Makalah Proses-Proses Sosial Dalam Pengelolaan Hutan






PENDAHULUAN

Kebijakan dan praktek pengelolaan hutan tidak berkembang bersama pemahaman terhadap nilai sejati hutan tersebut. Selama berpuluh-puluh tahun, hutan dinilai terutama demi kayunya dan komoditas lain, dan sebagai wilayah baru lahan bagi produksi pangan dan tempat merumput ternak.
Saat ini, tekanan lebih banyak difokuskan pada peran hutan sebagai cadangan utama keanekagaraman hayati, dan sebagai komponen penting dalam siklus karbon global maupun sistem hidrologi, dan ditekankan pula nilai nilai rekreasi dan keindahan. Seperti di banyak negara, pola dan praktek ekonomi yang dominan di sektor kehutanan di Indonesia ditetapkan dalam suatu masa awal berdasarkan informasi yang kurang lengkap untuk melayani suatu kisaran sempit sasaran-sasaran.
Peninjauan kembali praktek utama masalah ekonomi, yaitu: dan pola pengelolaan hutan di Indonesia harus didasarkan pada pertimbangan atas tiga rangkaian, yaitu :
1.      Banyak perubahan yang tidak terhindarkan dalam perekonomian hutan yang terlepas dari campur tangan kebijaksanaan yang diusulkan dan dirancang untuk meningkatkan nilai-nilai non kayu
2.      Manfaat ekonomi dari pengusahaan hutan mengalir pada sejumlah kecil pelaku, sedangkan orang-orang yang menanggung kerugiannya tersebar atau secara politik tersingkir; Kebijaksanaan masa lampau dan masa sekarang telah menciptakan ketergantungan yang kuat pada panen kayu besar-besaran, dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk menganeka ragamkan perekonomian kayu serta membuatnya berkelanjutan adalah besar dan secara politis sulit menggerakkan.
Yang ada di balik masalah-masalah di atas adalah penilaian keliru terhadap sumberdaya hutan yang terkandung dalam sebagian besar praktek dan kebijaksanaan kehutanan negara. Lazimnya, manfaat hutan yang utuh diremehkan oleh para pembuat kebijakan, sehingga menjamin bahwa sumberdaya itu digunakan secara keliru. Manfaat bersih dari pengusahaan hutan secara kronis telah terlampau dinilai tinggi, sedangkan kerugiannya telah diabaikan, dan kesalahan penilaian dua visi ini telah menyebabkan para pembuat kebijakan kurang melakukan investasi dalam pelestarian hutan dan pengelolaan kawasan hutan  Makalah ini memberikan penekanan pada bentuk pengelolaan sumberdaya hutan yang berorientasi dan berbasis pada ekosistem dan masyarakat. Tentunya akan muncul konflik antara kepentingan ekonomi dan ekologi yang sebenarnya tidak perlu terjadi apabila ada kearifan dalam pengelolaan, dimana keseimbangan akan terjadi tanpa mengabaikan satu dari kedua kepentingan ini.






