Pembahasan Pembuatan Trase Jalan Kawasan Hutan Desa Laiya Kecamatan Cendrana Kabupaten Maros





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam usaha pengambilan hasil sumber daya alam dari hutan tersebut perlu adanya tahapan-tahapan yang diperlukan sebelum melakukan produksi atau pemanenan hasil hutan tersebut.  Menurut Suparto (1979) mengurutkan bagaimana kegiatan yang dilakukan dalam proses pemanenan kayu secara berurutan sebagai berikut, Perencanaan pemanenan, pembukaan wilayah hutan (PWH), Pemanenan, Penyaradan, Pengumpulan kayu, angkutan antara, penimbunan antara, angkutan akhir, dan penimbunan akhir.
Salah satu langkah penting sebelumnya pelaksanaan produksi hasil hutan adalah pembukaan wilayah hutan (PWH).  PWH memiliki filosofi menciptakan kondisi yang baik agar persyaratan-persyaratan pengelolaan hutan yang lestari terwujud.  Tanpa PWH yang baik pengelolaan hutan yang lestari mustahil terwujud.  Menurut Suparto (1979) dalam Anonim (2013) PWH merupakan kegiatan yang merencanakan dan membuat sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka mengeluarkan kayu.  Prasarana tersebut meliputi rencana sumbu jalan (trase), base camp, jembatan, gorong-gorong dan lain-lain.
Beberapa kegiatan penting dari kegiatan PWH di atas adalah pembuatan jalan hutan (trase) dan pembuatan jembatan.  Dua kegiatan tersebut menjadi penting karena jalan hutan dan jembatan merupakan salah satu prasarana yang digunakan sebagai lalu lintas angkutan orang/karyawan, alat-alat berat yang digunakan dalam pemanenan, dan logistic yang digunakan oleh para karyawan dalam melakukan proses pemanenan hasil hutan.
Pembangunan jalan angkutan untuk keperluan pemanenan hasil hutan dimaksudkan untuk memperlancar segala jenis aktivitas dalam kegiatan pengusahaan hutan alam seperti di Area HPHA dan HPHTI. Sedangkan pembangunan jalan angkutan untuk keperluan pengelolaan/pembinaan kawasan hutan, standarisasi pembangunannya disesuaikan dengan standarisasi jalan raya. Perbedaan standarisasi pada kedua jalan angkutan tersebut didasarkan pada jenis kendaraan yang melewatinya.
Dalam ilmu keteknikan kehutanan akan dibahas mengenai aspek perencanaan, pembuatan dan pemeliharaan jalan angkutan serta bangunan prasarana fisik pendukung lainnya  seperti pembuatan trase jalan. Penetapan trase jalan hutan sangat menentukan pekerjaan-pekerjaan selanjutnya dalam pembangunan jalan hutan, terutama yang berhubungan dengan biaya dan tenaga serta material bangunan jalan yang tersedia.  Pada prinsipnya jalan hutan sangat ditentukan oleh jenis usaha kehutanan yang akan dikerjakan.

B.     Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya praktek dalam mata kuliah Keteknikan dan Pembukaan Wilayah Hutan  yaitu agar praktikan mengetahui cara penentuan trase jalan.
Kegunaan dilaksanakannya praktek ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada praktikan tentang cara penentuan trase jalan pada hutan alam.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kontur
Kontur adalah garis-garis pada peta yang menghubungkan titik-titik atau tempat-tempat yang memiliki ketinggian tempat yang sama. Agar dibuat atau agar dibuat atau dilukiskan garis-garis ketinggian titik-titik yang cukup banyak dan lokasi yang dipetakan. (Soetomo, 1989).
Titik-titik dengan tinggi di atas bidang tinggi tidak dapat diukur. Garis potong bidang tinggi garis bidik atau suatu bidang horizontal lain dengan lapangan miring dinamakan garis-garis kontur. Garis kontur berarti garis yang menghubungkan titik-titik yang tingginya sama. Garis-garis kontur menjadi penting pada topografi karena memungkinkan menggambarkan peta yang memperlihatkan bentuk dan sebagainya pada suatu di lapangan. Biasanya garis-garis kontur digambar/ditentukan pada suatu jarak antaranya yang tertentu. Jarak sejajar anting antara dua garis kontur dinamakan equidistance. Suatu peta dengan garis-garis kontur memungkinkan penentuan tinggi tiap-tiap titik sembarang. Pemilihan jarak garis-garis kontur tergantung dari skala peta dan kemiringan lapangan biasanya antara 0,50 m s/d 5,00 m (Henrick, 1995).
Pembuatan belokan sangat berperan dan penting dalam ilmu kehutanan karena sering dipakai di lapangan, misalnya dalam kegiatan HPH. Adapun manfaatnya yang lain adalah :
1.      Pembuatan jalan raya
2.      Pembuatan jalur kereta api
3.      Pembuatan jalan saluran air untuk pengairan

