutan atau Sustainable Soil Management (SSM) merupakan salah satu agroekosistem dalam bidang tanah. Dalam pengelolaan tanah harus menggunakan pendekatan multidisiplin dan tidak boleh terbatas hanya pada bidang ilmu tanah saja (Novi, 2012).
Ada tiga aspek sistem pengelolaan tanah secara berkelanjutan yang selanjutnya disebut sebagai tiga pilar. Tiga pilar tersebut adalah (Novi, 2012) :
1.      Aspek Bio-fisik
Pengelolaan tanah berkelanjutan harus memelihara dan meningkatkan kondisi fisik dan biologi tanah untuk produksi tanaman dan keragaman hayati (biodiversity). Tindakan perlakuan untuk memperbaiki kondisi tanah agar sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan kebutuhan tanaman dapat berupa land clearing, penterasan, pengolahan tanah, perbaikan drainase, pemupukan dan sebagainya.
2.      Aspek Sosial-budaya
Pengelolaan tanah berkelanjutan harus cocok atau sesuai dengan kebutuhan manusia baik secara sosial dan budaya pada tingkatan nasional dan regional.
3.      Aspek Ekonomi
Pengelolaan tanah berkelanjutan harus mencakup semua biaya penggunaan lahan. Karena semua tindakan penggunaan lahan dalam pengelolaan tanah merupakan input biaya produksi yang harus dipertimbangkan apakah setiap macam tindakan perlakuan secara ekonomi dapat memberi keuntungan yang langsung dirasakan maupun keuntungan jangka panjang.

Pengelolaan tanah menekankan bahwa tujuan dan sasaran yang akan dicapai dari pengaturan pemanfaatan dan penggunaan tanah dengan teknik tertentu adalah tercapainya hasil produksi secara ekonomi menguntungkan. Ada tindakan perlakuan yang berpengaruh terhadap peningkatan hasil produksi yang menguntungkan nyata pada panen, namun ada perlakuan yang bertujuan menstabilkan hasil produksi pada panen-panen berikutnya ataupun pengaruhnya nyata setelah satu dua tahun kemudian, tergantung macam dan jenis perlakuan yang diterapkan, seperti pemberian bahan organik ataupun penterasan dan sebagainya. Pengaruhnya nyata secara ekonomi setelah 1 – 3 tahun kemudian. Pemberian pupuk buatan termasuk salah satu perlakuan yang langsung memperlihatkan pengaruhnya (Novi, 2012).
Untuk mencapai hasil produksi optimal yang berkesinambungan dan berkelanjutan, sangat jelas bahwa pengelolaan tanah selalu berorientasi pada prinsip konservasi dan pengawetan tanah. Kesinambungan dan kelangsungan pencapaian hasil optimal dari suatu bidang tanah yang dikelola untuk suatu penggunaan tertentu hanya dapat dicapai bila dalam pengelolaannya selalu memperhatikan aspek konservasi dan pengawetan tanah dan air. Untuk itu setiap macam tindakan perlakuan yang dipilih tidak hanya benar sesuai pertimbangan ekonomi menguntungkan, tetapi harus pula berdasar aspek konservasi atau pengawetan tanah adalah benar, efisien dan efektif (tepat guna) sesuai persyaratan keperluan konservasi tanah dan air agar keawetan kemampuan dan produktivitas tanah tetap terjaga atau dipertahankan, bahkan kalau dapat ditingkatkan (Novi, 2012).
Manajemen pengelolaan tanah (Soil Management) memiliki dampak yang besar terhadap air hujan dan infiltrasi. Jadi dua aspek penting dalam pengelolaan tanah adalah melindungi permukaan tanah dari dampak hujan dan memperbaiki struktur tanah dengan penambahan organik. Ada berbagai pilihan manajemen pengelolaan tanah yang dapat digunakan antara lain (Novi, 2012) :
1.      Memecah permukaan yang padat secara mekanis.
2.      Melindungi permukaan dari degradasi struktural sebagai dampak turunnya hujan.
3.      Meningkatkan struktur tanah, dengan penambahan pupuk kandang yang cenderung meningkatkan stabilitas struktur tanah.






BAB III
METODOLOGI KEGIATAN

A.    Waktu dan Tempat
Praktek lapang Geologi dan Ilmu Tanah Hutan dilaksanakan pada hari Minggu, 04 Oktober 2015, yang dilaksanakan di Kampung Rimba, Universitas Hasanuddin Makassar.
Kemudian dilanjutkan dengan analisis di laboratorium pada setiap hari Kamis, sejak tanggal 15 Oktober 2015 sampai dengan tanggal 29  November 2015, yang dilaksanakan pada pukul 15.00 di Laboratorium Silvikultur dan Fisiologi Pohon, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar.

