TUMOR MAMMAE
KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Tumor mammae adalah pertumbuhan sel
– sel yang abnormal yang menggangu pertumbuhan jaringan tub uh terutama pada
sel epitel di mammae ( Sylvia,1995 )
Tumor mammae adalah adanya
ketidakseimbangan yang dapat terjadi pada suatu sel / jaringan di dalam mammae
dimanba ia tumbuh secara liar dan tidak bias dikontol ( Dr.Iskandar,2007 )
·
Macam
tumor mammae
1.Tumor
jinak
Hanya
tumbuh membesar , tidak terlalu berbahaya dan tidak menyebar keluar jaringan
2.Tumor
ganas
Kangker adalah sel yang telah kehilangn kendali danb
mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan tidak wajar , lair , dan
kerap kali menyebar jauh ke sel jaringan lain serta merusak
B.
Anatomi Fisiologi
Payudara terletak didinding dada anterior
an tara tulang iga ke dua dan kenam,dilapisi dengan otot pektoralis mayor dan
bagian seratus anterior dan otot oblique eksternal.batas tengah adalah garis
lateral sternum dan batas lateral adalah garis aksilaris anterior.ekor
aksilaris meluas keatas dan secara lateral terhadap aksila.payudara ditopang
dengan lapisan lemak dan jaringan penyambung sukutan.ligamen suspensor coopers
adalah pita fib rosa yang meluas dari lapisan jaringan penyambung melalui
payudara,mengikat pada fasia otot.
Kelenjar
mammariadim payudara secara nyata dimodifikasi kelenjar keringat.setiap
kelenjar terdiri dari 15 – 20 lobus yang terbagi atas jaringan adifosa.setiap
lobus terb agi dalam 20 – 40 lobulus yang berisi sel acini.air susu yang
dilapiskan dalam sel ini disekresikan dalam tubulus yang bertemu dalam saluran
duktus laktiferosa.duktus ini mengalirkan air susu keluar melalui putting
susu.puting susu struktur bulat dan menonjol dan dikelilingi oleh aerola
terletak ditengah payudara.figmentasi putting susu dan aerola sangat
bervariasi.beberapa rambut volikel terdapat disaekitar aerola. (Lueckenotte,1998)
C.
Penyebab
Factor
resiko tinggi antara lain :
1)
Menstruasi dini,menofause lebih awal / lambat
2)
Melahirkan anak pertama dengan usia 30 th keatas
3)
Kontrasepsi oral
4)
Status social ekonomi tinggi
5)
Factor genetika
6)
Obesitas
7)
Diet tinggi masukan lemak
8)
Stress fisiologi kronis
D.
Patofisiologi
Beberapa tumor dipengaruhi oleh ekstrogen.tumor
tersebut berisi reseptor pengikat ekstradiol yaitu sejenis
ekstrogen yang dapt merangsang pertumbuhan tumor.pada jaringan mammae yang
normal resaeptor ini tidak ditemukan.kehadiran tumor yang dipengaruhi ekstrogen
ditandai dengan pengujian resaeptor ekstrgen dari jaringan yang
dibiopsi.sesudah menofose wanita mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk
terserang tumor karena pengaruh hormone.tumor mammae yang ganas berbeda dengan
ysng jinak.mereka biasanya berbentuk bulat,tidak lembut,tidak ada pergerakan
masa dan cenderung melekat pada mukulus paktorikalis dan menarik kulit.kulit
akan kerut memberi gambaran seperti kulit jeruk.adanya penyebaran pada kelenjar
getah bening meliputi 2/3 pada wanita sewaktu didiagnosa.mettastase dapat
terjadi keparu paru,tulang,hati,otak,kelenjar adrenal dan ovarium.bila tidak
diobati biasanya dapat mengakibatkan kematian ( Lueckenotte,1998 )
E. Tanda Dan
Gejala
- benjolan yang dapat dipalpasi
- biasnya sedikit nyeri
- kebanyakan sering ditemukan
pada kuadran atas luar
- rabas pada putting susu
- retraksi putting
- kulit berlesung
- edema
- perubahan pada kontur payudara
- adenopati aksila
- nyeri tulang
- efusi pleura
F.
Kompikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
metastase keotak,hati,kelenjar adrenal,paru,tuang,dan
ovarium
G.
Pemeriksaan Diagnostik
- ultrasonografi
dapat
membedakan antara masa padat dan kista pada jaringan payudra keras
- mammografi
memperlihatkan
struktur internal payudara,dapat mendeteksi tumor yang terjadi pada tahap
awal
- scan CT dan MRI
teknik
scan yang dapat mendeteksi penyakit payudara
H.
Penatalaksanaan Medik
- Pemeriksaan payudara sendiri
Setiap
bula setelah usia 18 tahun
- Pemeriksaan fisik payudara
Setiap
3 tahun pada usia 18 – 40 tahun, setiap tahun setelah usia 40 tahun
- Mamografi
dasar awal p[ada usia 35 – 45 tahun setelah 1 – 2 tahun pada
usia 40 – 49 tahun, setiap[ tahun setelah usia 50 tahun
- Biopsi jarum / biosi seluruh
benjolan
Mamogram
: pemindaian hati dan tulang, CT – Scan otot : pemeriksaan reseptor estrogen
dan progesterone ada contoh biopsi
I.
Pengkajian Keperawatan
Aktifitas / istirahat
Gejala
:
- Kelelahan atau keletihan
- Perubahan pada pola istirahat
dan jam kebiasaan tidur
- Keterbatasan partisipasi dalam
hobi
- Pekerjaan dengan pemajanan karsinogen
lingkungan, tingkat stress lebih tinggi
Sirkulasi
Gejala
:
- Palpitasi, nyeri dada pada
pengerahan kerja
Tanda
:
- Perubahan pada tensi darah
Integritas
ego
Gejala
:
- Adanya faktor stress (keuangan,
perubahan peran)
- Masalah tentang perubahan dalam
penampilan missal : lesi, cacat, pembedahan
- Perasaaan tak berdaya, putus
asa, depresi
Tanda
:
- Menyangkal, menari diri, marah
Eliminasi
Gejala
:
- Perubahan pada pola defekasi
misal darah pada feses, nyeri pada defekasi
- Perubahan eliminasi urinarius
misal nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemi
Tanda
:
- Perubahan pada bising usus,
distensi abdomen
Makanan
/ cairan
Gejala
:
- Kebiasaan diit buruk
- Anoreksia, mual muntah
- Intoleransi makanan
- Penurunan BB
Tanda
:
- Perubahan pada turgor kulit :
oedema
Neurosensori
Gejala
: pusing, sinkope
Nyeri /
kenyamanan
Gejala
:
- Tidak ada nyeri atau derajat
berfariasi missal ketidak nyamanan ringan sampai berat
Pernapasan
Gejala
:
- Merokok ( tembakau, hidup
dengan seseorang yang merokok)
- Pemajanan asbes
Keamanan
Gejala
:
- Pemajanan pada kimia troksois
atau karsinogen
- Pemajanan matahari lama atau
berlebihan
Tanda
:
- Demam
- Ruang kulit, ulserasi
Seksualitas
Gejala
:
- Masalah seksaual missal dampak
paqda hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan
- Multigravida, pasangan seks
multiple, aktifitas seksual dini, herpes genital
Interaksi
social
Gejala
:
- Ketidakadekwatan / kelemahan
system pendukung
- Riwayat perkawinan ( berkenaan
dengan kepuasan dirumah )
- Masalah tentang fungsi /
tanggung jawab peran
(Doenges,
2000 hal. 997 – 999)
J. Diagnosa
Keperawatan
- Ansietas berhubungan dengan
perubahan pada status kesehatan
- Berduka berhubungan dengan
kehilangan bagian tubuh atau perubahan fungsi tubuh
- Gangguan harga diri berhubungan
dengan ancaman kematian
- Nyeri akut berhubungan dengan
luka bekas operasi
- Keterbatasan dalam memenuhi
kebutuhan berhubungan dengan kelemahan fisik
- Perubahan nutrisi berhubungan
dengan tindakan pembedahan
- Resiko kekurangan volume cairan
behubungan dengan kerusakan masukan cairan
- Keletihan berhubungan dengan
perubahan kimia tubuh
- Resiko infeksi terhadap
prosedur infasif
- Resiko terhadap membran mukosa
oral berhubungan dengan efek samping dari beberapa agen kemoterapi
- Resiko kerusakan intergitas
kulit berhubungan dengan efek radioasi dan kemoterapi
(Doenges, 2000 hal, 999 -1017)
Daftar Pustaka:
Doenges, Marilynn E, (2000) Rencana
Asuhan Keperawatan : Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson, (1995)
Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Prses Penyakit Edisi 4 buku 2 : Jakarta
EGC
Lueckenotte, (1998) Pengkajian
Gerontologi . Jakarta : EGC
Junaedi, Iskandar dr., (2007)
Kanker. Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Pengertian
Gastroenteritis merupakan suatu
peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh virus maupun bakteri pada traktus
