Makalah Integritas Dan Aspek Etika Ipteks






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebelum masuk ke materi kita harus paham apa itu”integritas” Integritas dapat dipahami dari makna huruf menjadi kata bermakna yaitu (I)krar, (N)iat, (T)abiat, (E)mosional, (G)una, (R)asional, (I)hsan, (T)awakkal, (A)manah, (S)abar. Jadi bila kata tersebut disusun kedalam suatu untaian kalimat yang bermakna, maka pemahaman INTEGRITAS adalah manusia secara sadar membuat (I)krar dengan membangun (N)iat sebagai keinginannya secara ihklas untuk meningkatkan kedewasaan (E)mosional agar memberi (G)una kedalam pikiran (R)asional dengan berbuat (I)hsan bakal memproleh kebaikan duniawi yang berlandaskan dengan (T)aqwa, (A)manah dan (S)abar. untuk bersikap dan berperilaku.Jadi jika ingin jadi seorang pemimpin kita harus punya integritas karena dengan Kepemimpinan yang dibangun atas kekuatan berpikir dengan kebiasaan yang produktif yang dilandasai oleh kekuatan moral berarti ia memiliki “Integritas” untuk bersikap dan berperilaku sehingga ia mampu memberikan keteladanan untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan perubahan yang terkait dengan proses berpikir. Oleh karena itu seseorang yang memiliki kepemimpinan yang mampu menerapkan arti dan makna integritas berarti ia meyakini benar bahwa jika hanya orang yang kuat yang dapat bertahan dan keinginan menghambat kemajuan orang, menjadi kaum penjilat, bermuka dua , tidak akan menjadi orang yang mampu mengikuti perubahan ?
Dengan pemikiran diatas, maka “Integritas” menjadi kunci kepemimpinan “bagaimana ia membuat keputusan yang benar pada waktu yang benar” dalam bersikap dan berperilaku karena disitulah terletak pondasi dalam membangun kepercyaan dan hubungan antara individu dalam organisasi. Dimana kita memperhatikan legalitas dan prosedur yang harus ditempuh, namun yang lebih penting “Integritas” seseorang dapat menuntun mana yang jujur dan yang tidak jujur yang tidak mudah di kacaukan hal-hal yang bersifat formal tapi dapat menyesatkan.
Jadi kepmimpinan yang memiliki “intergritas”, maka ia menyadari benar bahwa rimba hukum memang tidak pernah jelas, itu tidak berarti ia akan mempergunakan dengan dalih kekuasaan untuk ikut bermain dalam arena tersebut, karena ia akan menolak untuk ikut serta dalam persaingan yang tidak sehat, walaupun hal itu merupakan tugas yang akan dilaksanakannya. Oleh karena ia dalam bersikap dan berperilaku tidak akan melepaskan diri dari membuat suatu keputusan yang adil dan objektif. Jadi dengan intergritas itu berarti ia memiliki manajemen intuitif untuk mengintergrasikan otak kanan dan kiri dengan hati sebagai keterampilan manajemen abad baru.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini ialah :
1.      Apa makna integritas ipteks dalam dunia segitiga ?
2.      Bagaimana aspek  etika ilmu,teknologi dan seni, dan apa pengaruhnya ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam penulisan makalah ini ialah :
1.      Untuk mengetahui makna integritas ipteks dalam dunia segitiga.
2.      Untuk mengetahui aspek  etika ilmu,teknologi dan seni, serta pengaruhnya.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Integritas Ipteks Dalam Dunia Segitiga
Frase “dunia bersudut segitiga”merupakan konsepsi penyederhanaan dari keadaan yang sebenarnya yang tentu saja sepanjang hal ini dapat menyingkap misteri,maka penggunaanya dapat diperluas.Berbagai dunia segitiga lainya dapat disingkap dan ternyata memiliki keterkaitan dengan fungsi dari masing-masing sudut dunia segitiga .misalnya seperti berbagai dunia segitiga dari segitiga intelektual,sensibilitas dan moralitas dapat dirurunkan dari masing- masing sudutnya menuju kanan bawah yaitu intelektualitas ke arah sains,sensibilitas,dan moralitas ke arah teknologi dan menuju kiri bawah yaitu intelektualiatas ke arah filsafat sensibilitas ke arah estetika moralitas ke arah etika secara mendatar sudut filsafat berkaitan langsungdengan sains estetika berkaitan langsung dengan seni dan etika brkaitan langsung dengan teknologi.
