BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum
masuk ke materi kita harus paham apa itu”integritas” Integritas dapat dipahami
dari makna huruf menjadi kata bermakna yaitu (I)krar, (N)iat, (T)abiat,
(E)mosional, (G)una, (R)asional, (I)hsan, (T)awakkal, (A)manah, (S)abar. Jadi
bila kata tersebut disusun kedalam suatu untaian kalimat yang bermakna, maka pemahaman
INTEGRITAS adalah manusia secara sadar membuat (I)krar dengan membangun (N)iat
sebagai keinginannya secara ihklas untuk meningkatkan kedewasaan (E)mosional
agar memberi (G)una kedalam pikiran (R)asional dengan berbuat (I)hsan bakal
memproleh kebaikan duniawi yang berlandaskan dengan (T)aqwa, (A)manah dan
(S)abar. untuk bersikap dan berperilaku.Jadi jika ingin jadi seorang pemimpin
kita harus punya integritas karena dengan Kepemimpinan yang dibangun atas
kekuatan berpikir dengan kebiasaan yang produktif yang dilandasai oleh kekuatan
moral berarti ia memiliki “Integritas” untuk bersikap dan berperilaku sehingga
ia mampu memberikan keteladanan untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan
perubahan yang terkait dengan proses berpikir. Oleh karena itu seseorang yang
memiliki kepemimpinan yang mampu menerapkan arti dan makna integritas berarti
ia meyakini benar bahwa jika hanya orang yang kuat yang dapat bertahan dan
keinginan menghambat kemajuan orang, menjadi kaum penjilat, bermuka dua , tidak
akan menjadi orang yang mampu mengikuti perubahan ?
Dengan
pemikiran diatas, maka “Integritas” menjadi kunci kepemimpinan “bagaimana ia
membuat keputusan yang benar pada waktu yang benar” dalam bersikap dan
berperilaku karena disitulah terletak pondasi dalam membangun kepercyaan dan
hubungan antara individu dalam organisasi. Dimana kita memperhatikan legalitas
dan prosedur yang harus ditempuh, namun yang lebih penting “Integritas”
seseorang dapat menuntun mana yang jujur dan yang tidak jujur yang tidak mudah
di kacaukan hal-hal yang bersifat formal tapi dapat menyesatkan.
Jadi
kepmimpinan yang memiliki “intergritas”, maka ia menyadari benar bahwa rimba
hukum memang tidak pernah jelas, itu tidak berarti ia akan mempergunakan dengan
dalih kekuasaan untuk ikut bermain dalam arena tersebut, karena ia akan menolak
untuk ikut serta dalam persaingan yang tidak sehat, walaupun hal itu merupakan
tugas yang akan dilaksanakannya. Oleh karena ia dalam bersikap dan berperilaku
tidak akan melepaskan diri dari membuat suatu keputusan yang adil dan objektif.
Jadi dengan intergritas itu berarti ia memiliki manajemen intuitif untuk
mengintergrasikan otak kanan dan kiri dengan hati sebagai keterampilan
manajemen abad baru.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
penulisan makalah ini ialah :
1.
Apa makna integritas ipteks dalam dunia
segitiga ?
2.
Bagaimana aspek etika ilmu,teknologi dan seni, dan apa
pengaruhnya ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam
penulisan makalah ini ialah :
1.
Untuk mengetahui makna integritas ipteks
dalam dunia segitiga.
2.
Untuk mengetahui aspek etika ilmu,teknologi dan seni, serta
pengaruhnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Integritas Ipteks Dalam Dunia
Segitiga
Frase “dunia
bersudut segitiga”merupakan konsepsi penyederhanaan dari keadaan yang
sebenarnya yang tentu saja sepanjang hal ini dapat menyingkap misteri,maka
penggunaanya dapat diperluas.Berbagai dunia segitiga lainya dapat disingkap dan
ternyata memiliki keterkaitan dengan fungsi dari masing-masing sudut dunia
segitiga .misalnya seperti berbagai dunia segitiga dari segitiga
intelektual,sensibilitas dan moralitas dapat dirurunkan dari masing- masing
sudutnya menuju kanan bawah yaitu intelektualitas ke arah sains,sensibilitas,dan
moralitas ke arah teknologi dan menuju kiri bawah yaitu intelektualiatas ke
arah filsafat sensibilitas ke arah estetika moralitas ke arah etika secara
mendatar sudut filsafat berkaitan langsungdengan sains estetika berkaitan
langsung dengan seni dan etika brkaitan langsung dengan teknologi.
