LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI DASAR
PERCOBAAN V
POPULASI, KOMUNITAS, DAN EKOSISTEM
NAMA : ICUK SUGIARTO SESA. A
NIM : M11114309
FAKULTAS
/ GOL. : KEHUTANAN / M1
HARI/TGL. PERCOBAAN : RABU, 15
APRIL
2015
KELOMPOK : I
ASISTEN :
LABORATORIUM BIOLOGI DASAR
UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA
KULIAH BIOLOGI DASAR
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.
1. Latar Belakang
Organisme hidup dalam sebuah system
ditopang oleh berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling berpengaruh,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Kehidupan semua jenis makhluk hidup
sering mempengaruhi, cara berinteraksi dengan alam membentuk kesatuan
disebut ekosistem. Ekosistem juga menunjukkan adanya interaksi bolak balik antara
makhluk hidup (biotik) dengan alam (abiotik) (Remmert, 1980).
Suatu populasi dapat ditafsirkan
sebagai suatu kolompok makhuk yang sama spesiesnya dan mendiami suatu ruang
khusus pada waktu yang khusus. Populasi dapat dibagi menjadi deme, atau
populasi setempat, kelompok-kelompok yang dapat saling membuahi, satuan
kolektif terkecil populasi hewan atau tumbuhan.Populasi memiliki beberapa
karakteristik berupa pengukuran statistic yang tidak dapat diterapkan pada
individu anggota opulasi. Karakteristik dasar populasi adalah besar populasi
atau kerapatan. Kerapatan populasi ialah ukuran besar populasi yang berhubungan
dengan satuan ruang, yang umumnya diteliti dan dinyatakan sabagai cacah
individu atau biomassa per satuan luas per satuan isi. Kadang kala penting untuk
membedakan kerapatan kasar dari kerapatan ekologik (Remmert, 1980).
Organisme atau
makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup
sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme
lain dan semua komponen lingkungan yang dapat dipandang sebagai sumber daya
alam untuk keperluan pangan, papan atau tempat berlindung, sandang serta
kegunaan lain sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Dengan demikian antar organisme
yang satu dengan yang lainnya, serta dengan semua komponen lingkungannya itu
mempunyai hubungan baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Indriyanto, 2010).
Ekosistem
dapat berupa
kajian yang sangat kompleks yang
dapat menunjang kehidupan makhluk hidup sehingga
pemahaman tentang keanekaragaman hayati, bakteri, protista, fungi, tumbuhan,
dan hewan sangat dibutuhkan. Selain itu, pengetahuan tentang unsur dan senyawa
kimia, pH, suhu, tekanan, udara, serta kelembaban juga dibutuhkan untuk
mempelajari materi ini. Oleh karena itu, pada percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui
pertumbuhan populasi dengan menggunakan
model yang tidak berwujud atau dengan melakukan penalaran dan mempelajari komunitas dan ekosistem dengan daerah
penelitian (Indriyanto,
2010).
I.
2. Tujuan Percobaan
Percobaan
ini bertujuan untuk :
1.
Menggunakan
model untuk meneliti bagaimana suatu populasi dapat tumbuh.
2.
Mempelajari
suatu komunitas dan akan mengumpulkan data sebanyak mungkin selama waktu dan
kesempatan memungkinkan. Kemudian memeriksa hubungan antara masing-masing
spesies, agar saudara dapat mengira-ngirakan urutan mana yang paling penting
dan untuk mengetahui struktur komunitas itu.
I.
3. Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan
ini dilaksanakan pada pukul 07.30 sampai pukul 11.00 hari Rabu tanggal 15
April
2015
di Laboratorium Biologi Dasar Universitas Hasanuddin dan pengambilan
data dilaksanakan pada pukul 09.30 sampai pukul 10.00 di sekitar lingkungan Lab Biologi Dasar Universitas Hasanuddin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Di dalam lingkungan terjadi interaksi
kisaran yang luas dan kompleks. Ekologi merupakan cabang ilmu biologi yang
menggabungkan pendekatan hipotesis deduktif, yang menggunakan pengamatan dan
eksperimen untuk menguji penjelasan hipotesis dari fenomena-fenomena ekologis (Remmert, 1980).
Setiap organisme yang hidup di alam
tidak dapat hidup sendiri melainkan harus selalu berinteraksi baik dengan alam
(lingkungan) maupun dengan organisme lainnya. Organisme hidup dalam sebuah system
ditopang oleh berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling berpengaruh,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Kehidupan semua jenis makhluk hidup
sering mempengaruhi, cara berinteraksi dengan alam membentuk kesatuan
disebut ekosistem. Ekosistem juga menunjukkan adanya interaksi bolak balik
antara makhluk hidup (biotik) dengan alam (abiotik) (Indriyanto, 2010).
Dalam
kehidupan yang berlangsung di alam, baik itu
makhluk hidup yang hidup di darat maupun di air, berusaha memenuhi kebutuhan
energinya. Makhluk hidup autotrof akan melakukan sintesis makanan untuk
mendapatkan energi, dan pada makhluk hidup heterotrof akan ada peristiwa
memakan untuk mendapatkan energi. Pengurai (dekomposer) akan memecah materi
organik kompleks menjadi lebih sederhana untuk dirinya dan dapat digunakan
kembali oleh makhluk hidup autotrof (Setiawan, 2010).
Ekosistem
adalah suatu tatanan kesatuan yang secara utuh tersusun dan menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem
merupakan hubungan timbal balik yang kompleks antara makhluk hidup dan
lingkungannya, baik lingkungan hidup maupun maupun tak hidup. Dalam ekologi,
ekosistem merupakan satuan fungsional dasar. Ekosistem itu sendiri terdiri atas
satuan-satuan makhluk hidup, yaitu individu, populasi, komunitas, dan bioma (Pujianto, 2008).
Dalam
ekologi, individu adalah makhluk hidup tunggal yang tidak dapat dibagi-bagi.
Seorang manusia, sebatang pohon kelapa, seekor kucing, dan seekor belalang
merupakan individu. Demikian pula dengan tiap-tiap ekor sapi dalam sekawanan
sapi, seekor ikan dalam kelompoknya, dan tiap-tiap pohon karet dalam suatu
perkebunan. Dari atas tanah, serumpun jahe itu terlihat sendiri atas beberapa
tanaman jahe (Pujianto,
2008).
