A. Pengertian.
Thypoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonella
thyposa. Thypoid adalah infeksi akut pada usus halus yang menimbulkan
gejala-gejala. Bakteri ini disebabkan oleh lalat melalui makanan dan minuman
yang masuk dalam perut. Penularannya terjadi secara fecal oral melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi sumber utama Carrier, masa tunas penyakit ini
1-3 minggu, orang yang pernah kena penyakit Thypus disebut “Corner Thypus”.
B. Etiologi.
◘
Samonella Thypi.
◘
Samonella Parathypi A.
◘
Samonella Parathypi B.
◘
Samonella Parathypi C.
C.
Patofisiologi.
Kuman salmonella masuk ke dalam
tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus dan
mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis, di tempat ini bisa
terjadi komplikasi pendarahan. Kemudian masuk ke aliran limfe dan mencapai
kelenjar limfe, setelah itu masuk ke aliran darah, sedangkan yang lain mencapai
hati. Kuman salmonella bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan
bagian-bagian retikuloendotelial. Endotoksin kuman salmonella berperan pada
patogenesis demam typhoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal
pada jaringan tempat kuman salmonella berkembang biak. Demam pada typhoid
disebabkan karena kuman salmonella dan endotoksinnya merangsang sintesis dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
D. Manifestasi
Klinis.
Masa tunas demam Thypoid berlangsung
10 – 14 hari yang tersingkat 4 hari, jika terjadi infeksi melalui makanan,
gejala yang timbul tiba-tiba atau berangsur-angsur, penderita cepat lemah,
anorexia, sakit kepala, rasa tidak enak di perut dan nyeri seluruh tubuh.
Dalam minggu pertama atau pada masa
inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodromal serupa dengan penyakit infeksi
akut yaitu lesu, demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anorexia, mual dan
muntah, konstipasi atau diare, perasaa tidak enak di perut dan batuk. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu bada meningkat. Pada minggu kedua tanda
dan gejala menjadi lebih jelas.
♦
Demam.
Pada kasus khas demam berlangsung 3
minggu, bersifat febris remiktem dan suhu tidak seberapa tinggi, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore hari dan pada malam hari, pada
minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal kembali.
♦
Bradikardi Relatif
Terjadi penurunan nadi 20 – 40 x/m,
dimana semestinya nadi bertambah 18 x/m, bila suhu meningkat 1 ‘C
♦
Lidah Yang Khas.
Kotor di
tengah, tepi dan ujungnya merah bila dikeluarkan tampak tremor.
♦
Tanda – Tanda Toksemia.
Kedua pipi kemerahan, muka basah
sedangkan tubuh kering, apatis dan pandangan jauh serta jari bergerak-gerak
seperti meretik tanpa disadari.
E.
Pemeriksaan Penunjang.
Kelainan
yang terjadi pada pemeriksaan laboratorium :
1. Nilai leukosit dalam darah
berkisar antara 5.000 – 6.000 /mm, tetapi bisa dijumpai antara 1.200 – 20.000 /mm.
2. LED biasanya meningkat.
3. Trombosit menurun mencapai
150.000 /mm.
4. Serum transaminase
meningkat dan bilirubin bisa 2x normal.
5. Terjadi kenaikan protrombin
dan sebagian waktu tromboplastin fibrinogen menurun demikian
juga fibrin degradasi produk.
6. Bisa terjadi hiponatremia
dan hipokalemia namun biasanya ringa.
7. Urine dijumpai sedikit
protein dan leukosit.
8. Fungsi ginjal bisa normal
kadang bisa turun.
9. Anemia dapat terjadi namun
ringan kecuali terjadi pendarahan.
Widal Test:
Yaitu seseorang terjadi aglutinasi antara antigen dengan
antibodi (aglutinin), maksudnya adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serim pasien yang disangka menderita Thypoid.
F.
Penatalaksanaan Medis
1.
Perawatan.
Penderita Thypoid perlu dirawat di
Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan, penderita harus tirah
baring sampai minimal 7 hari, batas panas atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi
dilakukan secara sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien, penderita yang
kesadarannya menurun posisi tubuh harus diubah pada waktu-waktu tertentu untuk
menghindari komplikasi dekubitus, defekasi, dan miksi perlu diperhatikan karena
kadang-kadang terjadi konstipasi dan retensi urine.
2.
Diet/ Terapi Diet.