intestinal (Guyton & Hall, 2006). Pada diare infeksius umum infeksi paling
luas terjadi pada usus besar dan pada ujung distal ileum. Dimana pun terjadi
infeksi, mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat
tinggi. Selain itu, motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda.
Akibatnya, sejumlah besar cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke
arah anus, dan pada saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong
cairan ini ke depan. Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membebaskan
traktus intestinal dari infeksi. Diare yang sangat menarik perhatian adalah
yang disebabkan oleh kolera (kadang oleh bakteri seperti basilus kolon
patogen). Toksin kolera secara langsung menstimulasi sekresi cairan dan
elektrolit yang berlebihan dari kripa Lieberkühn pada ileum distal dan kolon.
Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon biasanya
mengabsorpsi maksimum hanya 6-8 liter per hari. Oleh karena itu, kehilangan
cairan dan elektrolit dapat begitu mengganggu beberapa hari sehingga dapat
menimbulkan kematian.
Gastroenteritis
atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa
lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan berlangsung
kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Mansjoer,dkk, 2000
dalam Wicaksono, 2011). Diare akut timbul secara mendadak dan berlangsung terus
secara beberapa hari (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011). Kehilangan cairan dan
garam dalam tubuh yang lebih besar dari normal menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi
timbul bila pengeluaran cairan dan garam lebih besar dari pada masukan. Lebih
banyak tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan dan garam yang hilang.
Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang sering menyertai diare (Andrianto,
1995 dalam Nurmasarim 2010).
2. Epidemiologi/insiden
kasus
Gastroenteritis
merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di bawah 5 tahun.
Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun. Di
Indonesia merupakan penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak –
anak. Rotavirus adalah penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena
gastroenteritis akut, antara 7- 17 % disebabkan adenovirus dan 15% disebabkan
bakteri. Bayi yang mendapatkan ASI lebih jarang menderita gastroenteritis akut
dari bayi yang mendapat susu formula. (Wong, 2007 dalam Winarsih, 2011). Data
Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia
saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,6 –
2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian
diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita (Ratnawati, 2008).
Penyakit
Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan penyebab utama
kesakitan dan kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-80% terutama pada
anak dibawah umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur antara 6-24 bulan
(Subianto, 2001 dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare
menyebabkan 1 milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar
setahunnya. Pada tahun 1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare
sekitar 1,3 miliyar dan kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya
(Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011). Data statistik menunjukkan bahwa setiap
tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa penduduk Indonesia, dan dua pertiganya
adalah dari balita dengan angka kematian tidak kurang dari 600.000 jiwa. Di
beberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan bahwa diare akut karena
infeksi menempati peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang
datang berobat ke rumah sakit. Gambaran klinis diare akut acapkali tidak
spesifik. Namun selalu berhubungan dengan hal-hal berikut: adanya travelling
(domestik atau internasional), kontak personal dan adanya sangkaan food-borne
dengan masa inkubasi pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya
proses mekanisme enterotoksin (Zein dkk., 2004).