Satuan
makhluk hidup dalam ekosistem dapat berupa individu, populasi, atau komunitas.
Individu adalah makhluk tunggal. Contohnya: seekor kelinci, seekor serigala,
atau individu yang lainnya. Sejumlah individu sejenis (satu spesies) pada
tempat tertentu akan membentuk Populasi. Contoh : dipadang rumput hidup
sekelompok kelinci dan sekelompok serigala. Jumlah anggota populasi dapat
mengalami perubahan karena kelahiran, kematian, dan migrasi (emigrasi dan
imigrasi). Sedangkan komunitas yaitu seluruh populasi makhluk hidup yang hidup
di suatu daerah tertentu dan diantara satu sama lain saling berinteraksi.
Contoh: di suatu padang rumput terjadi saling interaksi antarpopulasi rumput,
populasi kelinci. dan populasi serigala. Setiap individu, populasi dan
komunitas menempati tempat hidup tertentu yang disebut habitat. Komunitas
dengan seluruh faktor abiotiknya membentuk suatu ekosistem. Suatu komunitas di
suatu daerah yang mencakup daerah luas disebut bioma. Contoh: bioma padang
rumput, bioma gurun, dan bioma hutan tropis. Semua bagian bumi dan
atmosfer yang dapat dihuni makhluk hidup disebut biosfer (Julianty, 2012).
II. 1 Hubungan Antar Organisme
Tiap individu atau organisme
akan
selalu berhubungan dengan lingkungannya atau bahkan individu lain yang
sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau
individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian
banyak kita lihat di sekitar kita. Interaksi antar organisme dalam komunitas
ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat
dikategorikan sebagai berikut (Setiawan, 2010) :
a.
Netral
Netral ialah, hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat
yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah
pihak, disebut netral. Contohnya : antara capung dan sapi.
b.
Predasi
Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa
(predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat
hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa.
Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan
tikus.
c.
Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda
spesies, bilasalah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil
makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.
d.
Komensalisme
Komensalisme merupakan hubunganantara dua organisme yang
berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan;
salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya
anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
e.
Mutualisme
Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda
spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang
hidup pada bintil akar kacang-kacangan.
II. 2 Ekosistem dan Komponen
Penyusunnya
Berdasarkan
proses terjadinya, ekosistem dibedakan atas dua macam yaitu ekosistem alami,
yaitu ekosistem yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia. Contoh: danau,
gurun, dan laut. Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang terjadi karena buatan
manusia. Contoh: kolam, sawah, waduk, dan kebun. Ekosistem tidak akan tetap
selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan. Antara faktor biotik dan abiotik
selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang merupakan salah satu penyebab
perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau
karena campur tangan manusia (Indriyanto, 2010).
II.
2. 1 Pembagian Komponen Penyusun Biotik
Komponen Penyusun Ekosistem terdiri atas komponen biotik dan
abiotik. Komponen Biotik (bio = hidup) meliputi semua makhluk hidup yang
terdapat dalam ekosistem misalnya pada manusia, hewan, tumbuhan.
Berdasarkan fungsinya, makhluk hidup dibagi menjadi
tiga tipe yang sangat umum, yaitu (Daus, 2012) :
1.
Produsen
Produsen adalah makhluk hidup yang dapat menghasilkan makanan sendiri.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah tumbuhan hijau
atau tumbuhan yang mempunyai klorofil serta organisme autotrof. Di dalam
ekosistem perairan, komponen biotik yang
berfungsi sebagai produsen adalah berbagai jenis alga dan fitoplankton.
Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan makanan sendiri yang
berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti
matahari dan kimia. Alga adalah sekelompok organisme autotrof yang
tidak memiliki organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga bahkan dapat
dianggap tidak memiliki “organ” seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang,
daun, dan sebagainya). Fitoplankton adalah salah satu komponen autotrof plankton yang memperoleh
energi melalui proses fotosintesis sehingga mereka harus berada pada bagian
permukaan (disebut sebagai zona euphotic)
lautan, danau atau kumpulan air yang lain. Melalui fotosintesis, fitoplankton
menghasilkan banyak oksigen yang memenuhi atmosfer Bumi.
2.
Konsumen
Konsumen adalah makhluk hidup yang memperoleh energi dari bahan makanan
yang dibuat oleh produsen. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah manusia dan hewan. Karena tidak dapat membuat makanan sendiri dan selalu
bergantung pada makhluk hidup lain, maka konsumen bersifat heterotrof. Heterotrof adalah organisme yang tergantung pada organisme lain untuk
mendapatkan makanan. Berdasarkan jenis makanannya, konsumen dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut. Herbivora, konsumen yang hanya mengonsumsi tumbuhan dan
merupakan konsumen tingkat pertama. Karnivora, organisme pemakan daging
saja dan juga memakan hewan herbivora sehingga disebut dengan konsumen kedua. Omnivora,
pemakan segala (tumbuhan dan hewan).
3.
Dekomposer
(Pengurai)
Dekomposer atau Pengurai adalah komponen biotik yang berperan
menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme yang telah mati ataupun
hasil pembuangan sisa pencernaan. Makhluk hidup yang berperan sebagai pengurai
adalah bakteri dan jamur saprofit.
Dengan adanya organisme pengurai, zat mineral atau unsur hara hasil penguraian
yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dapat meresap ke dalam tanah.
Bakteri Saprofit adalah bakteri yang menguraikan tumbuhan atau hewan mati,
serta sisa-sisa atau kotoran organisme. Bakteri saprofit menguraikan protein,
karbohidrat, dan senyawa organik lain menjadi CO2, gas amoniak, dan
senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana sehingga keberadannya sangat berperan
dalam membersihkan sampah organik di lingkungan sekitar.
II. 2. 2 Pembagian Komponen Penyusun Abiotik
Komponen Abiotik adalah
komponen yang tidak hidup. Komponen abiotik menyediakan tempat hidup, makanan,
dan kondisi yang diperlukan oleh komponen biotik, sehingga komposisi komponen
abiotik sangat memengaruhi jenis komponen biotik yang dapat hidup. Berikut yang termasuk komponen abiotik (Daus, 2012) :
1.