Dimana Insan,
Ikhsan, dan Iman dalam frase model segitiga pada gambar diperlihatkan adanya
tiga subtansi lain yang menopang masing-masing dimensi tersebut. Subtansi
intelektualitas, sensibilitas, dan moralitas yang menopang dimensi Iman dapat
diturunkan dari masing-masing sudutnya. Menuju kanan bawah, Intelektualitas kea
rah sains, sensibilitas kearah seni, moralitas kearah teknologi dan menuju kiri
bawah, yaitu intelektualitas kearah filsafat, sensibilitas kearah estetika,
moralitas kearah etika. Secara mendatar sudut filsafat berkaitan langsung
dengan sains, estetika berkaitan langsung dengan seni, dan etika berkaitan
langsung dengan teknologi. Dari hasil pengembangan ini diperoleh bahwa subtansi
ipteks pada dimensi Insan ditopang oleh dimensi Ihsan dengan tiga subtansi
yaitu : filsafat, Etika, dan estetika. Dimensi Iman juga dengan tiga subtansi
yaitu : intelektual, Moralitas dan Sensibilitas.
Kualitas seni maupun ilmu akan dapat memiliki kemajuan
yang baik dengan bantuan teknologi.Terdapat begitu luas wilayah lahir
(realita)berupa gejala alam yang tidak berimpit dengan wilayah batin atau
bahkan mungkin terdapat wilayah batin yang tidak memeiliki realita.Perluasan
keberimpitan wilayah realita dan pemikiran dapat diperluas atau diperbesar
dengan bantuan teknologi walaupun begitu tidak berarti teknologi berada pada
garis tengah yang memisahkan antara ilmu dan seni namun terdapat pula
perhubungan antara teknologi dengan seni.oleh karena itu ketiganya membentuk
suatu segitiga ilmu,teknologi dan seni yang selanjutnya menjadi dasar
terbangunya sistim “dunia segitiga.
Jika kita mencermati gambar tersebut,maka kata ihsan
secara harfiah berkaiatan dengan keihlasan berbuata atau berkarya oleh karena
kita sebagai manusia merasa didalam pengawasan yang maha kuasa pencipta alam
semesta ini.Jadi ini adalah kesadaran batin yang terekspresi dengan
tersendirinya oleh karena kita sebagai insan sadar dan faham makna keberadaan
diri kiata sendiri yang diamanahkan mengelola dan memelihara alam semesta
ini.pengalaman ini dapat diwujudkan dengan selalu belajar baik formal ataupun
non formal atau melalui jalur filsafat,etika maupun estetika.Adapun kata “
iman”ini adalah konsepsi jiwa yang abstrak dan terpatri secara mendalam pada
diri manusia namun dapat terpancar tak terhingga dan tanpa batas kekuatan
keberadaanya yang bahkan dapat melalui batas-batas yang konkrit sekalipun
manusia yang memiliki nilai iman maka intelektualitas, sensibilitas, dan moralitasnya akan bersinergi satu sama
lain bagai sutau bangunan yang tidak sempurna jika salah satu diantara
ketiganya tidak ada.