3. Penyebab/Faktor
Predisposisi
Ditinjau
dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut)
ini dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a.
Diare Sekresi (secretory
diarrhoea), disebabkan oleh:
1) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:
a) Infeksi
bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
b) Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.
c) Infeksi
Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis lambia.
2) Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh
bahan-bahan kimia, makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf,
hawa dingin, alergi.
b.
Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea),
disebabkan oleh :
1) Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin
dan mineral).
2) KKP (Kekurangan Kalori Protein).
3) BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir.
(Suharyono dkk.,1994 dalam Wicaksono, 2011)
4. Patofisiologi
Penyakit
Sebagian
besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena
infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan
gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat
dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa.
Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta
kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan
malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya
dapat mengalami invasi sistemik.
Penyebab
gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin
(Compylobacter, Salmonella, Escherichia
coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium).
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat
pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa
melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui
penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan
gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan
elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri
adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan
asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang,
output berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.
5. Klasifikasi
Diare
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1)
Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
a) Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus,
staphilococcus disentri basiler, dan Enterotolitis nektrotikans.
b)
Diare non spesifik : diare dietetis.
2)
Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a) Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya:
diare yang ditimbulkan
oleh
bakteri, virus dan parasit.
b) Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari
luar usus, misalnya:
diare
karena bronkhitis.
3)
Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a) Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang
bersifat mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari.
Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5
sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
b) Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang,
disetujui bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu
atau lebih (Sunoto, 1990).
6. Manifestasi
Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat
dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik
yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan
berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor
kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik. Karena
kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga
frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha
tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada
keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga
rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan
darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat,
ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium
pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan
perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera
diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti
pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis
metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan
pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting
karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan
intravena tanpa alkali.
7. Pemeriksaan Fisik
1.
Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak
lemah, kesadaran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan
lemah,pernapasan agak cepat.
2.
Pemeriksaan sistematik :
·
Inspeksi : mata cekung, membrane
mukosa kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
·
Perkusi : adanya distensi abdomen.
·
Palpasi : Turgor kulit kurang
elastis.
·
Auskultasi : terdengarnya bising
usus.
8. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
1.
Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
b. Pemeriksaan
gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan dengan
menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui
pungsi ginjal.
2.
Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik
atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
3.
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi
dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis
biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya meskipun penyebabnya belum
bisa ditentukan dari gejalanya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48 jam,
maka dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap contoh feses untuk mencari
adanya sel darah putih dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan
laboratorium dari muntah, makanan atau darah juga dapat membantu menemukan
penyebabnya. Langkah diagnosa menurut Daldiyono tahun 1990 (Wicaksono, 2011)
terdiri atas :
1) Anamnesis : umur, frekuensi diare, lamanya diare
2) Pemeriksaaan fisik
3) Laboratorium : feses, darah, kultur tinja maupun darah,
serologi
4) Foto
5)
Endoskopi (EGD-Esophagus Gastro
Duodenoscopy).
10. Terapi/Tindakan
Penanganan
Panduan
pengobatan menurut WHO diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu
dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan melanjutkan pemberian makanan,
sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan
terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan
elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat (Soebagyo, 2008
dalam Wicaksono, 2011). Dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan
ke dalam beberapa jenis yaitu :
a. Pengobatan Cairan
Untuk
menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama
dengan
1)
jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous
Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui
keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal Water Losses).
2)
cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung CWL (Concomitant
water losses) (Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono, 2011)
Ada 2 jenis cairan yaitu:
1)
Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap
1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L.
Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L,
Chloride 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada
beberapa cairan rehidrasi oral:
a)
Cairan rehidrasi oral yang
mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.
b)
Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di atas
misalnya:
larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan lain-lain,
disebut CRO tidak lengkap.