Tanah
Keadaan tanah menentukan jenis tumbuhan yang
dapat hidup dan jenis-jenis tumbuhan akan menentukan jenis-jenis hewan yang
dapat hidup.
2.
Air
Air
berfungsi sebagai pelarut zat-zat dalam tubuh, sistem pengangkut, dan tempat
berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia di dalam tubuh. Keberadaan air pada suatu
ekosistem sangat memengaruhi jenis makhluk hidup yang dapat hidup. Hewan dan
tumbuhan juga beradaptasi untuk menyesuaikan dengan keadaan air di
lingkungannya.
3.
Suhu
Suhu memengaruhi reaksi biokimiawi di dalam tubuh. Suhu
yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menyebabkan gangguan pada
reaksi-reaksi biokimiawi di dalam tubuh sehingga aktivitasnya terganggu. Oleh
karena itu setiap makhluk hidup memerlukan suhu optimum untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
4.
Cahaya
Matahari
Cahaya
matahari diperlukan untuk proses fotosintesis tumbuhan hijau. Cahaya matahari
juga memengaruhi suhu bumi menjadi sesuai untuk kehidupan berbagai makhluk
hidup.
5.
Udara
Udara
merupakan campuran berbagai macam gas. Gas-gas tersebut memiliki fungsi berbeda
pada ekosistem.
II. 3 Pembagian Tingkatan Trofik
Berdasarkan atas pemahaman tingkat
trofik, maka organisme dalam ekosistemdikelompokkan sebagai berikut (Indriyanto, 2010) :
a.
Tingkat trofik pertama, yaitu semua organisme yang berstatus
sebagai produsen. Semua jenis tumbuhan hijau membentuk tingkat trofik pertama.
b.
Tingkat trofik kedua, yaitu semua organisme yang berstatus
sebagai herbivora. Semua herbivora (konsumen primer) membentuk tingkat trofik
kedua.
c.
Tingkat trofik ketiga, yaitu semua organisme yang berstatus
sebagai karnivora kecil (konsumen sekunder).
d.
Tingkat trofik keempat, yaitu semua organisme berstatus
sebagai karnivora besar (karnivora tingkat tinggi).
e.
Tingkat trofik kelima, yaitu semua organisme yang berstatus
sebagai perombak (dekomposer dan transformer) atau semua mikroorganisme.
Ekosistem terdapat
interaksi antara komponen abiotik dengan komponen biotik. Pada komponen biotik
di bentuk oleh berbagai organisme yang berbeda jenisnya (Daus, 2012).
Beberapa organisme
yang jenisnya sama akan membentuk populasi, beberapa populasi yang berbeda akan
membentuk komunitas. Satu ekosistem akan berbeda dengan ekosistem lainnya.
Perbedaan ini terjadi di dasarkan ciri-ciri komunitas yang menonjol (baik hewan
maupun tumbuhan) karena setiap organisme membentuk komunitas memiliki
karakteristik yang bermacam-macam, maka terbentuklah macam-macam ekosistem.
Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai
konsumen dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer (Indriyanto, 2010).
Semua makhluk hidup, baik manusia, hewan, tumbuhan,
maupun mikroorganisme, menghuni suatu lingkungan. Lingkungan adalah segala
sesuatu yang ada disekeliling makhluk hidup
dan berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup diperoleh dari
lingkungannya. Agar dapat memperoleh semua itu, setiap makhluk hidup harus memiliki
lingkungan yang sesuai. Sebagai contoh, seekor sapi tumbuh, memperoleh makanan,
dan berkembang biak di lingkungan darat (Pujianto, 2008).
Setiap makhluk hidup harus hidup dan tinggal di
lingkungan alaminya atau lingkungan yang dapat memenuhi seluruh persyaratan
hidup dari makhluk hidup itu sendiri tersbut. Lingkungan tertentu tempat suatu
makhluk hidup tumbuh dan hidup secara alami dinamakan habitat. Setiap jenis
makhluk hidup memiliki habitat yang berbeda, contohnya habitat cacing pita
adalah usus hewan Mammalia, habitat belut adalah tanah persawahan, dan habitat
pohon bakau adalah daerah pasang surut tropis. Istilah habitat juga digunakan
untuk menunjukkan tempat hidup dan tumbuh sekelompok organisme dari berbagai
jenis yang membentuk suatu komunitas, misanya habitat padang rumput dan habitat
hutan mangrove (Pujianto, 2008).
Dalam ekosistem ataupun lingkungan tempat hidupnya,
setiap jenis makhluk hidup memiliki kedudukan, peran, atau fungsi yang spesifik
sesuai dengan habitatnya. Kekhususan kedudukan,peran, atau fungsi itu dinamakan
nisia (niche) atau relung. Jika habitat disamakan dengan “alamat”, nisia dapat
disamakan dengan cara hidup, “profesi”, atau “pekerjaan” suatu jenis makhluk
hidup. Istilah nisia pertama kali digunakan dalam pengertian “status fungsional
suatu organisme dalam omunitas tertentu oleh seorang ilmuwan Inggris bernama
Charles Elton (1927) (Pujianto, 2008).
Setiap kegiatan memerlukan energi.
Sumber energi untuk organisme adalah energi kimia yang terdapat di dalam
makanan. Makhluk hidup tidak mampu menciptakan energi, melainkan hanya
memindahkan dan memanfaatkannya untuk beraktivitas. perpindahan energi berlangsung
dari matahari ke tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis. Di sini energi
cahaya diubah menjadi energi kimia. Sewaktu tumbuhan hijau dimakan herbivora,
energi kimia yang tersimpan dalam tumbuhan berpindah ke dalam tubuh herbivora
dan sebagian energi hilang berupa panas. Demikian juga sewaktu herbivora
dimakan karnivora. Oleh karena itu, aliran energi pada rantai makanan jumlahnya
semakin berkurang. Pergerakan energi di dalam ekosistem hanya satu jalur,
berupa aliran energi (Remmert, 1980).