Berdasarkan keyakinan tentang kesatupaduan kebenaran
kebaikan dan keindahan dalam upendapat untuk menuntut ilmu pengetahuan,teknolgi
dan seni sehingga terbentuk kesatuan pendapat yang disebut IPTEKS. Pertama ilmu pengetahuan bagi Al Fatabi sebagai seorang cendekiawan
islam pada zaman keemasan islam menyampaikan bahwa : ilmu yang sebernarnya
bagaikan batang tubuh pengethuan yang terorganisir dengan baik dan sebagai
disiplin ilmu akan memiiki tujuan yang premis dasar dan obyek kajian serta
metode ilmiah tertentu keedua pengertian teknologi menurut Fredick fere (1988) adalah kecerdasan pengamalan praktis dari
pengetahuan tentang ketertiban alam dan manusia yang diwujudkan dlam bentuk
dunia kebendaan dan atau dunia kecerdasan.Ketiga menurut Hamka ,bahwa seni yang setinggi-tingginya adalh ketika telah
berkumpul didalam nya kebenaran ,keafialan
dan keindahan yang direkat oleh cinta yang kudus.Berdasrkan pada ketiganya
komponen tesebut,maka pemahaman tentang Integritas ipteks yang utuh tidak lain
adalah suatu konsepsi multi dimensiyang didalamnya memiliki nilai-niai
kebenaran (ilmu pengetahuan).kebaikan (teknologi) dan keindahan seni .seni
adalah muara dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ketiganya
akan bahu membahu dan sling membantudan bersinegi satu dengan yang lain dalam
perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi dan seni.
Karya-karya seni baik yang bersifat kebendaan maupun
kecerdasan selain ditunjang oleh beragam gagasan keindahan dari seniman itu
sendiri ,juga akan Nampak didalm bukti-bukti kemajuan dalm bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi yang menunjukan kesaatupaduan IPTEKS sebagai hasil
olah pikir,olah fisik dan olah jiwa manusia.Beberapa hasil karya IPTEKS ysng
mendukung dan berkaitan pengertian tersebut adalah :candi Borobudur ,bangunan taj mahal pyramid
tembok cina,patng liberty,masjid al haramain,menara pizza dan beberapa karya
lainya dimana kesemuanya memperlihatkan kesatuapaduan hasil karya ipteks yang
luar biasa.
B. Aspek
Etika Ilmu,Teknologi Dan Seni
1.
Pengertian
Ilmu Pengetahuan
Ilmu
adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode
untuk memperoleh pemahaman secara empiris mengenai dunia ini dalam berbagai
segi dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala
yang ingin dimengerti manusia.
Pengetahuan
adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk
memahami suatu obyek yang dihadapinya,hasil usaha manusia untuk memahami suatu
obyek tertentu. Ilmu pengetahuan diambil dari kata science (bahasa
inggris) yang diberasal dari bahasa latin scientia dari bentuk kata
kerja scinre yang berarti mempelajari,mengetahui. Dalam pengertian
yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang
sifatnya kuantitatif dan obyek. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk
mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetuan yang
berasal dari pengalaman dan pengamatan dalm kehidupan sehari-hari,namun
dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan
berbagai metode.
2.
Aspek
Etika Ilmu Pengetahuan
Manusia
sebagai manipulator dan artikulator dalam mengambil manfaat dari ilmu
pengetahuan. Dalam psikologi, dikenal konsep diri daru Freud yang dikenal
dengan nama “id”, “ego” dan “super-ego”. “Id” adalah bagian kepribadian yang
menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam agama) dan hasrat-hasrat
yang mengandung dua instink: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif dan
agresif). “Ego” adalah penyelaras antara “id” dan realitas dunia luar.
“Super-ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani. Dalam
agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu)Ketika
manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja
hanya memfungsikan “id”-nya, sehingga dapat dipastikan bahwa manfaat
pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Milsanya dalam
pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara super-ego tidak
berfungsi optimal, maka tentu atau juga nafsu angkara murka yang mengendalikan
tindak manusia menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan amatlah
nihil kebaikan yang diperoleh manusia, atau malah mungkin kehancuran. Kisah dua
kali perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalah pilihan
“id” dari kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun
“super-ego”-nya.Oleh karena itu, pada tingkat aksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai
adalah hal yang mutlak. Nilai ini menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab
manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi
sebesar-besar kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya, ilmu
pengetahuan juga punya bias negatif dan destruktif, maka diperlukan patron
nilai dan norma untuk mengendalikan potensi “id” (libido) dan nafsu angkara
murka manusia ketika hendak bergelut dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Di
sinilah etika menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well-supporting bagi
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat hidup
serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Hakikat moral, tempat ilmuan
mengembalikan kesuksesannya.