Yaitu
penatalaksanaan diet penyakit Thypus Abdominalis dengan tujuan :
a) Memberi makanan
secukupnya untuk memenuhi kebutuhan yang bertambah guna
mencegah
dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
b) Pemberian makanan yang
cukup dan seimbang tidak merangsang dan tidak
memperberat
kerja saluran pernafasan.
c) Jika adanya
peradangan pada usus halus, maka harus diberikan secara hati-hati untuk
menghindari
rangasangan terutama dari serat kasar.
Penderita diberi bubur saring
kemudian bubu kasar, dan akhirnya diberi nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian makanan pada dini yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman pada penderita Thypoid.
3.
Obat – Obatan.
♦
Klorampenikol 4.500 mg selama 14 hari.
♦
Limfenikol 3.300 mg.
♦
Kotrimoxazol 12.480 mg selama 4 hari.
♦
Ampicillin dan Amoxillin 341 gr selama 14 hari.
Obat-obatan anti piretik tidak perlu
diberikan secara rutin pada penderita Thypoid. Pada penderita toksik dapat
diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara
bertahap selama 5 hari, hasil biasanya memuaskan. Kesadaran penderita menjadi
baik dan suhu tubuh cepat turun sampai normal, akan tetapi kortikosteroid tidak
boleh diberikan tanpa indikasi karena dapat menyebabkan pendarahan intestinal.
KONSEP KEPERAWATAN
♦
Pengkajian.
Selama demam Thypoid perawat memonitor perubuhan suhu tubuh
pasien melalui tindakan langsung seperti mengukur suhu tubuh pasien dengan
termometer, observasi pasien dari wajah sampai kaki, apa terdapat kemerahan
kulit akibat peningkatan suhu tubuh .
Palpasi daerah abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan
pada abdomen, palpasi denyut nadi pasien, auskultasi bising usus serta kaji
pola makan dan perubahan nutrisi pasien.
H. Diagnosa dan
Intervensi Keperawatan.
1.
Hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella Thyposa.
Intervensi:
1)
Observasi suhu, nadi, tensi dan pernafasan.
2)
Obersevasi keluhan tingkat kesadaran klien.
3)
Observasi dan catat intake dan output cairan.
2.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anorexia.
Intervensi:
1)
Kaji status nutrisi rasional untuk mengetahui status nutrisi klien.
2)
Mengkaji intake dan output makanan dengan mengetahui kebutuhan yang masuk.
3)
Anjurkan klien untuk makan sedikit demi sedikit tapi sering.
4)
Beri makanan yang disukai klien.
Kolaborasi:
5)
Konsul dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna;.
3.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah dan
diare.
Intervensi:
1) Kaji
perubahan TTV.
2)
Kaji turgor kulit dan kelembaban membran mukosa.
3)
Monitor intake dan output cairan.
4)
Anjurkan klien untuk makan yang banyak.
5)
Beri klien makanan rendah serat.
Kolaborasi:
6)
Beri obat SOD, misal: Antipiretik, Antiemetik.
7)
Beri infus SOD untuk mempertahankan cairan dalam tubuh.
4.
Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan inflamasi/ infeksi usus.
Intervensi:
1)
Kaji peningkatan suhu tubuh klien.
2)
Beri kompres dingin.
3)
Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang tipis.
4)
Anjurkan klien untuk minum banyak.
5)
Beri ventilasi udara.
Kolaborasi:
6)
Beri obat SOD.
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring.
Intervensi:
1)
Kaji TTV.
2) Beri
lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa terganggu.
3)
Ajarkan tehnik penghematan energi.
4)
Anjurkan klien untuk selalu melakukan gerakan pasif.
5)
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas ringan.
6.
Resiko tinggi terjadinya trauma berhubungan dengan mental delirium/ psikosis.
Intervensi:
1)
Jaga keamanan lingkungan klien.
2)
Libatkan keluarga untuk mencegah bahaya jatuh/ benturan pada klien dan memberi
tahu perawat bila memerlukan bantuan.
3)
Observasi tingkat kesadaran dan TTV.
4)
Kolaborasi dengan dokter bila klien makin gelisah dan kesadaran menurun.
DAFTAR
PUSTAKA.
Carpenito, Linda Juall, et all. 2000. Diagnosa
Keperawatan. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.
Ovedaff, D. 1999. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I Edisi Ke-3. Jakarta: Media Aeculapius.
FKUI.
Persatuan Ahli Penyakit Dalam
Indonesia. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi ke-3.
Jakarta:
Balai Penerbit FKUI Jakarta.
Post a Comment