Rantai makanan adalah suatu peristiwa yang terjadi
diamana makan
dan dimakan antara organisme dengan arah tertentu pada suatu ekosistem. terdiri
atas rantai makanan perumput,rantai makanan detritus. Rantai Makanan tidak
hanya mencakup hewan-hewan seperti rusa, sapi tetapi juga herbivora kecil
misalnya serangga (Remmert, 1980).
Suatu jenis makhluk hidup yang sama sering kali
menempati nisia yang berbeda jika berada di lingkungan yang berbeda, bergantung
padaorganisasi komunitas setempat. Dalam suatu kelompok taksonomi yang sama,
jenis-jenis makhluk hidup itu tidak akan pernah menempati nisia yang sama jika
berada dalam habitat yang sama. Hal serupa juga terjadi pada makhluk hidup yang
mengalami beberapa tahap perkembangan (metamorfhosis) (Kimball, 2005).
Dalam setiap tahap perkembangan tersebutsuatu makhluk
hidup menempati nisia yang berbeda. Sebagai contoh, jentik-jentik nyamuk
memiliki habitat dan nisia yang berbeda dengan nyamuk dewasa. Jika dalam suatu
habitat ada dua jenis atau lebih makhluk hidup yang memiliki nisia yang sama
maka akan tejadi kompetisi di antara makhluk hidup tersebut. jenis yang lebih
mampu beradaptasi dan mengambil keuntungan dari lingkungan tersebutakan mampu
bertahan (survive), sedangkan yang tidak mampu beradaptasi dengan baik dan
mengambil keuntungan akan kalah. Jenis yang kalah kalau tetap bertahan pada
nisia tersebut kemungkinan besar akan mati atau punah (Pujianto, 2008).
Dalam mekanisme pertahanan, untuk dapat mempertahankan
jenisnya dari kepunahan, jenis tersebut harus pindah ke habitat lain yang
tingkat kompetisinya lebih rendah. Nisia suatu jenis makhluk hidup merupakan
akibat dari adaptasi struktural, fisiologi, dan perilaku spesifik makhluk hidup
(Pujianto, 2008).
Setiap makhluk hidup atau organisme di alam selalu
melakukan kegiatan-kegiatan. Harimau menangkap mangsa, rumpun padi tumbuh
membesar, bunga-bunga mekar dan kemudian menjadi layu, serta bakteri
membusukkan bangkai hewan, semua itu adalah contoh-contoh kegiatan yang
dilakukan oleh organisme. Setiap kegiatan memerlukan energi (Pujianto, 2008).
Semua bentuk kehidupan di muka bumi ini memperoleh
energi dari matahari, baik secara langsung maupun tidak langsung..Produsen
atau organisme autotrof memperoleh energi secara lansung dari cahaya matahari.
Hal ini disebabkan organisme autotrof memiliki komponen, yaitu klorofil, yang
berfungsi sebagai penangkap cahaya matahari. Oleh organisme autotrof, cahaya
matahari digunakan untuk melakukan fotosintesis (Pujianto, 2008).
Apabila produsen dimakan oleh konsumen I atau konsumen
primer (herbivor), energi kimia yang tersimpan dalam tubuh produsen tadi akan
berpindah ke tubh konsumen I dan digunakan untuk aktifitas tubuhnya. Sebagian
energy akan hilang dalam bentuk panas. Jika tubuh konsumen I dimakan oleh
konsumen II atau sekunder (karnivor), terjadi perpindahan energi dari konsumen
I ke konsumen II. Demikian pula jika konsumen II dimakan oleh konsumen III atau
tersier. Sebagian energy itu juga akan digunakan untuk aktivitas tubuhnya dan
sebagian lagi juga akan hilang sebagai panas. Begitu pula saat konsumen III
mati, tubuhnya akan diuraikan oleh dekomposer. Dekomposer memperoleh energy
dari penguraian ini, tetapi sebagian energi akan hilang sebagai panas
(Pujianto, 2008).
Dari seluruh energi cahaya yang ditangkapnya, hanya
sekitar 0,01% yang digunakan tumbuhan untuk membentuk zat organik (gula).
Namun, hanya sekitar 10% dari 0,01% energi itu yang benar-benar sampai ke
konsumen I. begitu pula energi yang sampai ke konsumen II, hanya sekitar 10%
dari yang diterima konsumen I. demikian seterusnya. Jadi, dalam setiap
perpindahan energi melalui proses memakan dan dimakan, selalu terjadi
kehilangan energi (energi panas). Dalam hali ini, konsumen puncak selalu
menerima energi yang paling kecil. Ada tiga faktor yang menyebabkan hilangnya
energi dalam suatu proses memakan dan dimakan, yaitu sebagai berikut (Pujianto,
2008).
1.
Populasi
konsumen tidak dapat memanfaatkan seluruh sumber makanan yang ada.
2.
Ketidaksempurnaan
dapat melakukan pencernaan makanan.
3.
Gerakan
serta respirasi menyebabkan energi hilang dalam bentuk panas.
Dalam suatu ekosistem, terjadi peristiwa memakan dan
dimakan sederetan organisme dengan urutan tertentu dinamakan rantai makanan.
Dalam rantai makanan terjadi proses perpindahan energi dari produsen ke
konsumen (I, II, III, dan seterusnya) kemudian ke pengurai. Semua rantai
makanan selalu dimulai dari tumbuhan berklorofil yang berperan sebagai produsen dan berakhir
pengurai yang berperan sebagai dekomposer. Pengurai tersebut menghasilkan unsur-unsur
hara (senyawa-senyawa kimia) yang dapat digunakan lagi oleh produsen (Pujianto,
2008).
Adaptasi yaitu
proses penyesuaian diri makhluk hidup dengan lingkungannya. Adaptasi terbagi
menjadi 2 yaitu adaptasi morfologi dan adaptasi fisiologi. Adaptasi morfologi
yaitu penyesuaian bentuk tubuh, struktur tubuh, atau alat – alat tubuh.
Adaptasi morfologi dapat dengan mudah mengamati morfologi adaptasi sebab tampak
dari luar. Adaptasi fisiologi adalah
penyesuaian fungsi alat–alat tubuh orgnisme terhadap lingkungannya. Pengamatan
terhadap adaptasi fisiologi tidak mudah karena menyangkut fungsi
alat–alat tubuh yang umumnya terletak di bagian dalam tubuh (Julianty, 2012).