Dimana Insan, Ikhsan, dan Iman dalam frase model segitiga pada gambar diperlihatkan adanya tiga subtansi lain yang menopang masing-masing dimensi tersebut. Subtansi intelektualitas, sensibilitas, dan moralitas yang menopang dimensi Iman dapat diturunkan dari masing-masing sudutnya. Menuju kanan bawah, Intelektualitas kea rah sains, sensibilitas kearah seni, moralitas kearah teknologi dan menuju kiri bawah, yaitu intelektualitas kearah filsafat, sensibilitas kearah estetika, moralitas kearah etika. Secara mendatar sudut filsafat berkaitan langsung dengan sains, estetika berkaitan langsung dengan seni, dan etika berkaitan langsung dengan teknologi. Dari hasil pengembangan ini diperoleh bahwa subtansi ipteks pada dimensi Insan ditopang oleh dimensi Ihsan dengan tiga subtansi yaitu : filsafat, Etika, dan estetika. Dimensi Iman juga dengan tiga subtansi yaitu : intelektual, Moralitas dan Sensibilitas.
Kualitas seni maupun ilmu akan dapat memiliki kemajuan yang baik dengan bantuan teknologi.Terdapat begitu luas wilayah lahir (realita)berupa gejala alam yang tidak berimpit dengan wilayah batin atau bahkan mungkin terdapat wilayah batin yang tidak memeiliki realita.Perluasan keberimpitan wilayah realita dan pemikiran dapat diperluas atau diperbesar dengan bantuan teknologi walaupun begitu tidak berarti teknologi berada pada garis tengah yang memisahkan antara ilmu dan seni namun terdapat pula perhubungan antara teknologi dengan seni.oleh karena itu ketiganya membentuk suatu segitiga ilmu,teknologi dan seni yang selanjutnya menjadi dasar terbangunya sistim “dunia segitiga.
Jika kita mencermati gambar tersebut,maka kata ihsan secara harfiah berkaiatan dengan keihlasan berbuata atau berkarya oleh karena kita sebagai manusia merasa didalam pengawasan yang maha kuasa pencipta alam semesta ini.Jadi ini adalah kesadaran batin yang terekspresi dengan tersendirinya oleh karena kita sebagai insan sadar dan faham makna keberadaan diri kiata sendiri yang diamanahkan mengelola dan memelihara alam semesta ini.pengalaman ini dapat diwujudkan dengan selalu belajar baik formal ataupun non formal atau melalui jalur filsafat,etika maupun estetika.Adapun kata “ iman”ini adalah konsepsi jiwa yang abstrak dan terpatri secara mendalam pada diri manusia namun dapat terpancar tak terhingga dan tanpa batas kekuatan keberadaanya yang bahkan dapat melalui batas-batas yang konkrit sekalipun manusia yang memiliki nilai iman maka intelektualitas, sensibilitas, dan moralitasnya akan bersinergi satu sama lain bagai sutau bangunan yang tidak sempurna jika salah satu diantara ketiganya tidak ada.
Berdasarkan keyakinan tentang kesatupaduan kebenaran kebaikan dan keindahan dalam upendapat untuk menuntut ilmu pengetahuan,teknolgi dan seni sehingga terbentuk kesatuan pendapat yang disebut IPTEKS. Pertama ilmu pengetahuan bagi Al Fatabi sebagai seorang cendekiawan islam pada zaman keemasan islam menyampaikan bahwa : ilmu yang sebernarnya bagaikan batang tubuh pengethuan yang terorganisir dengan baik dan sebagai disiplin ilmu akan memiiki tujuan yang premis dasar dan obyek kajian serta metode ilmiah tertentu keedua pengertian teknologi menurut Fredick fere (1988) adalah kecerdasan pengamalan praktis dari pengetahuan tentang ketertiban alam dan manusia yang diwujudkan dlam bentuk dunia kebendaan dan atau dunia kecerdasan.Ketiga menurut Hamka ,bahwa seni yang setinggi-tingginya adalh ketika telah berkumpul didalam nya kebenaran ,keafialan dan keindahan yang direkat oleh cinta yang kudus.Berdasrkan pada ketiganya komponen tesebut,maka pemahaman tentang  Integritas ipteks yang utuh tidak lain adalah suatu konsepsi multi dimensiyang didalamnya memiliki nilai-niai kebenaran (ilmu pengetahuan).kebaikan (teknologi) dan keindahan seni .seni adalah muara dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ketiganya akan bahu membahu dan sling membantudan bersinegi satu dengan yang lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi dan seni.
Karya-karya seni baik yang bersifat kebendaan maupun kecerdasan selain ditunjang oleh beragam gagasan keindahan dari seniman itu sendiri ,juga akan Nampak didalm bukti-bukti kemajuan dalm bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang menunjukan kesaatupaduan IPTEKS sebagai hasil olah pikir,olah fisik dan olah jiwa manusia.Beberapa hasil karya IPTEKS ysng mendukung dan berkaitan pengertian tersebut adalah  :candi Borobudur ,bangunan taj mahal pyramid tembok cina,patng liberty,masjid al haramain,menara pizza dan beberapa karya lainya dimana kesemuanya memperlihatkan kesatuapaduan hasil karya ipteks yang luar biasa.

