Laporan Lengkap Sifat Fisika Kayu





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
   Kayu adalah gabungan biopolymer tiga dimensi yang saling berhubungan. Kayu juga diartikan sebagai bahan biologis yang kompleks atau sebuah materi yang dapat digunakan oleh manusia. Kayu merupakan hasil metabolisme suatu organisme yang hidup, yang terdiri dari zat yang sangat kompleks baik dari susunan fisika maupun susunan kimianya, kayu juga memiliki variable yang sifat dasarnya sukar dikendalikan.
Sifat fisik kayu merupakan bagian yang dimiliki oleh kayu tertentu dimana kayu tersebut menunjukkan suatu kondisi khusus dari struktur dan anatomi kayu itu sendiri. Sifat fisik kayu itu sendiri dapat menunjukkan seberapa besar kekuatan dari kayu tersebut, karena dari sifat fisik kayu ini juga dapat kita ketahui keadaan kayu seperti : berat kayu, kekerasan kayu, tekstur, arah serat, higroskopis, kesan raba, bau dan rasa, nilai dekoratif, warna, keawetan alami, dan berat jenis.
Sifat fisika kayu adalah sifat-sifat asli dari kayu (wood inheren factors) yang dapat berubah-rubah karena adanya pengaruh lingkungan (suhu dan kelembaban udara). Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian, memerlukan pengetahuan tentang sifa-sifat kayu. Sifat-sifat ini penting sekali dalam industri pengolahan kayu sebab dari pengetahuan tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang tepat serta macam penggunaan yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat dipilih kemungkinan penggantian oleh jenis kayu lainnya apabila jenis yang bersangkutan sulit didapat secara kontinyu atau terlalu mahal. Pengenalan atas sifat-sifat fisik kayu akan sangat membantu dalam menentukan jenis-jenis kayu untuk tujuan pengunaan tertentu.
Secara umum kayu diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu, kayu daun lebar dan kayu daun jarum. Kayu daun lebar mempunyai struktur lebih lengkap daripada kayu daun jarum, memiliki pori-pori atau sel-sel pembuluh. Sedangkan kayu daun jarum tidak memiliki pori-pori melainkan sel trakeida, yaitu sel yang berbentuk panjang dengan ujung-ujung yang kecil sampai meruncing. Sel-sel ini merupakan jaringan dasar kayu daun jarum dan merupakan bagian terbesar dari volume kayu. Kayu daun jarum mempunyai struktur yang lebih sederhana dibandingkan kayu daun lebar. Pada kayu daun jarum, jumlah dan jenis selnya lebih sedikit dan kombinasi bentuk-bentuk jaringannya juga lebih sederhana.
Kayu ialah salah satu hasil hutan yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan kemajuan teknologi dimasa modern ini. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu. Sifat-sifat ini penting sekali dalam industri pengolahan kayu sebab dari pengetahuan sifat tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang tepat serta macam penggunaan yang memungkinkan.
            Oleh karena itu dalam laporan yang kami buat ini berisi tentang pengamatan sifat fisika kayu. Yang di teliti di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Universitas Hasanuddin dengan jangka waktu yang telah ditentukan.

B.     Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dalam praktikum ini, yaitu :
1.        Untuk menentukan kadar air pada sampel uji beberapa jenis kayu.
2.        Untuk mengukur berat jenis kayu pada tiga keadaan kadar air yang berbeda.
3.        Untuk menentukan kerapatan kayu pada beberapa sampel uji kayu.
4.        Untuk membandingkan besarnya perubahan dimensi pada tiga arah utama kayu.

C.    Kegunaan Praktikum
Adapun manfaat praktikum ini, yaitu :
1.        Praktikan dapat mengetahui dan memahami cara menentukan kadar air pada sampel uji beberapa jenis kayu.
2.        Praktikan dapat mengetahui cara penentuan berat jenis kayu.
3.        Praktikan dapat mengetahui cara penentuan kerapatan kayu.
4.        Praktikan dapat mengetahui cara pengukuran perubahan dimensi pada kayu.
BAB II
METODE PRAKTIKUM
A.  Waktu dan Tempat
Pengamatan sifat Makroskopis kayu dilaksanakan pada hari Kamis, 22 Oktober 2014 pada pukul 15:00 WITA sampai selesai bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar.