Kepadatan pupolasi satu jenis atau
kelompok hewan dapat dinyatakan dalam dalam bentuk jumlah atau biomassa per
unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan.
Kepadatan pupolasi sangat penting diukur untuk menghitung produktifitas, tetapi
untuk membandingkan suatu komunitas dengan komnitas lainnya parameter ini tidak
begitu tapat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan relative. Kepadatan relative
dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan
semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut (Kimball, 2005).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III. 1. Alat
Adapun alat-alat yang
digunakan pada percobaan ini adalah alat tulis, seperti pulpen, pensil, kertas dan penggaris.
III. 2. Bahan
Adapun bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah tali rafiah dan kertas grafik.
III. 3. Cara Kerja
III. 3. 1. Model Pertumbuhan Populasi
1.
Mempersiapkan model
Model yang digunakan
hanya suatu pengamatan
semu, dimana membutuhkan penalaran yang terdiri
atas 4 model.
a.
Model I
Mengumpamakan
di suatu daerah pada tahun 2015 dihuni oleh 10 burung merpati (5 pasang jantan dan betina).
Asumsi
I : Setiap musim bertelur, setiap
pasang burung merpati menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5
ekor betina.
Asumsi
II : Setiap tahun semua tetua induk
(induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya.
Asumsi
III : Setiap tahun semua keturunan
hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. (Dalam kedaan sebenarnya beberapa tetua akan hidup dan beberapa
keturunannya akan mati. Asumsi I dan III akan saling memberikan suatu kedaan
yang seimbang, sehingga akan mengurangi perbedaan antar model yang kita buat
dengan keadaan yang sebenarnya).
Asumsi
IV : Selama pengamatan tidak ada
burung yang meninggalkan atau yang datang ke daerah tersebut.
b.
Model II
Mengumpamakan
di suatu daerah pada tahun 2015 dihuni oleh 10 burung merpati (5 pasang jantan dan betina).
Asumsi
I : Setiap musim bertelur, setiap
pasang burung merpati menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5
ekor betina.
Asumsi
II : Setiap tahun dua perlima dari
tetua (jantan dan betina sama jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi
untuk kedua kalinya, baru kemudian mati.
Asumsi
III : Setiap tahun semua keturunan
hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. (Dalam
kedaan sebenarnya beberapa tetua akan hidup dan beberapa keturunannya akan
mati. Asumsi I dan III akan saling memberikan suatu kedaan yang seimbang,
sehingga akan mengurangi perbedaan antar model yang kita buat dengan keadaan
yang sebenarnya).
Asumsi
IV : Selama pengamatan tidak ada
burung yang meninggalkan atau yang datang ke daerah tersebut.
c.
Model III
Mengumpamakan
di suatu daerah pada tahun 2015 dihuni oleh 10 burung merpati (5 pasang jantan dan betina).
Asumsi
I : Setiap musim bertelur, setiap
pasang burung merpati menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5
ekor betina.
Asumsi
II : Setiap tahun semua tetua induk
(induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya. (Dalam kedaan sebenarnya beberapa tetua akan hidup dan beberapa
keturunannya akan mati. Asumsi I dan III akan saling memberikan suatu kedaan
yang seimbang, sehingga akan mengurangi perbedaan antar model yang kita buat
dengan keadaan yang sebenarnya).
Asumsi
III : Setiap tahun dua perlima dari
keturunannya (jantan dan betina sama jumlahnya) mati sebelum musim bertelur. Asumsi yang lain tidak mengalami perubahan.
Asumsi
IV : Selama pengamatan tidak ada
burung yang meninggalkan atau yang datang ke daerah tersebut.
d.
Model IV
Mengumpamakan
di suatu daerah pada tahun 2015 dihuni oleh 10 burung merpati (5 pasang jantan dan betina).
Asumsi
I : Setiap musim bertelur, setiap
pasang burung merpati menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5
ekor betina.
Asumsi
II : Setiap tahun semua tetua induk
(induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya. (Dalam kedaan sebenarnya beberapa tetua akan hidup
dan beberapa keturunannya akan mati. Asumsi I dan III akan saling memberikan
suatu kedaan yang seimbang, sehingga akan mengurangi perbedaan antar model yang
kita buat dengan keadaan yang sebenarnya).
Asumsi
III : Setiap tahun semua keturunan
hidup sampai pada musim bertelur berikutnya.
Asumsi
IV : Setiap tahun 50 burung merpati
(jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke daerah tersebut dari tempat
lainnya. Tidak seekor burung yang meninggalkan daerah tersebut. Asumsi yang lain tidak mengalami perubahan.
2.
Menghitung besarnya
pertumbuhan populasi tiap-tiap model.
3.
Membuat grafik untuk
tiap-tiap model.
III.
3. 2. Struktur Ekosistem
1. Menentukan daerah pengamatan.
2.
Mengadakan survey
tempat.
3.
Menentukan data apa
yang harus diteliti.
4.
Mengumpulkan data
dengan mencatat komponen biotik (organisme) dan abiotik yang terdapat di daerah
penelitian dan kuantitasnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.
1. Hasil
IV.
1. 1. Model Pertumbuhan Populasi
A.
Data Populasi
a.