Etika
adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to),
benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau
good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati
nurani. kewajiban itu, dengan argumen bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan
berarti akan mendatangkan bencana atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu,
etika pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan
(good) yang pelaksananya (executor) tidak ditunjuk. Executor-nya menjadi jelas
ketika sang subyek berhadap opsi baik atau buruk yang baik itulah materi
kewajiban ekskutor dalam situasi ini.
3.
Aspek
Etika Teknologi Dan Seni
Berkaiatan
dengan pembatasan etika atas ilmu , teknologi dan seni maka perlu jelas bagi
kita bahwa yang dibatasi secara etis ialah cara memperoleh car pengujian dan
cara penggunaan ipteks pada saat penerapanya dengan fihak lain.jadi pembatasan
etis terssebut tidak berkaitan dengan lahirnya ipteks sebagai suatu kebenaran
ilmiah sebagai contoh untuk menentukan bahwa 2x2 =4 orang tidak perlu dibatasi
oleh norma etis pada penentuanya demikian pula halnya manakala ilmuan hendak
menentukan kebenaran pada daun dimana setelah dilakukan penelitian pada daun
tedapt sel-sel yang mengandung klorofil yang dapat melansungkan proses fotosintesis
namun jika berkaitan dngan pendirian pembangkit listrik bertenaga nuklir yang
diperoleh dari temuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka pertanyaan mendasar
yang perlu dijawab adalah apakah produk ipteks tersebut menunjang kehidupan
manusia apakah tidak malah seblikanya
justru merusak kehidupan manusia untuk menjawab dibutuhkan data-data obyktif
dan otentik dari hasil penelitian mengenai teknologi nuklirnya maupun daerah
dimana pembangkit listrik tenaga nuklir itu akan didirikan sebelum kita memutuskan
baik atau tidak pembangkit listrik tenaga nuklir tersebut apabila didirikan
didaerah itu.
Para
ilmuwan professional dari berbagai disiplin ilmu IPTEKS pada dasarnya sepakat
bahwa disetiap cabang ilmu teknologi dan seni diperlukan seperangkat norma yang
akan digunakan sebagai garis pembatas bagi pemberlakuan IPTEKS di lingkungan
masyarakat ada yang mengharapkan agar norma-norma itu sepenuhnya merupakan
tanggung jawab para ahli IPTEKS dan
bebas dari pegaruh lembaga pemerintah tetapi ada pula yang merasa perlu adanya
peranan lembaga pemerintah dalam penerapan norma-norma tersebut untuk
memperoleh daya keabsahaan dan kekuatan mengikat selurh anggota masyarakat.
4.
Teori-Teori
Etika
Etika
menjadi acuan atau panduan bagi ilmu dalam realisasi pengembangan.Untuk
mengatasi konflik batin dikemukakan teori-teori etika yang bermaksud
menyediakan konsistensis atau koheren dalam mengambil keputusan-keputusan
moral.Teori-teori tersebut adalah :
a)
Konsekuensialisme. Teori ini menjawab “apa
yang harus kita lakukan”, dengan memandang konsekuensi dari bebagai jawaban.
Ini berarti bahwa yang harus dianggap etis adalah konsekuensi yang membawa
paling banyak hal yang menguntungkan, melebihi segala hal merugikan, atau yang
mengakibatkan kebaikan terbesar bagi jumlah orang terbesar. Manfaat paling
besar daru teori ini adalah bahwa teori ini sangat memperhatikan dampak aktual
sebuah keputusan tertentu dan memperhatikan bagaimana orang terpengaruh.
Kelemahan dari teori ini bahwa lingkungan tidak menyediakan standar untuk
mengukur hasilnya.
b)
Deontologi, berasal dari kata Yunani deon
yang berarti “kewajiban”. Teori ini menganut bahwa kewajiban dalam menentukan
apakah tindakannya bersifat etis atau tidak, dijawab dengan kewajiban-kewajiban
moral. Suatu perbuatan bersifat etis, bila memenuhi kewajiban atau berpegang
pada tanggungjawab, Jadi yang paling penting adalah kewajiban-kewajiban atau
aturan-aturan, karena hanya dengan memperhatikan segi-segi moralitas ini dipastikan
tidak akan menyalahkan moral. Manfaat paling besar yang dibawakan oleh etika
deontologis adalah kejelasan dan kepastian. Problem terbesar adalah bahwa
deontologi tidak peka terhadap konsekuensi-konsekuensi perbuatan. Dengan hanya
berfokus pada kewajiban, barangkali orang tidak melihat beberapa aspek penting
sebuah problem.