B.     Aspek  Etika Ilmu,Teknologi Dan Seni
1.      Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara empiris mengenai dunia ini dalam berbagai segi dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu obyek yang dihadapinya,hasil usaha manusia untuk memahami suatu obyek tertentu. Ilmu pengetahuan diambil dari kata science (bahasa inggris) yang diberasal dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja  scinre yang berarti mempelajari,mengetahui. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan obyek. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalm kehidupan sehari-hari,namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.

2.      Aspek Etika Ilmu Pengetahuan
Manusia sebagai manipulator dan artikulator dalam mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan. Dalam psikologi, dikenal konsep diri daru Freud yang dikenal dengan nama “id”, “ego” dan “super-ego”. “Id” adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam agama) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua instink: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). “Ego” adalah penyelaras antara “id” dan realitas dunia luar. “Super-ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani. Dalam agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu)Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja hanya memfungsikan “id”-nya, sehingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Milsanya dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara super-ego tidak berfungsi optimal, maka tentu atau juga nafsu angkara murka yang mengendalikan tindak manusia menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan amatlah nihil kebaikan yang diperoleh manusia, atau malah mungkin kehancuran. Kisah dua kali perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalah pilihan “id” dari kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun “super-ego”-nya.Oleh karena itu, pada tingkat aksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai adalah hal yang mutlak. Nilai ini menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya, ilmu pengetahuan juga punya bias negatif dan destruktif, maka diperlukan patron nilai dan norma untuk mengendalikan potensi “id” (libido) dan nafsu angkara murka manusia ketika hendak bergelut dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well-supporting bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Hakikat moral, tempat ilmuan mengembalikan kesuksesannya.
Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani. kewajiban itu, dengan argumen bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksananya (executor) tidak ditunjuk. Executor-nya menjadi jelas ketika sang subyek berhadap opsi baik atau buruk yang baik itulah materi kewajiban ekskutor dalam situasi ini.

3.      Aspek Etika Teknologi Dan Seni
Berkaiatan dengan pembatasan etika atas ilmu , teknologi dan seni maka perlu jelas bagi kita bahwa yang dibatasi secara etis ialah cara memperoleh car pengujian dan cara penggunaan ipteks pada saat penerapanya dengan fihak lain.jadi pembatasan etis terssebut tidak berkaitan dengan lahirnya ipteks sebagai suatu kebenaran ilmiah sebagai contoh untuk menentukan bahwa 2x2 =4 orang tidak perlu dibatasi oleh norma etis pada penentuanya demikian pula halnya manakala ilmuan hendak menentukan kebenaran pada daun dimana setelah dilakukan penelitian pada daun tedapt sel-sel yang mengandung klorofil yang dapat melansungkan proses fotosintesis namun jika berkaitan dngan pendirian pembangkit listrik bertenaga nuklir yang diperoleh dari temuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah apakah produk ipteks tersebut menunjang kehidupan manusia apakah  tidak malah seblikanya justru merusak kehidupan manusia untuk menjawab dibutuhkan data-data obyktif dan otentik dari hasil penelitian mengenai teknologi nuklirnya maupun daerah dimana pembangkit listrik tenaga nuklir itu akan didirikan sebelum kita memutuskan baik atau tidak pembangkit listrik tenaga nuklir tersebut apabila didirikan didaerah itu.
Para ilmuwan professional dari berbagai disiplin ilmu IPTEKS pada dasarnya sepakat bahwa disetiap cabang ilmu teknologi dan seni diperlukan seperangkat norma yang akan digunakan sebagai garis pembatas bagi pemberlakuan IPTEKS di lingkungan masyarakat ada yang mengharapkan agar norma-norma itu sepenuhnya merupakan tanggung jawab para ahli  IPTEKS dan bebas dari pegaruh lembaga pemerintah tetapi ada pula yang merasa perlu adanya peranan lembaga pemerintah dalam penerapan norma-norma tersebut untuk memperoleh daya keabsahaan dan kekuatan mengikat selurh anggota masyarakat.