B.  Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum fisika kayu ini adalah sebagai berikut :
1.      Contoh uji berukuran (2 cm x 2 cm x 3 cm dan 2 cm x 2 cm x 2 cm)
2.      Caliper
3.      Oven
4.      Pensil
5.      Mistar
6.      Desikator
7.      Gelas plastik
C.  Rumus
Adapun rumus yang digunakan dalam praktikum fisika kayu ini adalah sebagai berikut :
a.       Perubahan dimensi
 
b.      Kerapatan
 
c.       Berat  jenis

d.      Kadar air

D.    Analisis Data
a.       Perubahan dimensi
b.      Kerapatan
1.      Kerapatan berat




2.      Kerapatan caliper

c.       Berat jenis



 
d.      Kadar air

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil
Kayu Ukuran 2 x 2 x 2 cm
Tectona grandis
Pinus mercusii
Bambussa sp.
Kadar Air (%)
Kering udara
9.40%
11.49%
8.77%
Kering tanur
0
0
0
Kondisi basah
41.98%
36.62%
102.19%
Kerapatan (g/cm3)
Kering udara
Caliper
0.71
0.56
0.55
Berat
0.73
0.67
0.59
Kering tanur
Caliper
0.7
0.54
0.53
Berat
0.71
0.63
0.56
Kondisi basah
Caliper
0.86
0.66
0.87
Berat
0.91
0.79
0.96
Berat jenis
Kering udara
Caliper
0.67
0.5
0.5
Berat
0.66
0.6
0.55
Kering tanur
Caliper
0.7
0.54
0.53
Berat
0.71
0.63
0.56
Kondisi basah
Caliper
0.61
0.48
0.43
Berat
0.64
0.58
0.47
Kayu ukuran 2 x 2 x 3 cm
Tectona grandis
Pinus mercusii
Bambussa sp.
L
T
R
L
T
R
L
T
R
Penyusutan (%)
Ku-Kt
1,286
4,416
2,037
0,10
2,882
0,940
1,274
7,462
3,658
Pengembangan (%)
Kt-Kb
1,707
6,776
3,482
0,132
6,64
3,148
2,546
10,645
6,646


B.     Pembahasan
1.      Kadar Air
Air di dalam kayu terdiri dari air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan nilai kadar air kayu. Dalam satu jenis pohon, kadar air kayu kondisi segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Haygreen dan Bowyer 1996). Brown et. al. (1952) menyatakan bahwa apabila kayu tidak lagi melepaskan atau menyerap air, maka kayu berada dalam kondisi kesetimbangan dengan lingkungan. KA pada kondisi tersebut dinamakan KA keseimbangan (KAK), yang seringkali dianggap sama dengan KA kondisi kering udara (KA-KU). Besarnya nilai KAK lebih rendah dibandingkan KA-TJS. KAK dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dimana kayu itu digunakan, terutama suhu dan kelembaban relatif. Menurut Oey Djoen Seng (1964), besarnya KA-KU juga tergantung dari keadaan iklim setempat. Di Indonesia berkisar antara 12 hingga 20%, dan di Bogor sekitar 15%.
Berdasarkan hasil perhitungan persentase kadar air, diketahui bahwa pada kayu Tectona grandis (Kayu Daun Lebar) pada kondisi kering udara 9,40%, kondisi kering tanur 0 dan kondisi basah 41,98%. Pada kayu Pinus mercusii (Kayu Daun Jarum) pada kondisi kering udara 11,49%, kondisi kering tanur 0 dan kondisi basah 36,62%. Pada Bambussa sp. (Monokotil) pada kondisi kering udara 8,77%, kondisi kering tanur 0 dan kondisi basah 102,19%.
Berdasarkan hasil persentase kadar air yang diperoleh dari ketiga jenis kayu tersbut, yaitu Tectona grandis (Kayu Daun Lebar) diperoleh rata-rata 17,12 %, Pinus mercusii (Kayu Daun Jarum) 16,03 %, dan Bambussa sp. (Monokotil) 36,98 %. Berdasarkan rata-rata persentase kadar air yang diperoleh, dapat kita ketahui bahwa persentase kadar air pada bambu (Monokotil) lebih tinggi dibandingkan kadar air kayu pinus (Kayu Daun Jarum) maupun kayu jati (Kayu Daun Lebar).