Model I
Tahun 2015
: 10 burung gereja = 5 pasang burung gereja
Asumsi I : 5 × 10 =
50 ekor
50 + 10 =
60 ekor
Asumsi II : 60 – 10 =
50 ekor
Asumsi III : 50 ekor
Asumsi IV : 50 ekor (25 pasang)
Tahun 2016
: 50 burung gereja = 25 pasang burung gereja
Asumsi I : 25 × 10 = 250 ekor
250 + 50 =
300 ekor
Asumsi II : 300 – 50 = 250 ekor
Asumsi III : 250 ekor
Asumsi IV : 250 ekor (125 pasang)
Tahun 2017 : 250 burung gereja =
125 pasang burung gereja
Asumsi I : 125 × 10 = 1250 ekor
1250 + 250 =
1500 ekor
Asumsi II : 1500 – 250 = 1250 ekor
Asumsi III : 1250 ekor
Asumsi IV : 1250 ekor (625 pasang)
Tahun 2018
: 1250 burung gereja = 625 pasang burung
gereja
Asumsi I : 625 × 10 = 6250 ekor
6250 + 1250 =
7500 ekor
Asumsi II : 7500 – 1250 = 6250 ekor
Asumsi III : 6250 ekor
Asumsi IV : 6250 ekor (3125 pasang)
Tahun 2019
: 6250 burung gereja = 3125 pasang burung
gereja
Asumsi I : 3125 × 10 = 31250 ekor
31250 + 6250 = 37500 ekor
Asumsi II : 37500 – 6250 = 31250 ekor
Asumsi III : 31250 ekor
Asumsi IV : 31250 ekor (15625 pasang)
b. Model
II
Tahun 2015
: 10 burung gereja = 5 pasang burung gereja
Asumsi I : 5 × 10 =
50 ekor
50 + 10 =
60
ekor
Asumsi II :
× 10 = 4 ekor
(hidup)
10 – 4 = 6
ekor (mati)
60 – 6 =
54 ekor
Asumsi III : 54 ekor
Asumsi IV : 54 ekor (27 pasang)
Tahun 2016
: 54 burung gereja = 27 pasang burung gereja
Asumsi I : 27 × 10 = 270 ekor
54 – 4 =
50 ekor
270 + 50 = 320 ekor
Asumsi II :
× 50 = 20 ekor
(hidup)
50 – 20 = 30
ekor (mati)
320 – 30 = 290
ekor
Asumsi III : 290 ekor
Asumsi IV : 290 ekor (145 pasang)
Tahun 2017
: 290 burung gereja = 145
pasang
burung gereja
Asumsi I : 145 × 10 = 1450 ekor
290 – 20 = 270
ekor
1450 + 270 = 1720 ekor
Asumsi II :
× 270 = 108 ekor
(hidup)
270 – 108 = 162
ekor (mati)
1720 – 162 = 1558
ekor
Asumsi III : 1558 ekor
Asumsi IV : 1558 ekor (779 pasang)
Tahun 2018 : 1558 burung gereja
= 779 pasang
burung gereja
Asumsi I : 779 × 10 = 7790 ekor
1558 – 108 = 1450
ekor
7790 + 1450
= 9240 ekor
Asumsi II :
× 1450 = 580 ekor
(hidup)
1450 – 580 = 870
ekor (mati)
9240 – 870 = 8370
ekor
Asumsi III : 8370 ekor
Asumsi IV : 8370 ekor (4185 pasang)
Tahun 2019
: 8370 burung gereja = 4185
pasang
burung gereja
Asumsi I : 4185 × 10 = 41850 ekor
8370 – 580 = 7790 ekor
41850 + 7790 = 49640 ekor
Asumsi II :
× 7790 = 3116 ekor (hidup)
7790 – 3116 = 4674 ekor (mati)
49640 – 4674 = 44966 ekor
Asumsi III : 44966 ekor
Asumsi IV : 44966 ekor (22483 pasang)
c. Model
III
Tahun 2015
: 10 burung gereja = 5 pasang burung gereja
Asumsi I : 5 × 10 =
50 ekor
50 + 10 =
60
ekor
Asumsi II : 60 – 10 = 50 ekor
Asumsi III :
× 50 = 20 ekor
(mati)
50 – 20 =
30 ekor (hidup)
Asumsi IV : 30 ekor (15 pasang)
Tahun 2016
: 30 burung merpati = 15 pasang burung
merpati
Asumsi I : 15 × 10 =
150 ekor
150 + 30 =
180 ekor
Asumsi II : 180 – 30 = 150 ekor
Asumsi III :
× 150 = 60 ekor
(mati)
150 – 60 = 90 ekor
(hidup)
Asumsi IV : 90 ekor (45 pasang)
Tahun 2017
: 90 burung gereja = 45 pasang burung
gereja
Asumsi I : 45 × 10 = 450- ekor
450 + 90 =
540 ekor
Asumsi II : 540 – 90 = 450
Asumsi III :
× 450 = 180 ekor
(mati)
450 – 180 = 270 ekor
(hidup)
Asumsi IV : 270 ekor (135 pasang)
Tahun 2018
: 270 burung gereja = 135 pasang burung gereja
Asumsi I : 135 × 10 =
1350 ekor
1350 + 270 =
1620
ekor
Asumsi II : 1620 – 270 = 1350
Asumsi III :
× 1350 = 540 ekor
(mati)
1350 – 540 = 810 ekor
(hidup)
Asumsi IV : 810 ekor (405 pasang)
Tahun 2019
: 810 burung gereja = 405 pasang burung gereja
Asumsi I : 405 × 10 =
4050 ekor
4050 + 810 =
4860
ekor
Asumsi II : 4860 – 810 = 4050
Asumsi III :
× 4050 = 1620 ekor
(mati)
4050 – 1620 = 2430 ekor (hidup)
Asumsi IV : 2430 ekor (1215 pasang)
d. Model
IV
Tahun 2015
: 10 burung gereja = 5 pasang burung gereja
Asumsi I : 5 × 10 =
50 ekor
50 + 10 =
60 ekor
Asumsi II : 60 – 10 =
50 ekor
Asumsi III : 50 ekor
Asumsi IV : 50 + 50 = 100 ekor
(50 pasang)
Tahun 2016
: 100 burung gereja = 50 pasang burung gereja
Asumsi I : 50 × 10 = 500 ekor
500 + 100 =
600 ekor
Asumsi II : 600 – 100 = 500 ekor
Asumsi III : 500 ekor
Asumsi IV : 500 + 50 = 550 ekor
(275 pasang)
Tahun 2017
: 550 burung gereja = 275 pasang burung gereja
Asumsi I : 275 × 10 = 2750 ekor
2750 + 550 =
3300 ekor
Asumsi II : 3300 – 550 = 2750 ekor
Asumsi III : 2750 ekor
Asumsi IV : 2750 + 50 = 2800 ekor
(1400 pasang)
Tahun 2018
: 2800 burung gereja = 1400 pasang burung gereja
Asumsi I : 1400 × 10 = 14000 ekor
14000 + 2800 = 16800 ekor
Asumsi II : 16800 – 2800 = 14000 ekor
Asumsi III : 14000 ekor
Asumsi IV : 14000 + 50 = 14050 ekor (7025 pasang)
Tahun 2019
: 14050 burung gereja = 7025 pasang burung gereja
Asumsi I : 7025 × 10 = 70250 ekor
70250 + 14050 =
84300 ekor
Asumsi II : 843000 – 14050 = 70250 ekor
Asumsi III : 70250 ekor
Asumsi IV : 70250 + 50 = 70300
ekor (35150 pasang)
B.
