BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengertian/definisi Hutan
adalah lahan luas yang ditumbuhi berbagai pohon liar maupun budi daya. Hutan
banyak memberikan hasil berupa kayu, rotan, getah damar, getah jelutung,
kemenyan, dan sebagainya. Hutan produksi adalah hutan yang memberikan hasil
hutan berupa kayu, rotan, kemenyan, dan hasil hutan lainnya.
Hutan Produksi adalah
suatu areal hutan yang sengaja dipertahankan sebagai kawasan hutan dan
berfungsi untuk menghasilkan atau memproduksi hasil hutan bagi kepentingan
masyarakat, dibidang industri dan ekspor. Hutan ini ditentukan dengan
batas-batas suatu HPH (Hak Penguasaan Hutan) dan dikelola untuk menghasilkan
kayu. Dengan pengelolaan yang baik, tingkat penebangan diimbangi dengan
penanaman kembali dan pertumbuhan ulang sehingga hutan terus menghasilkan kayu
secara lestari. Secara praktis, hutan-hutan di kawasan HPH sering dibalak
secara berlebihan dan kadang ditebang habis.
Hutan tanaman industri
atau yang disingkat HTI adalah sebidang luas daerah yang sengaja ditanami
dengan tanaman industri, yaitu tanaman berkayu dengan tipe sejenis untuk
mencapai tujuan menjadi sebuah hutan yang secara khusus dapat dieksploitasi
tanpa membebani hutan alami.
B.
Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya
praktek dalam mata kuliah Keteknikan dan Pembukaan Wilayah Hutan yaitu agar praktikan mengetahui tentang pengisian
matriks berdasarkan pembagian jenis hutan dan bentuk pengusahaan hutan.
Kegunaan dilaksanakannya
praktek ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada praktikan tentang
pengisian matriks berdasarkan pembagian jenis hutan dan bentuk pengusahaan
hutan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hutan
Produksi
Hutan Produksi adalah
suatu areal hutan yang sengaja dipertahankan sebagai kawasan hutan dan
berfungsi untuk menghasilkan atau memproduksi hasil hutan bagi kepentingan
masyarakat, dibidang industri dan ekspor. Hutan ini ditentukan dengan
batas-batas suatu HPH (Hak Penguasaan Hutan) dan dikelola untuk menghasilkan
kayu. Dengan pengelolaan yang baik, tingkat penebangan diimbangi dengan
penanaman kembali dan pertumbuhan ulang sehingga hutan terus menghasilkan kayu
secara lestari. Secara praktis, hutan-hutan di kawasan HPH sering dibalak
secara berlebihan dan kadang ditebang habis.
Hutan produksi
dikelompokkan menjadi 3, yaitu hutan produksi tetap (HP), Hutan Produksi
Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) :
1. Hutan
Produksi Tetap (HP) merupakan hutan yang dapat dieksploitasi dengan perlakuan
cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis.
2. Hutan
Produksi Terbatas (HPT) merupakan hutan yang hanya dapat dieksploitasi dengan
cara tebang pilih. Hutan Produksi Terbatas ini merupakan hutan yang
dialokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas yang rendah. Hutan produksi
terbatas ini pada umumnya berada di wilayah pegunungan di mana lereng-lereng
yang curam mempersulit kegiatan pembalakan.
3. Hutan
Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK):
a)
Kawasan hutan yang dipengaruhi faktor
kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan
dengan angka penimbang mempunyai nilai 124 atau kurang di luar hutan suaka alam
dan hutan pelestarian alam.
b)
Kawasan hutan yang memiliki ruang
dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan permukiman, transmigrasi,
pertanian dan perkebunan.
Kegiatan yang diizinkan
untuk Hutan Produksi adalah untuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan
alam (HPH) dan hutan tanaman (HTI).
Untuk Hutan Produksi
Terbatas karena pertimbangan kelerengan maka tidak diperbolehkan melakukan
tebang habis (land clearing) untuk HTI biasanya HPT pengelolaannya dengan
Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Sedangkan Hutan Produksi Konversi
aktivitas yang dilakukan lebih kepada penggunaan sektor non-kehutanan.
B.
Hutan
Tanaman Industri
HTI adalah kawasan hutan
tanaman pada wilayah hutan produksi yang sengaja dibangun oleh kelompok
industri untuk peningkatan potensi dan kualitas hutan produksi dengan
menerapkan sistem silvikultur atau budidaya dalam rangka memenuhi kebutuhan
bahan baku industri. Kegiatan yang dizinkan pada HTI meliputi persiapan lahan,
pembuatan pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan hasil, pengolahan dan
pemasaran.