2) Cairan
Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi
parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu
dilakukan evaluasi:
a)
Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah
b)
Perubahan tanda-tanda dehidrasi (Suharyono, dkk., 1994 dalam Wicaksana, 2011).
b. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris
jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi
sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian
antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi,
diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Contoh
antibiotic untuk diare Ciprofloksasin 500mg oral
(2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral
4x sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin
500mg, Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).
c. Obat anti diare
- Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya
secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim
enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.
Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan
cairan dapat dikembalikan secara normal.
- Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta
kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah
15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x
sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan
absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi
frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan
dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
- Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin,
kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat
menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel
mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang
sekresi elektrolit.
Zat Hidrofilik Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago
oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan
Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi
frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan
dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air
atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
-
Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari
Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii,
bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan
dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah
yang adekuat.
11.
Komplikasi
a.
Dehidrasi
b.
Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d.
Bakterimia
e.
Malnutrisi
f.
Hipoglikemia
g.
Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Dari
komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
a.
Dehidrasi ringan
Kehilangan
cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang
elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b.
Dehidrasi Sedang
Kehilangan
cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit buruk,
suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c.
Dehidrasi Berat
Kehilangan
cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi
sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku
sampai sianosis.
B. KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
(data subjektif dan objektif)
Pengkajian
yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah.
Pengumpulan
data diperoleh dengan cara intervensi,observasi, dan pemeriksaan fisik . Kaji
data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
2.1.Awal
kejadian: Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
2.2.Keluhan
utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit
terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit berkurang,selaput
lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan
konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga.
5. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat
antidiare, terapi intravena, dan antibiotic.
5. Pengkajian Pola Gordon (Pola
Fungsi Kesehatan).
1. Persepsi Kesehatan : pasien tidak mengetahui penyebab
penyakitnya, higienitas pasien sehari-sehari kurang baik.
2.
Nutrisi metabolic : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan
berat badan pasien.
3.
Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari,BAK sedikit atau jarang.
4.
Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat distensi abdomen yakni dibantu oleh orang lain.
5.
Tidur/istirahat : akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
6. Kognitif/perceptual : pasien masih dapat
menerima informasi namun kurang berkonsentrasi karena nyeri abdomen.
7. Persepsi diri/konsep diri : pasien mengalami
gangguan konsep diri karena kebutuhan fisiologis nya terganggu sehingga
aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
8.
Seksual/reproduksi : mengalami penurunan libido akibat terfokus pada penyakit.
9.
Peran hubungan : pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran
pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
10. Manajemen koping/stress : pasien mengalami
kecemasan yang berangsur-angsur dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki
koping yang adekuat.
11.
Keyakinan/nilai : pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang sembahyang karena
gejala penyakit.
6. Pemerikasaan fisik.
-
Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun
besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
-
Perkusi : adanya distensi abdomen.
-
Palpasi : Turgor kulit kurang
elastis
-
Auskultasi : terdengarnya bising
usus.
7.
Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan
tinja,darah lengkap dan duodenum intubation
yaitu untuk mengetahui penyebab
secara kuantitatif dan kualitatif.
2. Diagnosis
Keperawatan yang mungkin muncul
a.
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan kulit kering, peningkatan suhu
tubuh, haus, kelemahan, membrane mukosa kering, peningkatan hematokrit.
b.
Diare berhubungan dengan kontaminan
ditandai dengan nyeri abdomen, sedikitnya tiga kali buang air besar cair per
hari, ada dorongan.
c.
Disfungsi motilitas gastrointestinal
berhubungan dengan makan kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen, distensi abdomen,
diare, perubahan bising usus, mual, muntah.
d.
Mual berhubungan dengan iritasi
lambung ditandai dengan melaporkan mual, rasa asam di mulut, peningkatan
salivasi, keengganan terhadap makanan.
e.
Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera kimia ditandai dengan perubahan selera makan, mengekspresikan perilaku,
perilaku berjaga-jaga atau melindungi area nyeri, melaporkan nyeri secara
verbal
f.