Grafik Populasi
a.
Model I
b.
Model II
c.
Model III
d.
Model IV
IV.
1. 2. Struktur Ekosistem
A.
Tabel Ekosistem
No.
|
Komponen
biotik
|
Kuantitas
|
Komponen
abiotik
|
Kuantitas
|
1.
|
Manusia
|
∞
|
Tanah
|
∞
|
2.
|
Capung
|
6
|
Air
|
∞
|
3.
|
Belalang
|
∞
|
Udara/angina
|
∞
|
4.
|
Nyamuk
|
∞
|
Batu
|
∞
|
5.
|
Kupu-kupu
|
3
|
Pasir
|
∞
|
6.
|
Ulat bulu
|
2
|
Plastik
|
4
|
7.
|
Kodok
|
5
|
Sarang burung
|
1
|
8.
|
Kucing
|
1
|
|
|
9.
|
Burung
|
3
|
|
|
10.
|
Laba-laba
|
5
|
|
|
11.
|
Semut
|
∞
|
|
|
12.
|
Jangkrik
|
∞
|
|
|
13.
|
Kumbang
|
8
|
|
|
14.
|
Lumut
|
5
|
|
|
15.
|
Pohon Mangga
|
4
|
|
|
16.
|
Pohon Nangka
|
2
|
|
|
17.
|
Pohon Beringin
|
2
|
|
|
18.
|
Jamur
|
4
|
|
|
19.
|
Rumput gajah babat
|
∞
|
|
|
20.
|
Ayam
|
2
|
|
|
B.
Skema Rantai Makanan dan Jaring-jaring Makanan
a.
Rantai makanan
1.
Rumput – belalang – kodok – dekomposer
2.
Pohon
Nangka – belalang – kodok – dekomposer
3.
Pohon
Beringin – belalang – kodok – dekomposer
4.
Mangga – burung –
kucing – dekomposer
5.
Lumut – belalang – kodok – dekomposer
6.
Mangga – lalat –
laba-laba – dekomposer
7.
Mangga – ulat – katak – kucing - dekomposer
8.
Mangga – semut – kodok – dekomposer
9.
Nangka – semut – kodok – dekomposer
10. Rumput – kumbang – kodok – dekomposer
11. Rumput – belelang – ayam – dekomposer
12. Rumput – ulat bulu – kodok – dekomposer
13. Mangga – ulat – burung – dekomposer
b.
Jaring-jaring makanan
c.
Piramida
Makanan
IV.
2. Pembahasan
IV.
2. 1. Model Pertumbuhan Populasi
Pertumbuhan populasi ini terdiri atas empat model. Pada model I tahun 2015 yaitu 50 ekor burung gereja (25 pasang burung
gereja), tahun 2016 yaitu 250
ekor burung gereja (125 pasang burung gereja), tahun 2017 yaitu 1250 ekor burung gereja (625 pasang burung
gereja), tahun 2018 yaitu 6250
ekor burung gereja (3125 pasang burung gereja), tahun 2019 asumsi IV yaitu 31250 ekor burung gereja (15625
pasang burung gereja). Model ini menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi pada
tiap tahunnya itu semakin meningkat. Ini menunjukkan bahwa model I menunjukkan
kelahiran dalam populasi (natalitas) yang sangat tinggi namun dengan kematian
(mortalitas) yang sangat rendah.
Pada model II jumlah burung di populasi pada daerah tersebut tahun 2015 yaitu 54 ekor burung gereja (27
pasang burung gereja), tahun 2016 yaitu 290 ekor burung gereja (145 pasang burung gereja), tahun 2017 yaitu 1558 ekor burung gereja (779 pasang burung
gereja), tahun 2018 yaitu 5470
ekor burung gereja (2735 pasang burung gereja), tahun 2019 yaitu 19526 ekor burung gereja (9763 pasang burung
gereja), yang
menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi pada tiap tahunnya itu semakin
meningkat. Pada asumsi II setiap tahun dua per lima dari tetua mati, hal ini
menunjukkan bahwa terjadi mortalitas (kematian) induk tiap tahunnya setelah
memperoleh keturunan namun dengan tingkat rendah sehingga pertumbuhan populasi
pada model II lebih tinggi dari model I.
Pada model III jumlah burung di populasi pada daerah tersebut tahun 2015 yaitu 30 ekor burung gereja (15
pasang burung gereja), tahun 2016 yaitu 90 ekor burung gereja (45 pasang burung gereja), tahun 2017 yaitu 270
ekor burung gereja (135 pasang burung gereja), tahun 2018 yaitu 810 ekor burung gereja (405 pasang burung
gereja), tahun 2019 yaitu 2430
ekor burung gereja (1215 pasang burung gereja), yang menunjukkan bahwa
pertumbuhan populasi pada tiap tahunnya itu semakin meningkat. Pada asumsi II
setiap tahun dua per lima dari keturunan mati, hal ini menunjukkan bahwa
terjadi mortalitas (kematian) yang cukup tinggi pada keturunan tiap tahunnya
sebelum musim bertelur berikutnya yang dapat mengimbangi natalitas (kelahiran)
pada daerah tersebut. Sehingga model II menunjukkan pertumbuhan populasi yang
lebih rendah dari model I.
Pada model IV jumlah burung di populasi pada daerah
tersebut pada tahun 2015 yaitu 100 ekor burung gereja (50 pasang burung gereja), pada tahun 2016 yaitu 550 ekor burung gereja (275 pasang burung
gereja), pada tahun 2017 yaitu 2800 ekor burung gereja (1400 pasang burung gereja), pada tahun
2018 yaitu 14050 ekor burung gereja (7025
pasang burung gereja), pada tahun 2019 yaitu 70300 ekor burung gereja (35150 pasang burung gereja), yang
menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi pada tiap tahunnya itu semakin meningkat
yang ditambadengan faktor migrasi karena pada asumsi IV terjadi migrasi
(perpindahan populasi) burung gereja setiap tahunnya sebanyak 50 ekor tiap
tahunnya. Pertumbuhan populasi pada model IV lebih tinggi dibandingkan model I
dan juga model II. Jadi, bisa dituliskan bahwa model pertumbuhan populasi IV
yang paling tinggi.