Pada percobaan ini digunakan metode perpanjangan tali busur. Hal-hal yang perlu atau dipakai dalam melakukan perhitungan (Setyarso, 1987).
Dalam pembuatan belokan, kegunaan juga dapat dipakai untuk menghubungkan dua arah yang berpotongan agar perpindahan dari arah yang satu kearah yang lain berjalan lancar. Alat ukur yang biasa digunakan untuk mempermudah pengerjaannya dengan theodolit. Dalam perhitungannya sendiri meemrlukan banyak ketelitian mulai dari penentuan titik-titik utama, titik-titik detail, penentuan tempat titik-titik utama busur yang merupakan data yang saling mendukung atau berkait. Sehingga seseorang yang mempunyai pekerjaan membuat belokan jalan-jalan selain harus tahu pengukuran lapangan juga harus tahu perhitungan data yang diperoleh di lapangan (Brinker, 1989).
Ketika membuat belokan dalam pembuatan jalan raya maupun jalur kereta api maka diperlukan keahlian dalam pengukuran sehingga belokan yang terbentuk dapat lebih baik dan tidak menimbulkan kecelakaan atau sering disebut tikungan mati. Dalam bidang kehutanan pembuatan belokan sering dilakukan dan sangat penting terutama untuk mempermudah dalam pemanenan maupun pemasaran hasil hutan. Pembuatan belokan pada kehutanan lebih sulit dibandingkan pembuatan belokan pada jalan raya atau jalur kereta api. Hal ini terjadi karena banyaknya rintangan yang harus dihadapi seperti kondisi topografi yang berbukit-bukit, jurang bahkan lembah-lembah yang dapat menghambat proses pembuatan belokan. Dalam hal ini diperlukan biaya yang lebih besar. Dan hal yang paling penting dan tidak boleh dianggap mudah adalah perencanaan dalam kegiatan yang baik atau mantap. Dimulai dari pengukuran di lapangan, perhitungan hingga praktek pembangunannya (Soetomo, 1989).
Sebuah pengukuran topografik yang teliti dan peta lokasi adalah sarana penting dalam merancang jalan-jalan, pembuangan limbah dan saluran air, serta struktur. Kemudian juru ukur menata letak dan kedudukan fasilitas-fasilitas ini menurut rencana rancangan. Senuah peta akhir yang bersifat “seperti dibangun” memuat segala macam perubahan yang diterapkan terhadap rencana rancangan yang dibuat selama dan  setelah rancangan bangun, dan kemudian diarsipkan, peta-peta kemudian ini sangat penting, terutama dalam terlibat utilitas bawah tanah. Untuk menjamin agar dapat ditentukan lokasinya dengan cepat bila terjadi kesulitan atau kerusakan dan tidak akan terganggu oleh perbaikan yang menyusul (Brinker dan Wolf, 1997)
Cara penentuan lekungan dapat dilakukan dengan membuat tali busurnya terlebih dahulu. Dengan cara ini, tali busur harus ditentukan sehingga perbedaan antara tali busur dan busurnya kecil sekali/sekecil mungkin. Panjang tali busur yang didapat tidak boleh lebih besar dari sepersepuluh (1/10) dari panjang jari-jari lengkung tersebut. Apabila diinginkan ketelitian yang tinggi maka perbandingan antara tali busur dan jari-jarinya harus lebih kecil dari 1/10 lengkungan tersebut. Busur lingkaran di lapangan sering dijumpai pada pembuatan jalan raya, jalan kereta api. Saluran air untuk pengairan dan sebagainya. Busur lingkaran untuk menghubungkan dua arah yang berpotongan. Dalam segi konstruksi, belokan harus dipatok diatas tanah untuk berbagai tujuan, belokan dapat merupakan bagian utama jalan dapat membentuk garis trotoar pada suatu persimpangan yang jelas (Wongsotjitro, 1990)