4.      Teori-Teori Etika
Etika menjadi acuan atau panduan bagi ilmu dalam realisasi pengembangan.Untuk mengatasi konflik batin dikemukakan teori-teori etika yang bermaksud menyediakan konsistensis atau koheren dalam mengambil keputusan-keputusan moral.Teori-teori tersebut adalah :
a)      Konsekuensialisme. Teori ini menjawab “apa yang harus kita lakukan”, dengan memandang konsekuensi dari bebagai jawaban. Ini berarti bahwa yang harus dianggap etis adalah konsekuensi yang membawa paling banyak hal yang menguntungkan, melebihi segala hal merugikan, atau yang mengakibatkan kebaikan terbesar bagi jumlah orang terbesar. Manfaat paling besar daru teori ini adalah bahwa teori ini sangat memperhatikan dampak aktual sebuah keputusan tertentu dan memperhatikan bagaimana orang terpengaruh. Kelemahan dari teori ini bahwa lingkungan tidak menyediakan standar untuk mengukur hasilnya.
b)      Deontologi, berasal dari kata Yunani deon yang berarti “kewajiban”. Teori ini menganut bahwa kewajiban dalam menentukan apakah tindakannya bersifat etis atau tidak, dijawab dengan kewajiban-kewajiban moral. Suatu perbuatan bersifat etis, bila memenuhi kewajiban atau berpegang pada tanggungjawab, Jadi yang paling penting adalah kewajiban-kewajiban atau aturan-aturan, karena hanya dengan memperhatikan segi-segi moralitas ini dipastikan tidak akan menyalahkan moral. Manfaat paling besar yang dibawakan oleh etika deontologis adalah kejelasan dan kepastian. Problem terbesar adalah bahwa deontologi tidak peka terhadap konsekuensi-konsekuensi perbuatan. Dengan hanya berfokus pada kewajiban, barangkali orang tidak melihat beberapa aspek penting sebuah problem.
c)      Etika Hak. Teori ini memandang dengan menentukan hak dan tuntutan moral yang ada didalamnya, selanjutnya dilema-dilema ini dipecahkan dengan hirarkhi hak. Yang penting dalam hal ini adalah tuntutan moral seseorang yaitu haknya ditanggapi dengan sungguh-sungguh. Teori hak ini pantas dihargai terutama karena terkanannya pada nilai moral seorang manusia dan tuntutan moralnya dalam suatu situasi konflik etis. Selain itu teori ini juga menjelaskan bagiaman konflik hak antar individu. Teori ini menempatkan hak individu dalam pusat perhatian yang menerangkan bagaimana memecahklan konflik hak yang biasa timbul.
d)      Intuisionisme, teori ini berusaha memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak pada intuisi, yaitu kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui secara langsung apakah sesuatu baik atau buruk. Dengan demikian seorang intuisionis mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk berdasarkan perasaan moralnya, bukan berdasarkan situasi, kewajiban atau hak. Dengan intuisi kita dapat meramalkan kemungkinan-kemunginan yang terjadi tetapi kita tidak dapat mempertanggungjawabkan keputusan tersebut karena kita tidak dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan.Etika menjadi acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan karena penghormatan atas manusia. Sebagaimana dikemukakan, fisuf Jerman, Imanuel Kant, penghormatan kepada martabat manusia adalah suatu keharusan karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang merupakan tujuan pada dirinya, tidak boleh ditaklukkan untuk tujuan lain.