BAB 1
(PEMBAHASAN)
v PROSES-PROSES SOSIAL DALAM PENGELOLAAN HUTAN
Ø  Proses Asosiatif
1.      Kerja Sama
Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi social yang pokok. Sebaliknya, sosiolog lain menganggap bahwa kerja samalah yang merupakan proses utama. Golongan yang terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi social atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan pada kerja sama.
Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia dan keja sama akan timbul karena adanya orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau da tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam didalam kelompok, dalam diri seorang atau golongan orang.
Dalam hubungannya dengan pengelolaan hutan dalam suatu masyarakat, pengelolaan itulah yang akan  mengarahkan dan mendorong terjadinya kerja sama. Kerja sama dikalangan masyarakat Indonesia dikenal bentuk kerja sama tradisional dengan nama gotong-royong.
Gotong-royong biasanya dibedakan dengan tolong-menolong. Gotong-royong digambarkan dengan istilah “gugur gunung” dan tolong-menolong dengan istilah “sambat sinambat”. Keduanya merupakan unsure-unsur kerukunan. Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada masyarakatt di mana bentuk kerja sama merupakan unsure system nilai-nilai sosialnya sering kali dijumpai keadaan-keadaan di mana warga-warga masyarakat tersebut tidak mempunyai inisiatif ataupun daya kreasi karena orang perorangan terlalu mengandalkan pada bantuan dari rekan-rekannya. Terlapas dari apakah terdapat akibat-akibat positif atau negative. Walaupun secara tidak sadar kerja sama tadi mungkin timbul terutama di dalam keadaan-keadaan di mana kelompok tersebut mengalami ancaman dari luar.  
Dalam teori-teori sosiologi akan dapat dijumpai beberapa bentuk kerja sama. Kerja sama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan:
ü  Kerja sama spontan merupakan kerja sama yang serta-merta,
ü  Kerja sama langsung merupakan hasil dari perintah atasan atau penguasa,
ü  Kerja sama kontrak merupakan kerja sama atas dasar tertentu dan
ü  Kerja sama tradisional merupakan bentuk karja sama sebagai bagian atau unsur dari system social.
2.      Akomodasi
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suuatu keadaan, berarti adanya suuatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma dan nilai-nilai social yang berlaku didalam masyarakat. Sebbagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kstabilan.
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kpribadiannya. Adapun tujuan dari akomodasi yaitu dapat sesuai dengan situasi yang dihadapinya, antara lain :
ü  Untuk mengurangi pertentangan antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham.
ü  Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer
ü  Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelompok social yang hidupnya terpisah sebagai akibat factor-faktor psikologis dan kebudayaan.
ü  Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompoksosial yang terpisah.
Tidak selamanya suatu akomodasi sebagai proses akan berhasil sepenuhnya. Disamping terciptanya stabilitas dalam beberapa bidang, mungkin sekali benih-benih pertentangan dalam bidang-bidang lainnya masih tertinggal, yang luput diperhitungkan oleh usaha-usaha akomodasi terdahulu. Benih-benih pertentangan yang bersifat laten tadi (seperti prasangka) sewaktu-waktu akan menimbulkan pertentangan baru. Dalam keadaan demikian, memperkuat cita-cita, sikap dan kebiasaan-kebiasaan masa lalu yang telah terbukti mampu meredam bibit-bibit pertentangan merupakan hal penting dalam proses akomodasi, yang dapat melokalisasi sentiment-sentimen yang akan menghasilkan pertentangan baru.dengan demikian, akomodasi bagi pihak-pihak tertentu dirasakan menguntungkan, namun agak menekan bagi pihak lain, karena adanya campur tangan kekuasaan-kekuasaan tertentu dalam masyarakat.
Akomodasi sebagai suatu proses mempunyai beberapa bentuk. Bentuk-bentuk akomodasi yaitu :
ü  Coercion merupakan suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, dimana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaanya dapat dilakukan secara fisik maupun secara psikologis. Misalnya perbudakan, dimana interaksi social didasarkan pada penguasaan majikan atas budak-budaknya. Namun hal ini sama sekali tidak berarti bahwa dengan coercion tak akan dapat dicapai hasil-hasil yang baik bagi masyarakat.
ü  Compromise merupakan suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah salah satu pihak bersedia merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya begitu pula sebaliknya.
ü  Arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apbila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau suatu badan yang berkedudukan tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan.
ü  Mediation hamper menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga yang netral dalam perselisian yang ada. Pihak ketiga tersebut tugas utamanya untuk mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah sebagai penasihat dan tidak mempunyai wewenang untuk membuat keputusan.
ü  Conciliation merupakan suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak yang berselisih demi tercapainya suatu tujauan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak daripada coercion dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi. Suatu contoh dari conciliation adalah adanya panitia-panitia tetap di Indonesia yang khusus bertugas untuk pengelolaan hutan, dimana duduk wakil-wakil perusahaan, wakil-wakil pengelolaan dan seterusnya khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah, hari-hari libur dan lain sebagainya.
ü  Toleration juga sering dinamakan tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan karena adanya keinginan-keinginan untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan yang saling merugikan kedua belah pihak.
ü  Stalemate merupakan suatu akomodasi, di mana pihak-pihak yang brtentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur.
ü  Adjudication merupakan penyelesaaian masalah atau sengketa melalui pengadilan atau jalur hukum.
Walaupun tersedia bermacam-macam bentuk akomodasi seperti diuraikan di atas dan telah banyak  ketegangan-ketegangan yang teratasi, masih saja ada unsure-unsur pertentangan laten yang belum dapat diatasi secara sempurna. Bagaimanapun jg akomodasi tetap perlu, apalagi dalam keadaan dunia dewasa ini yang penuh ketegangan. Selama orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia masih mempunyai kepentingan-kepentingan yang tidak bisa diselaraskan antara satu dengan lainnya, akomodasi tetap diperlukan.