B.     Ketentuan Pembuatan Jalan Hutan
Faktor yang diperhatikan   dalam pembuatan jalan hutan adalah sebagai berikut : (1) jalan harus sependek mungkin, murah dan cepat pelaksanaannya; (2) biaya pembuatan dan pemeliharaan harus seminimal mungkin; (3) belokan dan tanjakan tajam harus dihindarkan, lereng optimum 2-8%, tanjakan ke arah hutan dapat mencapai 15%.  Selain itu perlu diperhatikan pula luas areal hutan, keadaan lapangan antara lain topografi dan keadaan tanah, lokasi dan jarak terhadap jalan umum.  Hal-hal ini diperhatikan ketika perencanaan, terutama pada pembuatan trace.
1.      Pembuatan Trace Jalan
a)      Pembuatan Trace di Atas Peta
Untuk perencanaan yang baik diperlukan peta topografi dengan skala 1:25.000.  Mula-mula diletakkan titik dimana jalan itu dimulai dan berakhir, penggarisan trace dan penghitungan jarak.  Diusahakan agar tidak ada belokan tajam.  Trace dibuat dengan beberapa alternative untuk dicari di lapangan.


b)      Pembuatan Trace di Lapangan
Setelah pengecekan di lapangan, dipilih alternative yang paling menguntungkan, baik teknis maupun ekonomis.  Pekerjaan pertama membuat rintisan sesuai dengan trace pada peta.  Kemudian mengukur lereng, misalnya dengan Gefallmesser kea rah maju.  Pada titik (tempat) pengukuran diberi tanda/patok.  Untuk menghaluskan trace dan sekaligus membuat ancer-ancer jalan, maka pembuatan trace poros (as) jalan dilakukan bersama-sama dengan batas pinggiran jalan.  Poros jalan diberi tanda yang berlainan dengan tanda berlainan tanda pinggiran jalan.  Pohon di pinggirnya diberi tanda sampai lebar tertentu, sebaiknya dibuat ± 30 m, agar jalan dapat selalu disinari matahari.  Setelah penebangan pohon selesai, maka terlihatlah jalur jalan yang masih memerlukan pengerjaan lebih lanjut.

2.      Pembuatan jalan
Berdasarkan masa penggunaannya, dibedakan jenis jalan musiman dan jalan sepanjang tahun.  Jalan musiman dipakai selama musim kering, hanya sejalur yang dibersihkan dan atau diberi lapisan dengan batu, batu campir pasir (sirtu) atau pecahan batu merah.  Jalan sepanjang tahun diberi pengerasan dan dapat dipergunakan sepanjang tahun.
Berdasarkan bahan pengerasannya, dapat dibedakan tipe-tipe jalan tanah, jalan yang distabilisasi, jalan dengan pelantaian klinker, jalan kerikil, jalan macadam, pengerasan aspal, pengerasan beton, pengerasan dengan bahan bitumen.
Dalam pembuatan jalan perlu diperhatikan iklim daerah setempat, rencana pemakaian dan panjang jalan.  Syarat yang harus dipenuhi tergantung tipe dan kelas jalan yang akan dibuat.
a)      Tahap perencanaan profil jalan terdiri dari :
-          Pembuatan trace di peta dan lapangan
-          Peninjauan seluruh garis jalur dengan mencatat data mengenai jurang, debit dan tinggi rendahnya air, penyempitan sungai dan material yang ada untuk pembuatan jalan
-          Pembuatan penampang melintang dan memanjang jalan
-          Perhitungan galian dan timbunan.