c)
Etika Hak. Teori ini memandang dengan
menentukan hak dan tuntutan moral yang ada didalamnya, selanjutnya
dilema-dilema ini dipecahkan dengan hirarkhi hak. Yang penting dalam hal ini
adalah tuntutan moral seseorang yaitu haknya ditanggapi dengan sungguh-sungguh.
Teori hak ini pantas dihargai terutama karena terkanannya pada nilai moral
seorang manusia dan tuntutan moralnya dalam suatu situasi konflik etis. Selain
itu teori ini juga menjelaskan bagiaman konflik hak antar individu. Teori ini
menempatkan hak individu dalam pusat perhatian yang menerangkan bagaimana
memecahklan konflik hak yang biasa timbul.
d)
Intuisionisme, teori ini berusaha
memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak pada intuisi, yaitu kemungkinan
yang dimiliki seseorang untuk mengetahui secara langsung apakah sesuatu baik
atau buruk. Dengan demikian seorang intuisionis mengetahui apa yang baik dan
apa yang buruk berdasarkan perasaan moralnya, bukan berdasarkan situasi,
kewajiban atau hak. Dengan intuisi kita dapat meramalkan kemungkinan-kemunginan
yang terjadi tetapi kita tidak dapat mempertanggungjawabkan keputusan tersebut
karena kita tidak dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan.Etika menjadi
acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan karena penghormatan atas manusia.
Sebagaimana dikemukakan, fisuf Jerman, Imanuel Kant, penghormatan kepada
martabat manusia adalah suatu keharusan karena manusia adalah satu-satunya
makhluk yang merupakan tujuan pada dirinya, tidak boleh ditaklukkan untuk
tujuan lain.
5.
Problematika
Etika Dan Tanggung Jawab Ilmu Pengetahuan
Kenyataan
bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya
di luar ilmu pengetahuan , dapat diungkapkan juga dengan rumusan singkat bahwa
ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas . Namun demikian jelaslah kiranya bahwa
kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan sekali-kali tidak sama dengan
ketidakterikatan mutlak.Patutlah kita menyelidiki lebih lajut bagaimana
kebebasan ini.
Bila kata “kebebasan” dipakai, yang dimaksudkan adalah dua hal: kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subjek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan sendiri dan bukan penentuan dari luar.
Bila kata “kebebasan” dipakai, yang dimaksudkan adalah dua hal: kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subjek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan sendiri dan bukan penentuan dari luar.
Etika
memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi
tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan.
Tanggungjawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan
ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan
kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem,
bertanggungjawab pada kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang,
dan bersifat universal . Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk
mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan
eksistensi manusia.
Tanggungjawab
etis ini bukanlah berkehendak mencampuri atau bahkan “menghancurkan” otonomi
ilmu pengetahuan, tetapi bahkan dapat sebagai umpan balik bagi pengembangan
ilmu pengetahuan itu sendiri, yang sekaligus akan memperkokoh eksistensi manusia.
Pada
prinsipnya ilmu pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu di cegah
perkembangannya, karena sudah jamaknya manusia ingin lebih baik, lebih nyaman,
lebih lama dalam menikmati hidupnya. Apalagi kalau melihat kenyataan bahwa
manusia sekarang hidup dalam kondisi sosio tekhnik yang semakin kompleks.
Khususnya ilmu pengetahuan berbentuk tekhnologi pada masa sekarang tidak lagi
sekedar memenuhi kebutuhan manusia, tetapi sudah sampai ketaraf memenuhi
keinginan manusia. Sehingga seolah-olah sekarang ini tekhnologilah yang
menguasai manusia bukan sebaliknya.
Kita
yakin adanya kenyataan bahwa antara ilmu pengetahuan theoria dengan penerapan
praksisnya sukar sekali dipisahkan. Tetapi jelas karena sudah menyangkut relasi
antar manusia yang bersifat nyata, dan bukan sekedar perbincangan teoritik
“awang-awang” harus dikendalikan secara moral.