2.      Kerapatan
Kerapatan adalah perbandingan antara massa atau berat benda terhadap volumenya. Air pada temperatur 40oC atau 32,5oF, mempunyai kerapatan sebesar 1 g/cm3. oleh karna itu air pada temperatur tersebut dijadikan sebagai kerapatan standar. Kerapatan kayu juga merupakan faktor penentu yang utama untuk kekuatan dan hubungan kekuatan/kerapatan secara langsung (Brown et al. 1952).
Berdasarkan data yang diperoleh, kerapatan dari ketiga jenis kayu tersebut memiliki hasil yang berbeda-beda. Dimana kayu Pinus dan kayu Jati pada keadaan kering udara dan kering tanur, rata-rata kerapatannya dengan menggunakan metode volume kaliper ataupun volume berat diperoleh kerapatan yang sangat tinggi dibandingkan bambu yang memiliki rata-rata paling rendah. Namun berdasarkan keadaan basah, kayu Jati dan Bambu memiliki rata-rata kerapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kayu Pinus.
Perbedaan kerapatan kayu baik kering udara, kering tanur maupun basah disebabkan karena perbedaan komponen penyusun dari ketiga kayu tesebut serta daya serap air dari kayu tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh kadar air dari setiap keadaan dari kayu berbeda-beda. Kayu basah memiliki kerapatan yang lebih besar daripada kayu kering udara maupun kayu kering tanur. Sedangkan kayu pada keadaan kering tanur memiliki kerapatan yang relatif lebih kecil dari dua jenis kayu tersebut. Dalam hal ini dipengaruhi oleh jumlah air yang mengisi rongga sel (air bebas dan air terikat).

3.      Berat Jenis
Berat Jenis kayu merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air. Nilai berat jenis biasanya bertambah jika kadar air kayu berkurang di bawah titik jenuh seratnya (Haygreen dan Bowyer 1989).
Berdasarkan data yang diperoleh, berat jenis dari ketiga jenis kayu tersebut memiliki hasil yang beragam. Pada keadaan kering udara, kering tanur, maupun keadaan basah, kayu Pinus dan kayu Jati rata-rata berat jenisnya dengan menggunakan metode volume kaliper ataupun volume berat diperoleh kerapatan yang sangat tinggi sedangkan bambu memiliki rata-rata berat jenis yang paling rendah. Hal tersebut tidak lepas dari pengaruh kadar air, struktur kayu, zat ekstraktif, dan komponen kimianya.

4.      Kembang-susut
Berdasarkan hasil perhitungan kembang-susut kayu pada bidang longitudinal, tangensial dan radial, diperoleh  hasil yang sangat beragam. Seperti yang kita ketahui umumnya perhatian lebih besar ditujukan kepada penyusutan dalam penggunaan kayu tersebut.
Kayu menyusut lebih banyak dalam arah lingkaran tumbuh (tangensial), agak kurang ke arah melintang lingkaran tumbuh (radial) dan sedikit seklai dalam arah sepanjang serat (longitudinal). Untuk perubahan dimensi dalam arah longitudinal berkisar 0,1-0,2%, dalam arah radial angka penyusutan bervariasi antara 2,1-8,5%, sedangkan dalam arah tangensial angka penyusutan lebih kurang 2 kali angka penyusutan radial bervariasi 4,3-14% (Dumanauw, 1993).
Kembang susut kayu mempunyai arah tertentu karena adanya perbedaan struktur pori-pori kayu atau trakeida pada kayu berdaun jarum. Pada umumnya, terdapat 3 arah penyusutan utama pada kayu, yaitu tangensial, radial, dan longitudinal (aksial). Tangensial merupakan arah penyusutan searah dengan arah lingkaran tahun. Besar penyusutan pada arah ini adalah 4,3%-14% atau rata-rata 10%. Radial merupakan arah penyusutan searah dengan jari-jari kayu atau memotong tegak lurus lingkaran tahun. penyusutan pada arah ini berkisar antara 2,1%-8,5% atau rata-rata 5 %. Longitudinal (aksial) merupakan arah peyusutan searah dengan panjang kayu atau serat batang kayu. Penyusutan arah ini berkisar antara 0,1%-0,3% atau biasa diperhitungkan 0,3%.
Pengembangan pada kayu dapat terjadi akibat jaringan ultrastruktur pada kayu mengalami penambahan dimensi, sedangkan penyusutan terjadi akibat jaringan ultrastruktur kayu yang mengalami pengurangan dimensi. Hal ini sesuai dengan literatur Dumanauw (1993) yang menyatakan bahwa penambahan air atau zat cair lain pada zat dinding sel akan menyebabkan jaringan mokrofibril mengembang, keadaan ini berlangsung sampai titik jenuh serat tercapai. Dalam proses ini dikatakan bahwa kayu mengembang atau memuai. Penambahan air seterusnya pada kayu tidak akan mempengaruhi perubahan volume dinding sel sebab air yang ditambahkan di atas titik jenuh serat akan ditampung dalam rongga sel. Sebaliknya jika air dalam kayu dengan kadar air maksimum dikurangi, maka pengurangan air pertama-tama akan terjadi pada air bebas dalam rongga sel sampai mencapai titik jenuh serat. Pengurangan air selanjutnya di bawah titik jenuh serat akan menyebabkan dinding sel kayu itu menyusut atau mengerut.
Berdasarkan hasil perhitungan kembang-susut dari data yang diperoleh memiliki beberapa penyimpangan hasil dari teori yang telah ada. Hal ini diakibatkan karena kurang akuratnya data yang diperoleh pada saat praktikum, khususnya pada saat melakukan pengukuran dan pengolahan data.









BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum sifat fisika kayu adalah sebagai berikut :
1.      Persentase Kadar Air (KA) yang telah diperoleh dalam keadaan kering udara, kering tanur dan keadaan basah dari ketiga jenis kayu tersbut, diketahui bahwa pada kayu Tectona grandis (KDL) pada kondisi kering udara 9,40%, kondisi kering tanur 0 dan kondisi basah 41,98%. Pada kayu Pinus mercusii (KDJ) pada kondisi kering udara 11,49%, kondisi kering tanur 0 dan kondisi basah 36,62%. Pada Bambussa sp. (Monokotil) pada kondisi kering udara 8,77%, kondisi kering tanur 0 dan kondisi basah 102,19%.
2.      Berat jenis kayu Jati dan kayu pinus memiliki berat jenis yang paling tinggi dibandingkan bambu dalam keadaan kering udara, kering tanur maupun keadaan basah. Hal tersebut tidak lepas dari pengaruh kadar air, struktur kayu, zat ekstraktif, dan komponen kimianya.
3.      Kerapatan ketiga jenis kayu yang didasarkan hasil kadar air pada ketiga jenis kayu, maka kayu dalam keadaan basah memiliki kerapatan yang lebih besar daripada kayu kering udara maupun kayu kering tanur. Sedangkan kayu pada keadaan kering tanur memiliki kerapatan yang relatif lebih kecil.
4.      Nilai pengembangan dan penyusutan dari bidang tangensial dan radial lebih besar dibandingkan pengembangan dan penyusutan pada arah longitudinal, hal ini dipengaruhi karena arah penyusutan dan pengembangan kayu sejajar dengan arah panjang batang.

B.       Saran
Adapun saran dari praktikum fisika kayu ini ialah, bagi praktikan agar  kiranya saat melakukan kegiatan praktikum dapat lebih teliti dalam mengukur dan mengolah data yang diperoleh. Bagi laboratorium ialah agar kiranya dapat menambah jumlah alat, agar proses dalam melakukan praktikum dapat berjalan lancar.


DAFTAR PUSTAKA

Brown, H.P., A.J. Panshin, dan C.G. Forsaith.  1952.  Textbook of Wood Technology, vol. II.  McGraw-Hill Book Co.  New York.

Dumanauw, J.F. 1993. Mengenal Kayu. Pendidikan Industri Kayu Atas. Semarang. Kansius.

Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer.  1989.  Forest Products and Wood Science.  Lowa State University Press / Ames.  213-226 pp

Oey Djoen Seng, 1964, Berat Jenis dari Jenis-jenis kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu untuk keperluan praktek. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Departemen Kehutanan Bogor Indonesia.



LAMPIRAN

A.     Tabel Data
Kerapatan Berat Jenis
2 x 2 x 2 (P – L – T)



Kadar Air
2 x 2 x 2



Penyusutan dan Pengembangan
2 x 2 x 3

Label:

Post a Comment

Post a Comment

Powered by Blogger.