B.     Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat pengambilan sampel tanah di lokasi praktek adalah sebagai berikut :
1.      Roll meter, digunakan untuk mengukur panjang dan lebar plot pengambilan sampel tanah pada lokasi praktik.
2.      Cangkul, sekop, dan linggis digunakan untuk menggali lubang pada lokasi praktik untuk mendapatkan sampel tanah.
3.      Mistar, digunakan untuk mengukur kedalaman tanah yang digali mulai dari 30 cm, 60 cm, dan 90 cm.
4.      Papan kayu, digunakan untuk melindungi ring sampel saat pengambilan sampel tanah.
5.      Palu, digunakan untuk memukul ring sampel agar dapat masuk ke dalam tanah.
6.      Ring sampel, digunakan sebagai tempat pengambilan sampel tanah yang nantinya akan digunakan saat praktikum.
7.      Plastik sampel, digunakan sebagai tempat penyimpanan sampel tanah dalam ring sampel dan juga tempat untuk penyimpanan sampel tanah terusik.
8.      Selotip bening, digunakan untuk merekatkan plastik yang telah terisi sampel tanah agar udara tidak masuk ke dalam plastik.
9.      Gunting atau carter, digunakan untuk memotong selotip bening ataupun bahan-bahan lainnya.
10.  Label, digunakan untuk menandai pada plastik dan juga ring sampel tanah I, sampel tanah II, dan sampel tanah III.
11.  ATK, digunakan untuk mencatat hasil yang diperoleh pada praktikum lapangan.

C.    Prosedur Kegiatan
Adapun prosedur kegiatan pada saat pengambilan sampel tanah di lokasi praktek adalah sebagai berikut :
1.      Menentukan tempat pengambilan sampel tanah pada lokasi praktik.
2.      Mengukur plot pengambilan sampel tanah menggunakan roll meter.
3.      Menggali lubang di dalam plot pengambilan sampel tanah menggunakan linggis, cangkul dan sekop hingga kedalaman yang ditentukan.
4.      Mengukur kedalaman tanah yang telah digali dengan jarak 30 cm, 60 cm, dan 90 cm menggunakan mistar.
5.      Meletakkan masing-masing satu buah ring sampel pada kedalaman tanah 30 cm, 60 cm, dan 90 cm.
6.      Menempatkan papan kayu di atas ring sampel yang berguna untuk melindungi ring sampel dari kerusakan.
7.      Memukul papan yang dibawahnya terdapat ring sampel agar ring sampel masuk ke dalam tanah dan melakukannya pada setiap lapisan tanah yang dibuat.
8.      Mengambil sampel tanah pada setiap lapisan yang telah ada dalam ring sampel.
9.      Mengambil sampel tanah terusik pada setiap lapisan tanah.
10.  Memasukkan ring sampel berisi sampel tanah dan sampel tanah terusik pada setiap plastik bening dan merekatkan menggunakan selotip agar udara tidak masuk dalam plastik.
11.  Menandai sampel tanah dengan merekatkan label dengan tanda sampel tanah I, sampel tanah II, sampel tanah III, dan begitu pula pada tanah terusik.
12.  Menutup kembali lubang pengambilan sampel tanah.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Sampel Tanah
1.      Tanah dalam Ring Sampel
Kondisi hasil tanah dalam ring sampel setelah diambil dari lokasi praktek ialah, umumnya memiliki kondisi yang sesuai dengan lokasi praktek yaitu dengan kondisi tekstur liat, dimana pada setiap sampel lapisan tanah memiliki ciri khas tersendiri. Pada ring sampel berisi tanah pada lapisan pertama secara kasat mata dapat kita ketahui berwarna merah gelap, dimana tanah tidak terlalu melekat pada ring sampel, sehingga tanah dapat dengan mudah terlepas jika mengalami guncangan. Pada ring sampel berisi tanah pada lapisan kedua secara kasat mata dapat kita ketahui berwarna merah gelap kecoklatan, dimana tanah pada lapisan ini melekat pada ring sampel, hal ini dikarenakan semakin dalam tanah maka semakin rapat pori-pori tanahnya. Pada ring sampel berisi tanah pada lapisan ketiga secara kasat mata dapat kita ketahui berwarna coklat kemerahan, dimana tanah pada lapisan ini melekat sempurna pada ring sampel, hal ini dikarenakan semakin dalam tanah maka semakin rapat pori-pori tanahnya.

2.      Tanah Terusik
Kondisi hasil tanah terusik setelah diambil dari lokasi praktek ialah, umumnya memiliki kondisi yang sesuai dengan tanah pada lokasi praktek dan tanah di dalam ring sampel, yaitu dengan kondisi tekstur liat, dimana pada setiap sampel lapisan tanah memiliki ciri khas tersendiri. Namun demikian tanah terusik ini kondisinya seperti remah atau serbuk, karena diambil dari hasil proses galian tanah pada masing-masing lapisan. Tanah terusik pada lapisan pertama berwarna  merah gelap. Tanah terusik pada lapisan kedua berwarna merah gelap kecoklatan. Tanah terusik pada lapisan ketiga berwarna  coklat kemerahan.