5.      Problematika Etika Dan Tanggung Jawab Ilmu Pengetahuan
Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan , dapat diungkapkan juga dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas . Namun demikian jelaslah kiranya bahwa kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan sekali-kali tidak sama dengan ketidakterikatan mutlak.Patutlah kita menyelidiki lebih lajut bagaimana kebebasan ini.
Bila kata “kebebasan” dipakai, yang dimaksudkan adalah dua hal: kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subjek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan sendiri dan bukan penentuan dari luar.
Etika memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan. Tanggungjawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggungjawab pada kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang, dan bersifat universal . Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia.
Tanggungjawab etis ini bukanlah berkehendak mencampuri atau bahkan “menghancurkan” otonomi ilmu pengetahuan, tetapi bahkan dapat sebagai umpan balik bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, yang sekaligus akan memperkokoh eksistensi manusia.
Pada prinsipnya ilmu pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu di cegah perkembangannya, karena sudah jamaknya manusia ingin lebih baik, lebih nyaman, lebih lama dalam menikmati hidupnya. Apalagi kalau melihat kenyataan bahwa manusia sekarang hidup dalam kondisi sosio tekhnik yang semakin kompleks. Khususnya ilmu pengetahuan berbentuk tekhnologi pada masa sekarang tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan manusia, tetapi sudah sampai ketaraf memenuhi keinginan manusia. Sehingga seolah-olah sekarang ini tekhnologilah yang menguasai manusia bukan sebaliknya.
Kita yakin adanya kenyataan bahwa antara ilmu pengetahuan theoria dengan penerapan praksisnya sukar sekali dipisahkan. Tetapi jelas karena sudah menyangkut relasi antar manusia yang bersifat nyata, dan bukan sekedar perbincangan teoritik “awang-awang” harus dikendalikan secara moral.
Sebab ilmu pengetahuan dan penerapannya yang yang berupa tekhnologi apabila tidak tepat dalam mewujudkan nilai intrinsiknya sebagai pembebas beban kerja manusia akan dapat menimbulkan ketidakadilan karena ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, pengurangan kualitas manusia karena martabat manusia justru direndahkan dengan menjadi budak teknologi, kerisauan social yang mungkin sekali dapat memicu terjadinya penyakit sosial seperti meningkatnya tingkat kriminalitas, penggunaan obat bius yang tak terkendali, pelacuran dan sebagainya. Terjadi pula fenomena depersonalisasi, dehumanisasi, karena manusia kehilangan peran dan fungsinya sebagai makhluk spiritual. Bahkan dapat memicu konflik-konflik sosial- politik, karena menguasai ilmu pengetahuan (tekhnologi) dapat memperkuat posisi politik atau sebaliknya orang yang berebut posisi politik agar dapat menguasai aset ilmu dan tekhnologi. Semuanya mengisyaratkan pentingnya etika yang mengatur keseimbangan antar ilmu pengetahuan dengan manusia, antara manusia dengan lingkungan, antara industriawan selaku produsen dengan konsumen. Dalam bahasa Jacob lebih lanjut dikatakan bahwa ilu pengetahuan jangan sampai merugikan manusia dan lingkungan serta tidak boleh menimbulkan konflik internal maupun politik.
Tanggungjawab ilmu pengetahuan menyangkut juga tanggungjawab terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dimasa lalu, sekarang, maupun apa akibatnya bagi masa depan berdasar keputusan-keputusan bebas manusia dalam kegiatannya. Penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan terbukti ada yang dapat mengubah sesuatu aturan baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut tanggungjawab untuk selalu menjaga agar apa yang diwujudkan dalam perubahan tersebut akan merupakan perubahan yang baik, yang seharusnya ; baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi itu sendiri maupun bagi perkembangan eksisitensi manusia secara utuh. Dalam bahasa Melsen : Tanggungjawab dalam ilmu pengetahuan menyangkut problem etis karena menyangkut ketegangan-ketegangan antara realitas yang ada dan realitas yang seharusnya ada.
Ilmu pengetahuan secara ideal seharusnya berguna dalam dua hal yaitu membuat manusia rendah hati karena memberikan kejelasan tentang jagad raya, kedua mengingatkan bahwa kita masih bodoh dan masih banyak yang harus diketahui dan dipelajari. Ilmu pengetahuan tidak mengenal batas, asalkan manusia sendiri yang menyadari keterbatasannya. Ilmu pengetahuan tidak dapat menyelesaikan masalah manusia secara mutlak, namun ilmu pengetahuan sangat bergua bagi manusia.
Keterbatasan ilmu pengetahuan mengingatkan kepada manusia untuk tidak hanya mengekor secara membabi buta kearah yang tak dapat dipanduinya, sebab ilmu pengetahuan saja tidak cukup dalam menyelesaikan masalah kehidupan yang amat rumit ini. Keterbatasan ilmu pengetahuan membuat manusia harus berhenti sejenak untuk merenungkan adanya sesuatu sebagai pegangan.
Kemajuan ilmu pengetahuan, dengan demikian, memerlukan visi moral yang tepat. Manusia dengan ilmu pengetahuan akan mampu untuk berbuat apa saja yang diinginkannya, namun pertimbangan tidak hanya sampai pada “apa yang dapat diperbuat” olehnya tetapi perlu pertimbangan “apakah memang harus diperbuat dan apa yang seharusnya diperbuat” dalam rangka kedewasaan manusia yang utuh. Pada dasarnya mengupayakan rumusan konsep etika dalam ilmu pengetahuan harus sampai kepada rumusan normatif yang berupa pedoman pengarah konkret, bagaimana keputusan tindakan manusia dibidang ilmu pengetahuan harus dilakukan. Moralitas sering dipandang banyak orang sebagai konsep abstrak yang akan mendapatkan kesulitan apabila harus diterapkan begitu saja terhadap masalah manusia konkret. Realitas permasalahan manusia yang bersifat konkret-empirik seolah-olah mempunyai “kekuasaan” untuk memaksa rumusan moral sebagai konsep abstrak menjabarkan kriteria-kriteria baik buruknya sehingga menjadi konsep normatif, secara nyata sesuai dengan daerah yang ditanganinya.
Dewasa ini pengetahuan dan perbuatan, ilmu dan etika saling bertautan. Tidak ada pengetahuan yang pada akhirnya tidak terbentur pertanyaan, “apakah sesuatu itu baik atau jahat”. “Apa” yang dikejar oleh pengetahuan, menjelma menjadi “Bagaimana” dari etika. Etika dalam hal ini dapat diterangkan sebagai suatu penilaian yang memperbincangkan bagaimana tekhnik yang mengelola kelakuan manusia. Dengan demikian lapangan yang dinilai oleh etika jauh lebih luas daripada sejumlah kaidah dari perorangan, mengenai yang halal dan yang haram. Tetapi berkembag menjadi sesuatu etika makro yang mampu merencanakan masyarakat sedemikian rupa sehingga manusia dapat belajar mempertanggungjawabkan kekuatan-kekuatan yang dibangkitkannya sendiri.
Terkait dengan keterbukaan yang disebutkan diatas, maka etika hanya menyebut peraturan-peraturan yang tidak pernah berubah, melainkan secara kritis mengajukan pertanyaan, bagaimana manusia bertanggungjawab terhadap hasil-hasil tekhnologi moderen dan rekayasanya. Etika semacam itu tentu saja harus membuktikan kemampuannya menyelesaikan masalah manusia konkret. Tidak lagi sekedar memberikan isyarat dan pedoman umum, melainkan langsung melibatkan diri dalam peristiwa aktual dan factual manusia, sehingga terjadi hubungan timbale balik dengan apa yang sebenarnya terjadi. Etika seperti itu berdasarkan “interaksi” antara keadaan etika sendiri dengan masalah-masalah yang membumi.