Sebab ilmu pengetahuan dan penerapannya
yang yang berupa tekhnologi apabila tidak tepat dalam mewujudkan nilai
intrinsiknya sebagai pembebas beban kerja manusia akan dapat menimbulkan
ketidakadilan karena ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, pengurangan
kualitas manusia karena martabat manusia justru direndahkan dengan menjadi
budak teknologi, kerisauan social yang mungkin sekali dapat memicu terjadinya
penyakit sosial seperti meningkatnya tingkat kriminalitas, penggunaan obat bius
yang tak terkendali, pelacuran dan sebagainya. Terjadi pula fenomena
depersonalisasi, dehumanisasi, karena manusia kehilangan peran dan fungsinya
sebagai makhluk spiritual. Bahkan dapat memicu konflik-konflik sosial- politik,
karena menguasai ilmu pengetahuan (tekhnologi) dapat memperkuat posisi politik
atau sebaliknya orang yang berebut posisi politik agar dapat menguasai aset
ilmu dan tekhnologi. Semuanya mengisyaratkan pentingnya etika yang mengatur
keseimbangan antar ilmu pengetahuan dengan manusia, antara manusia dengan
lingkungan, antara industriawan selaku produsen dengan konsumen. Dalam bahasa
Jacob lebih lanjut dikatakan bahwa ilu pengetahuan jangan sampai merugikan
manusia dan lingkungan serta tidak boleh menimbulkan konflik internal maupun
politik.
Tanggungjawab
ilmu pengetahuan menyangkut juga tanggungjawab terhadap hal-hal yang akan dan telah
diakibatkan ilmu pengetahuan dimasa lalu, sekarang, maupun apa akibatnya bagi
masa depan berdasar keputusan-keputusan bebas manusia dalam kegiatannya.
Penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan terbukti ada yang dapat mengubah
sesuatu aturan baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut
tanggungjawab untuk selalu menjaga agar apa yang diwujudkan dalam perubahan
tersebut akan merupakan perubahan yang baik, yang seharusnya ; baik bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi itu sendiri maupun bagi
perkembangan eksisitensi manusia secara utuh. Dalam bahasa Melsen :
Tanggungjawab dalam ilmu pengetahuan menyangkut problem etis karena menyangkut
ketegangan-ketegangan antara realitas yang ada dan realitas yang seharusnya
ada.
Ilmu
pengetahuan secara ideal seharusnya berguna dalam dua hal yaitu membuat manusia
rendah hati karena memberikan kejelasan tentang jagad raya, kedua mengingatkan
bahwa kita masih bodoh dan masih banyak yang harus diketahui dan dipelajari.
Ilmu pengetahuan tidak mengenal batas, asalkan manusia sendiri yang menyadari
keterbatasannya. Ilmu pengetahuan tidak dapat menyelesaikan masalah manusia
secara mutlak, namun ilmu pengetahuan sangat bergua bagi manusia.
Keterbatasan
ilmu pengetahuan mengingatkan kepada manusia untuk tidak hanya mengekor secara
membabi buta kearah yang tak dapat dipanduinya, sebab ilmu pengetahuan saja
tidak cukup dalam menyelesaikan masalah kehidupan yang amat rumit ini.
Keterbatasan ilmu pengetahuan membuat manusia harus berhenti sejenak untuk
merenungkan adanya sesuatu sebagai pegangan.
Kemajuan
ilmu pengetahuan, dengan demikian, memerlukan visi moral yang tepat. Manusia
dengan ilmu pengetahuan akan mampu untuk berbuat apa saja yang diinginkannya,
namun pertimbangan tidak hanya sampai pada “apa yang dapat diperbuat” olehnya
tetapi perlu pertimbangan “apakah memang harus diperbuat dan apa yang
seharusnya diperbuat” dalam rangka kedewasaan manusia yang utuh. Pada dasarnya
mengupayakan rumusan konsep etika dalam ilmu pengetahuan harus sampai kepada
rumusan normatif yang berupa pedoman pengarah konkret, bagaimana keputusan
tindakan manusia dibidang ilmu pengetahuan harus dilakukan. Moralitas sering
dipandang banyak orang sebagai konsep abstrak yang akan mendapatkan kesulitan
apabila harus diterapkan begitu saja terhadap masalah manusia konkret. Realitas
permasalahan manusia yang bersifat konkret-empirik seolah-olah mempunyai
“kekuasaan” untuk memaksa rumusan moral sebagai konsep abstrak menjabarkan
kriteria-kriteria baik buruknya sehingga menjadi konsep normatif, secara nyata
sesuai dengan daerah yang ditanganinya.