B.     Keadaan Umum Praktek Lapang
Keadaan umum pada lokasi pengambilan sampel ialah, pada saat pengambilan sampel cuaca cerah dan waktu pengambilan sampel pada pagi hari hingga siang hari. Kondisi disekitar petak tanah terdapat beberapa tegakan pohon (umumnya anakan pohon jati) dari berbagai jenis, dan juga tepat disebelah lokasi petak tanah ditumbuhi bambu, berdasarkan hal tersebut maka dapat kita ketahui bahwa, karakteristik lahan erat hubungannnya dengan vegetasi yang sesuai dengan lahan. Kondisi bagian atas (permukaan) tanah sebelum penggalian, terdapat banyak serasah-serasah dari daun-daun dan batang pohon. Pada saat memulai penggalian pada lapisan pertama, tanah dapat dengan mudah digali. Pada saat penggalian lapisan kedua, kondisi tanah mulai sulit untuk digali. Pada saat penggalian lapisan ketiga, kondisi tanah mulai sangat sulit digali karena tingkat kerapatan tanah yang sangat besar.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan pembahasan laporan, adalah sebagai berikut :
1.      Kondisi hasil tanah dalam ring sampel setelah diambil dari lokasi praktek ialah, umumnya memiliki kondisi yang sesuai dengan lokasi praktek yaitu dengan kondisi tekstur liat, dimana setiap sampel tanah memiliki ciri khas tersendiri.
2.      Kondisi hasil tanah terusik setelah diambil dari lokasi praktek ialah, umumnya memiliki kondisi yang sesuai dengan tanah pada lokasi praktek dan tanah di dalam ring sampel. Namun demikian tanah terusik ini kondisinya seperti remah atau serbuk, karena diambil dari hasil proses galian tanah pada setiap lapisan.
3.      Karakteristik lahan merupakan sifat yang dimiliki oleh lahan itu sendiri. Karakteristik lahan erat hubungannnya dengan vegetasi yang sesuai dengan lahan atau dengan kata lain suatu jenis tanaman cocok tumbuh atau dikembangkan pada tanah itu atau tidak.

B.     Saran
Adapun saran dari laporan lengkap ini ialah agar pada saat pengambilan sampel dapat diberikan materi penjelasan terlebih dahulu, sehingga sampel tanah yang diambil sesuai dan tidak rusak.




DAFTAR PUSTAKA

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Irvansah, Muhammad. 2013. Susunan tanah dan jenis-jenisnya. http://muhamad-irvansah.blogspot.co.id/2013/01/susunan-susunan-tanah-dan-jenis-jenisnya. html [ diakses pada tanggal 10 November 2015 pukul 15.30 WITA].

Kartasapoetra, A.G. 2002. Pengantar Ilmu Tanah, Cetakan ketiga. Jakarta : Rineka Cipta.

Novi, Dasa. 2012. Pengelolaan Tanah Secara Berkelanjutan. http://dnovkartikasari. blogspot.co.id/2012/03/pengelolaan-tanah-secara-berkelanjutan.html [diakses pada tanggal 10 November 2015 pukul 15.40 WITA].

Puja, Heni. 2011. Bahan Induk Sebagai Faktor Pembentuk Tanah. http://kusukageo. blogspot.co.id/2011/03/bahan-induk-sebagai-faktor-pembentuk.html [diakses pada tanggal 09 November 10.00 WITA].

Sasrawan, Hedi. 2014. Proses pembentukan Tanah. http://hedisasrawan.blogspot .co.id/2014/07/4-proses-pembentukan-tanah.html [diakses pada tanggal 10 November 2015 pukul 20.00 WITA].

Syakur, As. 2008.  Susunan utama tanah. https://mbojo.wordpress.com/2008/01/24/ susunan-utama-tanah [diakses pada tanggal 09 November 2015 pukul 20.00 WITA].

Utami, Andini. 2012. Tugas makalah Tenang Tanah. http://andinisriutami. blogspot.co.id /2012/04/tugas-makalah-geografi-tentang-tanah.html [diakses pada tanggal 09 November 2015 pukul 20.00 WITA].

Warino. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik. https://jokowarino.id/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-dekomposisi-bahan-organik/ [diakses pada tanggal 10 November 18.00 WITA].

 
Label:

Post a Comment

[blogger][disqus]

Author Name

{picture#http://img09.deviantart.net/8f2d/i/2016/120/e/1/koutetsujou_no_kabaneri__ikoma_by_reijr-da0twud.jpg} I was a blogger who likes to divide the resources that I know to the visitors, and particularly liked the field of technology, design, health and forestry science. {facebook#https://web.facebook.com/icuk.sugiarto.507} {twitter#https://twitter.com/icuksugiarto_sa} {google#https://plus.google.com/u/0/+IcukSugiarto18} {pinterest#https://pinterest.com} {youtube#https://youtube.com}

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.