b)      Pelaksanaan pembuatan jalan terdiri dari :
-          Pembukaan/clearing, dilakukan dengan bulldozer, lebar ± 30 meter
-          Pembersihan (grabbing) untuk badan jalan dengan bulldozer, lebar 7-10 meter
-          Pembentukan badan jalan dan parit di kiri kanan, memakai grader
-          Tempat berawa atau rendah ditimbun dengan batang kayu berdiameter 30-60 cm
-          Pengerasan badan jalan. Pengerasan jalan berfungsi untuk melindungi jalan dari gaya destruktif (merusak) membuat permukaan jalan rata dan stabil serta meneruskan dan menyebarkan tekanan ke badan jalan. Macam pengerasan terdiri dari pengerasan elastis, graduit dan macadam.
Pada pengerasan elastis dipakai bahan yang berupa pasir, kerikil halus, kerikil kasar, batu pengisi dan sebagai bahan perekat/penutup permukaan terhadap pengaruh air digunakan bahan bitumen (aspal), ter atau karet mentah. Pengerasan graduit adalah konstruksi perbaikan tanah dan pengerasan yang banyak dipakai di hutan.  Pada pengerasan macadam struktur jalan terdiri dari lapisan fundamen, pengisi, penutup atau lapisan aus. Untuk melindungi badan jalan dari pengaruh air, maka sepanjang jalan ditanami rumput atau dilapisi batu, pembuatan selokan dan urung-urung serta diperhatikan pula.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perencanaan hutan adalah suatu bagian proses pengelolaan hutan untuk memperoleh landasan kerja dan landasan hukum agar terwujud ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan hutan sehingga menunjang diperolehnya manfaat hutan yang optimal, berfungsi serbaguna dan pendayagunaan secara lestari.
Faktor yang diperhatikan   dalam pembuatan jalan hutan adalah sebagai berikut : (1) jalan harus sependek mungkin, murah dan cepat pelaksanaannya; (2) biaya pembuatan dan pemeliharaan harus seminimal mungkin; (3) belokan dan tanjakan tajam harus dihindarkan, lereng optimum 2-8%, tanjakan ke arah hutan dapat mencapai 15%.
Pebuatan jalan dapat dilakukan pada daerah berawa, daerah dengan lereng curam ataupun pada daerah berbatu, tetapi biaya yang dikeluarkan pastilah sangat besar. Pembuatan jalan hutan hendaknya ditinjau dari segi ekonomi dalam hubungannya dengan kesulitan tentang kelerangan dan temporarinya penggunaan jalan ini. Utamanya, diluar persoalan, dapat diberikan pelindung pada jalan ini dengan penutupan oleh aspal atau semen yang sudah pasti memerlukan biaya sangat besar.

B.     saran
1.          Pembuatan trace harus direncanakan dengan baik dalam perencanaan pembuatan jaringan jalan hutan dan sebaiknya jumlah belokan tidak terlalu banyak agar dapat mengurangi biaya yang diperlukan.
2.          Ketelitian di dalam menentukan trace definitive adalah kunci keberhasilan rencana pembuatan jalan.



DAFTAR PUSTAKA

Brinker, R.C. dan P.R. Wolf, 1997. . Dasar-Dasar Pengukuran Tanah (Surveying).Terjemahan Djoko Walijatun. Erlangga, Jakarta.
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh. Andi :Yogyakarta.
Fauzi, Hamdani. 2012. Pembangunan Hutan Berbasis Kehutanan Sosial. Karya Putra Darwati : Bandung.
Heinrick, T. 1995. Ilmu Ukur Tanah dan Penerapan Dalam bidang-Bidangnya. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
Klassen, Art. 2006. Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan Untuk Pembuatan Jalan Logging Berdampak Rendah. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Departemen Kehutanan : Bogor.
Meyer, C.F. dan David W.G. 1984. Survei dan Perencanaan Lintas Jalur. Erlangga, Jakarta.
Muhdi, 2002. Panduan Praktikum Keteknikan Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Setyarso, A. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Soetomo.W. 1989. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
UU RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
UU RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Vademecum Kehutanan Indonesia. 1979. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan : Indonesia.

Label:

Post a Comment

Post a Comment

Powered by Blogger.