Menurut Peraturan
Pemerintah No. 7 tahun 1990 tentang hak pengusahaan hutan tanaman industri,
Hutan Tanaman Industri yang di selanjutnya disingkat menjadi HTI adalah hutan
tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan
produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku industri hasil hutan.
Dimana dalam
operasionalnya berpegangan pada hak pengusahaan HTI. Hak pengushaan Hutan
Tanaman Industri ini adalah untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan
hutan yang kegiatannya mulai dari penanaman bibit, pemeliharaan pohon,
pemungutan hasil, pengolahan dan pemasaran.
Pengusahaan HTI bertujuan
untuk menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri guna
meningkatkan nilai tambah dan devisa negara, meningkatkan produktivitas lahan
dan kualitas lingkungan hidup, memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha.
Dalam pengelolaan HTI di Indonesia dipakai sistem silvikultur. Dimana Sistem
silvikultur yang diterapkan adalah sistem tebang habis dengan penanaman
kembali.
Pembangunan Hutan Tanaman
Industri (HTI) di Indonesia dilakukan dengan bertujuan baik untuk pelestarian
hutan yang non aktif agar bisa dimanfaatkan lagi bagi kemajuan bangsa.
HTI merupakan salah satu
penyebab utama deforestasi di mana hutan hujan tropis primer diganti dengan
hutan monokultur seperti Akasia dan ekaliptus. Perubahan besar dalam penggunaan
lahan tersebut berdampak pada kondisi lingkungan dan sosial. Perkembangan
perkebunan skala besar dapat berdampak pada meningkatnya emisi efek rumah kaca,
menghilangkan keanekaragaman hayati serta konsekuensi negatif terhadap kondisi
ekonomi masyarakat lokal, mata pencaharian dan budaya masyarakat yang tergantung
pada hutan.
Menurut Kusmana dan
Istomo (2008), dalam rumusan hasil Lokakarya Pembangunan Timber Estate pada
tanggal 29-31 Maret 1984 di Kampus Darmaga Fakultas Kehutanan IPB. Istilah
resmi Hutan Tanaman Industri (HTI) waktu itu belum banyak dikenal maka digunakan
istilah Timber Estate (perkebunan kayu). Tujuan pembangunan HTI adalah :
1. Menyediaan
bahan baku industri perkayuan secara mantap dalam jumlah dan mutu dari hutan
tanaman disamping bahan baku yang berasal dari hutan alam.
2. Meningkatkan
nilai tambah dari hutan dan meningkatkan penerimaan negara
3. Meningkatkan
peranan Indonesia sebagai penghasil dan pengekspor kayu tropis utama di dunia.
4. Mendorong
pertumbuhan pembangunan daerah sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing
dalam rangka pembangunan nasional dan pembangunan wilayah.
5. Memperluas
kesempatan usaha dan kesempatan kerja bagi semua golongan masyarakat.
6. Mempercepat
alih teknologi ke tangan bangsa Indonesia. Meningkatkan peranan energi
alternatif, khususnya yang berasal dari biomassa dalam penyediaan energi
nasional, baik untuk keperluan industri maupun rumah tangga.
7. Turut
mengendalikan dan mengamankan keserasian lingkungan hidup.
Hutan tanaman industri
(HTI) diarahkan sesuai jenis dan tujuan HTI yaitu :
(1) Kayu
pertukangan untuk tujuan industri kayu penggergajian dan plywood dengan arahan
daur 10-30 tahun.
(2) Kayu
serat dan pulp untuk tujuan industri pulp, kertas, rayon dll. dengan arahan
daur 8-20 tahun.
(3) Kayu
energi untuk tujuan industri arang dan kayu bakar dengan arahan daur 5 tahun.
Berdasarkan hasil lokakarya tersebut lokasi pembangunan HTI diarahkan pada :
a.
Tanah kosong dan padang alang-alang.
b.
Semak belukara dan
c.
Hutan rawang dan hutan tidak produktif.
Hal-hal penting yang
menjadi kendala dalam pencapaian target dan permasalahan yang muncul seputar
pembangunan HTI adalah :
1. Pembangunan
HTI yang mengandalkan murni dana investor tidak menarik karena pengembaliam
modal yang lama, banyak diliputi ketidakpastian baik politik, sosial dan
ekonomi. Dengan skema penyertaan dana pemerintah (terutama dana DR ) sering
memberi peluang untuk para pengusaha spekulan.
2. Masalah
ketidakpastian kawasan areal calon HTI yang umumnya sudah diokupasi masyarakat
dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan di lapangan
3. Kriteria
tanah kosong dan padang alang-alang yang memberi peluang keberhasilan
pembangunan HTI sangat rendah karena tanahnya yang tidak subur dan biaya
produksi tinggi. Kriteria hutan tidak produktif yang multitafsir dan konversi
hutan alam menjadi HTI dengan adanya IPK semakin memperparah degradasi hutan
alam yang tidak diimbangi keberhasilan/ peningkatan produktivitas HTI.