6.      Cara Meredam Pengaruh Negatif Ipteks
            Berdasarkan uraian tersebut diatas,maka jelas kiranya betapa pentingnya etika ipteks untuk membatasi pengaruh negative ipteks terhadap manusia yang paling urgen adalah etika yang menyangkut hidup mati orang banyak,masa depan hak-hak manusia dan lingkungan hidup etika akan lebih sempurna apabila didukung oleh agama ,moralitas,sosial,hukum dan pendidikan.Usaha-usaha yang dapat dialakukan untuk meredam pengaruh negatif  ipteks antara lain adalah :
a)      Rehumanisasi
Mengembalikan martabat manusia dalam perkembangan ipteks yang sangat cepat dengan berbagai cara kecepatan perkembangan ipteks sebaikanya disesuaikan dengan kemampuan adaptasi populasi yang bersangkutan perkembangan nilai-nilai agama,hukum,dan kebijakan lebih lambat dari dari perkembangan ipteks maka masalah ini harus mendapat perhatian khusus artinya lebih jauh manusia harus dipandang secara utuh baik lahir maupun batin sehingga pembangunan dan pengembangan ipteks selalu harus mengarah kepada terwujudnya peningakatan kesejahteraan manusia seutuhnya antara lahiriah danbatiniah.apabila ini tidak diperhatikan maka laju kehancuran peradaban manusia tidak akan dapat diimbangi oleh laju rehumanisasi oleh karenanya semua pihak harus mengambil bagian dan berkontribusi positf didalamnya.