Kesiapan meningkatkan keseimbangan
cairan ditandai dengan dehidrasi, turgor jaringan baik, tidak ada haus
berlebihan, membrane mukosa lembab.
g.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis ditandai dengan nyeri
abdomen, diare, bising usus hiperaktif, ketidakmampuan mencerna makanan, kurang
minat pada makanan, membrane mukosa pucat.
h.
Hipertermia berhubungan dengan
peningkatan laju metabolism ditandai dengan peningkatan suhu tubuh di atas
kisaran normal, kulit terasa hangat.
i.
Ansietas berhubungan dengan
perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan gelisah dan menyadari gejala
fisiologis.
j.
Defisiensi
Pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan informasi, kurang pajanan
ditandai dengan ketidakakuratan mengikuti perintah.
k.
Risiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lembab.
3. Rencana
Asuhan Keperawatan (terlampir)
4. Evaluasi
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
|
EVALUASI
|
Diare berhubungan dengan
kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen, sedikitnya tiga kali buang air
besar cair per hari, ada dorongan.
|
S
: pasien tidak mengeluh nyeri
abdomen berlebihan saat eliminasi dan dorongan berkurang
O
: karakteristik feses berbentuk dan
tidak cair, tidak terdapat nanah/darah, berwarna kuning kecoklatan.
A
: terapi hidrasi dilanjutkan sampai
keadaan umum pasien baik.
P
: anjurkan pasien untuk menjaga pola
makan pasca kesembuhan.
|
Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera kimia ditandai dengan perubahan selera makan, mengekspresikan
perilaku, perilaku berjaga-jaga atau melindungi area nyeri, melaporkan nyeri
secara verbal
|
S
: pasien tidak mengeluh nyeri dan
tidak mengeluh gangguan tidur.
O
: pasien tidak meringis, dan tidak memegangi daerah yang
nyeri.
A
: terapi farmakologi dihentikan, terapi nonfarmakologi
dilanjutkan.
P
: ajarkan keluarga pasien terapi
nonfarmakologi.
|
Hipertermia berhubungan dengan
peningkatan laju metabolism ditandai dengan peningkatan suhu tubuh di atas
kisaran normal, kulit terasa hangat.
|
S
: pasien tidak gelisah dan tidak
merasa demam.
O
: suhu tubuh saat dikaji dalam
rentang normal.
A
: antipiretik dihentikan. Berikan
kompres terlebih dahulu, apabila demam kembali muncul.
P
: edukasikan pasien untuk tidak
mandi atau kontak dengan air terlalu sering.
|
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman,
Bulecheck. 2004. Nursing Intervention
Classification. United States of America : Mosby.
Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan).
Jakarta:EGC
Moorhead
S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing
Outcomes Classification. United States of America : Mosby
North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.
Nurmasari,
Mega. 2010. Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut
(GEA) Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta Januari - Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah. (Diakses 12 Desember 2011 : http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)
T55V
Ratnawati, Dwi. 2008. Asuhan
Keperawatan Pada Ny. J Dengan Gastroenteritis di Bangsal Anggrek RSUD
Sukoharjo. Jawa Tengah.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember 2011 : etd.eprints.ums.ac.id/2886/1/J200050055.pdf)
Wicaksono, Arridho D. 2011. Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis
Akut Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten Tahun 2009.
Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember 2011 : etd.eprints.ums.ac.id/12642/1/COVER%2B_BAB_1.pdf).
Winarsih, Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu Berbasis Praktek, Intervensi Peningkatan
Multimodal Untuk Gastroenteritis Pada Anak. Jakarta. Universitas Indonesia.
(Diakses 12 Desember 2011 : www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM%20UTS.pdf).
Zein,
Umar., Sagala, Khalid H., Ginting, Josia. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Sumatra Utara. Universitas Sumatra
Utara. . (Diakses 12 Desember 2011 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../penydalam-umar5.pdf).
Post a Comment