Jadi, pertumbuhan populasi yang menggunakan empat
model tersebut menunjukkan bahwa dipengaruhi oleh tingkat mortalitas
(kematian), tingkat natalitas (kelahiran), dan tingkat migrasi (perpindahah ke
luar atau emigrasi dan perpindahan ke dalam atau imigrasi).
IV.
2. 2. Struktur Ekosistem
Berdasarkan
pengamatan yang kami lakukan di tempat pengambilan data yang menjadi komponen
abiotiknya yaitu tanah, air, udara, batu, dan pasir sedangkan komponen
biotiknya yaitu manusia, capung,
belalang, nyamuk, kupu-kupu, ulat bulu, kodok, kucing, burung, laba-laba,
semut, jangkrik, kumbang, lumut, pohon mangga, pohon nangka, pohon beringin,
jamur, rumput gajah babat, dan
ayam. Komponen yang paling dominan dalam ekosistem
tersebut yaitu rumput, mangga, burung, semut, belalang, nyamuk, dan semua
komponen abiotiknya.
produsen di ekosistem
ini adalah tumbuhan hijau
atau tumbuhan yang mempunyai klorofil serta organisme autotrof melalui proses fotosintesis. Yang bertindak sebagai produsen yakni pohon mangga,
pohon nangka, pohon beringin dan rumput. Namun, produsen tersebut sengaja ditanam oleh manusia dan ditata
sedemikian rupa. Yang menjadi konsumen pertamanya yaitu Ulat bulu, kupu-kupu, belalang, jangkrik, semut dan konsumen keduanya yaitu burun, kodok dan ayam. Konsumen ketiganya yaitu kucing, dan setelah konsumen ketiga mati maka akan diuraikan oleh dekomposer.
Pada rantai makanan, proses makan dan dimakan hanya
berlangsung dalam satu arah, sehingga tidak ada kompunen di dalamnya yang
memiliki dua fungsi sekaligus, karena mereka telah menempati peran masing
masing tanpa ada saling singgung. Sewaktu tumbuhan hijau dimakan herbivora,
energi kimia yang tersimpan dalam tumbuhan berpindah ke dalam tubuh herbivora
dan sebagian energi hilang berupa panas. Demikian juga sewaktu herbivora
dimakan karnivora. Oleh karena itu, aliran energi pada rantai makanan jumlahnya
semakin berkurang. Pergerakan energi di dal Pada jaring-jaring makanan arah
proses makan dimakan tidak hanya berlangsung dalam satu arah, melainkan
beberapa arah. Karena aring-jaring makanan merupakan penggabungan dari beberapa
rantai makanan. Hal ini menyebabkan adalah organism yang memiliki dua paranan
dalam reaksi perputaran energy yang terjadi. Semua rantai makanan dimulai
dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang melakukan fotosintesis seperti tumbuhan
hijau.organisme ini disebut produsen karena hanya mereka yang dapat membuat
makan dari bahan mentah anorganik. Setiap organisme, misalnya sapi atau
belalang yang memakan tumbuhan disebut herbivora atau konsumen primer.am
ekosistem hanya satu jalur, berupa aliran energi.
Jadi, dalam ekosistem komponen
abiotik membantu menyiapkan kebutuhan komponen biotik yang berlansung secara
terus-menerus.
BAB V
PENUTUP
V.
1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan, ialah sebagai berikut
:
1.
Pada
percobaan yang telah dilakukan, kita dapat menggunakan berbagai macam model (Model
I, II, III, dan IV) untuk mengetahui bagaimana populasi dapat tumbuh. Yang
berarti ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan suatu populasi,
yakni kelahiran, kematian dan migrasi, dan faktor-faktor lain yang mungkin
dapat terjadi.
2.
Berdasarkan
hasil pengamatan terhadap komponen abiotik dan biotik yang ditemukan dalam
wilayah pengamatan, maka dapat kita ketahui bahwa suatu komunitas terdiri dari
beberapa macam jenis organisme yang saling berhubugan sehingga membentuk rantai
makanan yakni peristiwa makan dan dimakan antara organisme dengan arah tertentu
pada suatu ekosistem. Dan juga Jaring-jaring makanan yang dibentuk oleh
beberapa rantai makanan yang saling berhubungan. Sehingga akan terbentuk
piramida ekologi yang menunjukkan tingkatan konsumen di atasnya lebih kecil
dibandingkan konsumen yang berada di bawahnya.
V.
2. Saran
Adapun saran dari percobaan ini
ialah, sebaiknya lokasi yang ditentukan lebih luas dan komponen abiotik &
biotiknya lebih banyak, agar dapat membuat rantai makanan dan jaring-jaring
makanan yang lebih terstruktur rapi. Kemudian dalam melakukan pengamatan
sebaiknya lebih teliti agar hasilnya sangat baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Daus.
2012. Ekologi. http://dauzbiotekhno.blogspot.com. Diakses
pada hari Sabtu
tanggal 18
April 2015
pukul 14:20.
Indriyanto. 2010. Ekologi
Hutan. Jakarta : Bumi Aksara.
Julianty,
Novi. 2012. Laporan Praktikum Biologi.
http://novyjuli.blogspot.com.
Diakses pada hari Sabtu tanggal 18 April 2015 pukul 14:25.
Kimball, J.W. 2005. Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Pujianto,
Sri. 2008. Menjelajah Dunia Biologi 1.
Solo: PT Tiga Serangkai.
Remmert,
Hermann. 1980. Ecology Edition 2. University
of Michigan : Springer-Verlag.
Setiawan,
Arif. 2010. Ekosistem. http://biologi.engviet.com/biologi/ekosistem. Diakses pada hari Sabtu tanggal 18 April 2015 pukul 14:30.
Post a Comment