b)     Kemampuan Memilih
Dengan makin banyaknya kebolehan yang diakibatkan oleh ipteks maka timbul kesukaran dalam memilih meskipun pilihan relative lebih sedikit daripada kebolehjadian.Pendidikan pada umumnya diarahkan pada cara produksi bukan pada cara konsumsi.terkikisnya nilai-nilai menyebabkan menurunnya perbedaan antara yang mungkin dengan yang terjadi bahkan mana yang benar dan mana yang salah mana yang baik dan mana yang buruk sudah sanagat susah dibedakan.
c)      Arah Perkembangan Kemajuan
Anomali yang ditimbulkan oleh perkembangan ipteks sekarang akan mengakibatkan banyak ahli yang mempertanyakan apakah material manusia hamper selurh dunia meniru model kemajuan barat seolah-olah itulah satu satunya jalan Yng terjamin baik beberapa ahli mengkonstalasi bahwa penyedian kebuetuhan materil yang berlebihan pun tidak akan membawa kebahagian dan kesejahteraan bahkan sebaliknya menimbulkan dekomposisi lingkungan dehumnisasi dan ketegangan-ketegangan dalam intererrlasi unsure-unsur dalam ekosistim termasuk diantaranya sesama manusia pada peringkat internasional dan haka asasi bangsa-bangsa jika gaya pikir bru tidak berhasil dikembangkan untuk menghadapi masalah besar ini maka masa depan yang akan kelam bagi manusia dan bumi kita tinggal menunggu waktu.
d)     Revitalisasi
Perlunya upaya positif untuk mencegah distorsi biokultural yang berkelanjutan pembangunan akan menuju ke suatu kebudayaan baru di masa depan sehingga diperlukan persiapan-persiapan yang menyeluruh usaha-usaha revitalisasiakan banyak dipengaruhi naik secara positif maupun negatif oleh karena faktor-faktor dalam maupun luar negeri oleh karena itu beberapa sikap pribadi yang paripurna harus dimiliki demi memproteksikan diri dari pengaruh negative IPTEKS.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah ini yaitu :
1.      Dengan pemahaman integritas dari sudut kata yang bermakna yang telah kita kemukakan diatas, maka membebaskan kita untuk menjadi diri yang utuh tidak peduli apa yang akan datang kepada kita.sehingga tingkat kedewasaan kita akan menunjukkan “kalau apa yang saya katakan dan apa yang saya lakukan sama, hasilnya konsisten dalam bersikap dan berperilaku.
2.      Penilaian moral diukur dari sikap manusia sebagai pelakuknya, timbul pula perbedaan penafsiran. Timbulnya dilema-dilema nurani yang mengakibatkan konflik berkembangnya ilmu (pengetahuan) dengan moral, kemudian muncul teori etika, tetapi juga tidak bisa serta merta menjadi pegangan untuk mempertanggungjawaban pengambilan keputusan. Meski demikan, teori etika memberikan kerangka analisis bagi pengembangan ilmu agar tidak melanggar penghormatan terhadap martabat kemanusiaan.
3.      Pengembangan ilmu harus berpijak pada proyeksi tentang kemungkinan yang secara etis dapat diterima oleh masyarakat atau individu-individu manusia selaku pengguna atau penerima hasil pengembangan ilmu (teknologi). Apa yang baik dan buruk dari hasil pengembangan ilmu harus dapat dipertanggungjawabkan pihak yang mengembangkan ilmu (ilmuwan ataupun penemu). Sebagaimana namanya, “intiusionisme” memang tidak bisa menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena berpijak pada intuisi.

B.     Saran
Adapun saran dari makalah ini ialah agar kita sebagai mahasiswa dapat memahami integritas dan aspek etika IPTEKS, serta dapat dan mampu menerapkan hal tersebut dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Charis Zubeir,. Ahmad. 2002. Kajian Filsafat Ilmu; Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia. Lembaga Studi Filsafat Islam. Yogyakarta
Tim dosen MKU UNHAS. wawasan ipteks. Universitas Hasanuddin
Van Melsen,. A. G. M.1992. Ilmu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita. Terj. Dr. K. Bertens. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta



















Label:

Post a Comment

Post a Comment

Powered by Blogger.