Dewasa
ini pengetahuan dan perbuatan, ilmu dan etika saling bertautan. Tidak ada
pengetahuan yang pada akhirnya tidak terbentur pertanyaan, “apakah sesuatu itu
baik atau jahat”. “Apa” yang dikejar oleh pengetahuan, menjelma menjadi
“Bagaimana” dari etika. Etika dalam hal ini dapat diterangkan sebagai suatu
penilaian yang memperbincangkan bagaimana tekhnik yang mengelola kelakuan
manusia. Dengan demikian lapangan yang dinilai oleh etika jauh lebih luas
daripada sejumlah kaidah dari perorangan, mengenai yang halal dan yang haram.
Tetapi berkembag menjadi sesuatu etika makro yang mampu merencanakan masyarakat
sedemikian rupa sehingga manusia dapat belajar mempertanggungjawabkan
kekuatan-kekuatan yang dibangkitkannya sendiri.
Terkait
dengan keterbukaan yang disebutkan diatas, maka etika hanya menyebut
peraturan-peraturan yang tidak pernah berubah, melainkan secara kritis
mengajukan pertanyaan, bagaimana manusia bertanggungjawab terhadap hasil-hasil
tekhnologi moderen dan rekayasanya. Etika semacam itu tentu saja harus
membuktikan kemampuannya menyelesaikan masalah manusia konkret. Tidak lagi
sekedar memberikan isyarat dan pedoman umum, melainkan langsung melibatkan diri
dalam peristiwa aktual dan factual manusia, sehingga terjadi hubungan timbale
balik dengan apa yang sebenarnya terjadi. Etika seperti itu berdasarkan
“interaksi” antara keadaan etika sendiri dengan masalah-masalah yang membumi.
6. Cara Meredam Pengaruh Negatif Ipteks
Berdasarkan
uraian tersebut diatas,maka jelas kiranya betapa pentingnya etika ipteks untuk
membatasi pengaruh negative ipteks terhadap manusia yang paling urgen adalah
etika yang menyangkut hidup mati orang banyak,masa depan hak-hak manusia dan
lingkungan hidup etika akan lebih sempurna apabila didukung oleh agama
,moralitas,sosial,hukum dan pendidikan.Usaha-usaha yang dapat dialakukan untuk
meredam pengaruh negatif ipteks antara
lain adalah :
a)
Rehumanisasi
Mengembalikan
martabat manusia dalam perkembangan ipteks yang sangat cepat dengan berbagai
cara kecepatan perkembangan ipteks sebaikanya disesuaikan dengan kemampuan
adaptasi populasi yang bersangkutan perkembangan nilai-nilai agama,hukum,dan
kebijakan lebih lambat dari dari perkembangan ipteks maka masalah ini harus
mendapat perhatian khusus artinya lebih jauh manusia harus dipandang secara
utuh baik lahir maupun batin sehingga pembangunan dan pengembangan ipteks
selalu harus mengarah kepada terwujudnya peningakatan kesejahteraan manusia
seutuhnya antara lahiriah danbatiniah.apabila ini tidak diperhatikan maka laju
kehancuran peradaban manusia tidak akan dapat diimbangi oleh laju rehumanisasi
oleh karenanya semua pihak harus mengambil bagian dan berkontribusi positf
didalamnya.