Dampak keberhasilan HTI
terhadap aspek lingkungan pada dasarnya jelas memberikan manfaat yang sangat
positif. Manfaat positif yang dapat diperoleh pada aspek lingkungan pembangunan
HTI adalah :
1. Meningkatkan
produktivitas dan kualitas hutan jika HTI dibangun pada lahan yang tidak
produktif (tanah kosong, padang alang-alang atau lahan kritis lainnya).
2. Manjaga
keseimbangan tata air dan meningkatkan serapan air, jika HTI dibangun pada
lahan kritis dengan curah hujan tinggi yang sering dilanda banjir, erosi dan
longsor.
3. Dalam
kaitannya dengan pemanasan global satu-satunya komponen ekosistem di bumi yang
dapat menyerap CO2 cukup tinggi dan menghasilkan O2
adalah pohon atau hutan cepat tumbuh. HTI dan keseimbangan air. Pembangunan HTI
dapat menjaga keseimbangan air jika pembangunan HTI dilaksanakan secara
bijaksana dengan memperhatikan :
a.
Jenis pohon yang ditanam disesuaikan
antara tingkat transpirasi jenis tersebut dengan jumlah curah hujan areal
penanaman. Misalnya jika jenis yang ditanam mempunyai evapotranpirasi sebesar
3000 mm/th, maka jenis tersebut hanya dapat ditanam pada daerah dengan curah
hujan > 3000 mm/th, karena jika ditanam pada daerah dengan curah hujan <
3000 mm/th maka daerah tersebut akan mengalami defisit air.
b.
Penanaman HTI sebaiknya menciptakan strata
tajuk, paling tidak ada dua strata, yaitu strata kanopi pohon dan strata
tumbuhan penutup tanah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hutan Produksi adalah
suatu areal hutan yang sengaja dipertahankan sebagai kawasan hutan dan
berfungsi untuk menghasilkan atau memproduksi hasil hutan bagi kepentingan
masyarakat, dibidang industri dan ekspor. Hutan ini ditentukan dengan
batas-batas suatu HPH (Hak Penguasaan Hutan) dan dikelola untuk menghasilkan
kayu. Hutan produksi dikelompokkan menjadi 3, yaitu hutan produksi tetap (HP),
Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK).
HTI adalah kawasan hutan
tanaman pada wilayah hutan produksi yang sengaja dibangun oleh kelompok
industri untuk peningkatan potensi dan kualitas hutan produksi dengan
menerapkan sistem silvikultur atau budidaya dalam rangka memenuhi kebutuhan
bahan baku industri. Kegiatan yang dizinkan pada HTI meliputi persiapan lahan,
pembuatan pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan hasil, pengolahan dan
pemasaran.
Hutan tanaman industri
(HTI) diarahkan sesuai jenis dan tujuan HTI yaitu (1) Kayu pertukangan untuk tujuan
industri kayu penggergajian dan plywood dengan arahan daur 10-30 tahun. (2)
Kayu serat dan pulp untuk tujuan industri pulp, kertas, rayon dll. dengan
arahan daur 8-20 tahun. (3) Kayu energi untuk tujuan industri arang dan kayu
bakar dengan arahan daur 5 tahun.
B.
Saran
Saran dari praktikum
KPWH mengenai matriks kawasan hutan
khususnya hutan produksi dalam bentuk pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI),
ialah agar dalam pembuatan dapat lebih teliti dan faktual.
DAFTAR
PUSTAKA
Brinker, R.C. dan P.R. Wolf, 1997. . Dasar-Dasar
Pengukuran Tanah (Surveying).Terjemahan Djoko Walijatun. Erlangga,
Jakarta.
Fauzi, Hamdani. 2012. Pembangunan
Hutan Berbasis Kehutanan Sosial. Karya Putra Darwati : Bandung.
Klassen, Art. 2006. Perencanaan, Lokasi,
Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan Untuk Pembuatan Jalan Logging Berdampak
Rendah. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Departemen Kehutanan : Bogor.
Meyer, C.F. dan David W.G. 1984. Survei
dan Perencanaan Lintas Jalur. Erlangga, Jakarta.
Muhdi, 2002. Panduan Praktikum
Keteknikan Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Setyarso, A. 1987. Perencanaan
Inventarisasi Hutan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
UU RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
UU RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Vademecum Kehutanan Indonesia.
1979. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan : Indonesia.
Post a Comment
Post a Comment