Hasil-hasil Akomodasi :
ü  Akomodasi dan integrasi masyarakat
ü  Menekan oposisi
ü  Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
ü  Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah
ü  Perubahan-perubahan dalam kedudukan
ü  Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi
3.      Asimilasi
Asimilasi merupakan proses social dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok. Proses asimilasi timbul bila ada kelompok-kelompok manusia yang beda kebudayaan, orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Ada beberapa bentuk interaksi social yang member arah kesuatu proses asimilasi bila memiliki syarat-syarat berikut ini ;
ü  Interaksi social bersifat suetu pendekatan terhadap pihak lain, dimana pihak yang lain tadi juga berlaku sama. Interaksi social tersebut harus bersifat akrab pada kedua belah pihak guna tercapainya suatu asimilasi.
ü  Interaksi social tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan. Proses interaksi social yang similatif akan berhenti apabila mengalami halangan-halangan yang mematikan atau apabila ada pembatasa-pembatasan.
ü  Interaksi social tersebut bersifat langsung dan primer. Misalnya upaya untuk membentuk sebuah organisasi multilateral/bilateral akan terhalang oleh adanya kesukaran melakuakan interaksi langsung dan primer antara Negara-negara bersangkutan.
ü  Frekuensi interaksi social tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola asimilasi tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangkan. Mengadakan interaksi social yang asimilatif dengan masyarakat-masyarakat tradisional Indonesia yang masih terasing merupakan hal yang sulit karena para warganya kurang mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan para warga masyarakat lain. Dengan kata lain, tak ada asimilasi yang bersifat fasif, dimana salah satu pihak menunggu dan menerima saja. Maka, asimilasi yang dipaksakan juga tidak mungkin apabila paksaan atau kekerasan tersebut hanya merupakan halangan terhadap terjadinya interaksi social.
Factor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu asimilasi antara lain ;
ü  Toleransi
Toleransi terhadap kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri hanya mungkin tercapai dalam suuatu akomodasi. Apabila toleransi tersebut mendorong terjadinya komunikasi, faktoor tersebut dapat mempercepat similasi.
ü  Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi
Adanya kesempatan-kesempatan di bidang ekonomi bagi berbagai golongan masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda dapat mempercepat proses asimilasi.
ü  Kesedian menghormati dan menghargai orang asing dan kebudayaan yang dibawanya
Sikap saling menghargai terhadap kebudayaan yang didukung oleh masyarakat yang lain dimana masing-masing mengakui kelemahan dan kelebihannya akan mendekatkan masyarakat yang lain di mana masing-masing mengakui kelemahan dan kelebihanya akan mendekatkan masyarakat-masyarakat yang menjadi pendukung kebudayaan-kebudayaan tersebut.
ü  Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
Sikap tersebut juga mempercepat asimilasi. Hal ini misalnya dapat diwujudkan dengan memberikan kesempatan yang sama bagi golongan minoritas untuk memperoleh pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penggunaan tempat-tempat rekreasi dan seterusnya.
ü  Persamaan dalam unsure-unsur kebudayaan universal
Pengetahuan akan persamaan-persamaan unsure pada kebudayaan-kebudayaan yang berlainan akkan lebih mendekatkan masyarakat pendukung kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.
ü  Perkawinan antara kelompok yang berbeda
Perkawinan campuran agaknya merupakan factor paling menguntungkan bagi lancarnya proses asimilasi. Karena proses asimilasi dipermudah dengan adanya perbedaan-perbedaan ras dan kebudayaan.
ü  Mempunyai musuh yang sama dan meyakini kekuatan-kekuatan masing-masing untuk menghadapi musuh tersebut
Adanya musuh bersama dari luar cenderung memperkuat kesatuan masyarakat atau golongan masyarakat yang mengalami ancaman musuh tersebut. Dalam keadaan demikian, antara golongan miniritas dengan golongan mayoritas akan mencari suatu kompromi agar dapat secara bersama-sama menghadapi ancaman-ancaman luar yang membahayakan seluruh masyarakat.
Factor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut :
ü  Kelompok yang terisolasi atau terasing dalam masyarakat
ü  Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu sering kali menimbulkan factor ketiga
ü  Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi
ü  Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya
ü  Perbedaan cirri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut
ü  Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kebudayaan kelompok yang bersangkutan
ü  Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap golongan minoritas lain yang dapat mengganggu kelancaran proses asimilasi adalah apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa
ü  Kadangkala factor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi juga dapat menyebabkan terhalangnya proses asimilasi.

















BAB 2
(PENUTUP)
v KESIMPULAN

Proses asosiatif dalam pengelolaan hutan dapat dilakukan dengan kerja sama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi. Dimana kerja sama akan timbul apabila orang menyadari bahwa dalam pengelolan hutan tidaklah mudah, maka dari itu dibutuhkan kerja sama. Dilanjutkan dengan adanya akomodasi yaitu dimana dalam kerja sama tersebut harus ada proses penyesuaian diri dari orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang biasanya saling bertentangan sebagai upaya untuk mengatasi kategangan-ketegangan. Proses  kerja sama dan akomodasi didalamnya akan terja diakomodasi yaitu terjadinya perubahan yang akan mengurangi perbedaan.









DAFTAR PUSTAKA

Idianto M. Sosiologi untuk SMA kelas X, Jakarta, 2004 : Erlangga
Panitia Implementasi Program NFP-FAO Regional Maluku & Maluku Utara. Pengelolaan hutan berbasis  ekosistim dan masyarakat, 2007 : Fakultas Pertanian Universitas  Pattimura
            , Sosiologi Suatu Pengantar,
Label:

Post a Comment

Post a Comment

Powered by Blogger.