b)
Kemampuan
Memilih
Dengan makin
banyaknya kebolehan yang diakibatkan oleh ipteks maka timbul kesukaran dalam
memilih meskipun pilihan relative lebih sedikit daripada
kebolehjadian.Pendidikan pada umumnya diarahkan pada cara produksi bukan pada
cara konsumsi.terkikisnya nilai-nilai menyebabkan menurunnya perbedaan antara
yang mungkin dengan yang terjadi bahkan mana yang benar dan mana yang salah
mana yang baik dan mana yang buruk sudah sanagat susah dibedakan.
c)
Arah
Perkembangan Kemajuan
Anomali yang
ditimbulkan oleh perkembangan ipteks sekarang akan mengakibatkan banyak ahli
yang mempertanyakan apakah material manusia hamper selurh dunia meniru model
kemajuan barat seolah-olah itulah satu satunya jalan Yng terjamin baik beberapa
ahli mengkonstalasi bahwa penyedian kebuetuhan materil yang berlebihan pun
tidak akan membawa kebahagian dan kesejahteraan bahkan sebaliknya menimbulkan
dekomposisi lingkungan dehumnisasi dan ketegangan-ketegangan dalam intererrlasi
unsure-unsur dalam ekosistim termasuk diantaranya sesama manusia pada peringkat
internasional dan haka asasi bangsa-bangsa jika gaya pikir bru tidak berhasil
dikembangkan untuk menghadapi masalah besar ini maka masa depan yang akan kelam
bagi manusia dan bumi kita tinggal menunggu waktu.
d)
Revitalisasi
Perlunya upaya
positif untuk mencegah distorsi biokultural yang berkelanjutan pembangunan akan
menuju ke suatu kebudayaan baru di masa depan sehingga diperlukan
persiapan-persiapan yang menyeluruh usaha-usaha revitalisasiakan banyak
dipengaruhi naik secara positif maupun negatif oleh karena faktor-faktor dalam
maupun luar negeri oleh karena itu beberapa sikap pribadi yang paripurna harus
dimiliki demi memproteksikan diri dari pengaruh negative IPTEKS.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan
makalah ini yaitu :
1.
Dengan pemahaman integritas dari sudut
kata yang bermakna yang telah kita kemukakan diatas, maka membebaskan kita
untuk menjadi diri yang utuh tidak peduli apa yang akan datang kepada
kita.sehingga tingkat kedewasaan kita akan menunjukkan “kalau apa yang saya
katakan dan apa yang saya lakukan sama, hasilnya konsisten dalam bersikap dan
berperilaku.
2.
Penilaian moral diukur dari sikap manusia
sebagai pelakuknya, timbul pula perbedaan penafsiran. Timbulnya dilema-dilema
nurani yang mengakibatkan konflik berkembangnya ilmu (pengetahuan) dengan
moral, kemudian muncul teori etika, tetapi juga tidak bisa serta merta menjadi
pegangan untuk mempertanggungjawaban pengambilan keputusan. Meski demikan,
teori etika memberikan kerangka analisis bagi pengembangan ilmu agar tidak
melanggar penghormatan terhadap martabat kemanusiaan.
3. Pengembangan
ilmu harus berpijak pada proyeksi tentang kemungkinan yang secara etis dapat
diterima oleh masyarakat atau individu-individu manusia selaku pengguna atau
penerima hasil pengembangan ilmu (teknologi). Apa yang baik dan buruk dari
hasil pengembangan ilmu harus dapat dipertanggungjawabkan pihak yang
mengembangkan ilmu (ilmuwan ataupun penemu). Sebagaimana namanya,
“intiusionisme” memang tidak bisa menjelaskan proses pengambilan keputusan,
karena berpijak pada intuisi.
B. Saran
Adapun saran dari makalah ini ialah
agar kita sebagai mahasiswa dapat memahami integritas dan aspek etika IPTEKS,
serta dapat dan mampu menerapkan hal tersebut dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Charis
Zubeir,.
Ahmad. 2002. Kajian Filsafat Ilmu; Dimensi
Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia. Lembaga Studi Filsafat Islam. Yogyakarta
Tim
dosen MKU UNHAS. wawasan ipteks. Universitas Hasanuddin
Van
Melsen,.
A. G. M.1992. Ilmu Pengetahuan dan
Tanggungjawab Kita.
Terj. Dr. K. Bertens. PT
Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Post a Comment
Post a Comment