Makalah Potensi Dan Pemanfaatan Minyak Kayu Putih



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Minyak atsiri hasil destilasi atau penyulingan daun kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn.) ini memiliki bau dan khasiat yang khas, sehingga banyak dipakai sebagai kelengkapan kasih sayang ibu terhadap anaknya, terutama ketika masih bayi. Minyak kayu putih digosokkan hampir di seluruh badan untuk memberikan kesegaran dan kehangatan pada si jabang bayi.
Karena penggunaannya yang luas tersebut, mutu minyak kayu putih yang dijual di pasaran perlu mendapat perhatian. Untuk memenuhi tuntutan mutu tersebut, lahirlah standar nasional kayu putih yang diusulkan oleh PT. Perhutani (persero) melalui Pantek 55S Kayu, bukan kayu dan produk kehutanan, yaitu SNI 06-3954-2001. Standar tersebut menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan minyak kayu putih yang digunakan sebagai pedoman pengujian minyak kayu putih yang diproduksi di Indonesia.
Mutu minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu Utama (U) dan mutu Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar cineol, yaitu senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri seperti kayu putih. Minyak kayu putih mutu U mempunyai kadar cineol ≥ 55%, sedang mutu P kadar cineolnya kurang dari 55%.
Kayu Putih (cajuput oil) dapat tumbuh di tanah tandus, tahan panas dan dapat bertunas kembali meskipun setelah terjadi kebakaran. Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 400 m dpl, dapat tumbuh di dekat pantai di belakang hutan bakau, di tanah berawa atau membentuk hutan kecil di tanah kering atau basah.
Minyak kayu putih (Cajuput oil) merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun dan ranting pohon kayu putih. Secara umum, kayu putih dikatakan bermutu apabila mempunyai bau khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur pada suhu 15oC sebesar 0,90 – 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20oC berkisar antara 1,46 – 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5oC sebesar (-4)o – 0o.
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan untuk tujuan ekspor yang penerapan standarnya bersifat wajib. Selain minyak kayu putih, produk kehutanan yang penerapan standarnya diwajibkan oleh Pemerintah adalah produk kayu lapis dan gambir. Melihat peluang pasar yang ada di masyarakat, maka hasil hutan bukan kayu ini cukup berprospek atau layak di usahakan bagi masyarakat disekitar hutan. Hal ini dikarenakan minat masyarakat terhadap minyak kayu putih cukup tinggi.

1.2.   Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah potensi dan pemanfaatan minyak kayu putih, adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana uraian tumbuhan minyak kayu putih ?
2.      Apa itu minyak kayu putih dan minyak atsiri
3.      Bagaimana metode penyulingan minyak kayu putih ?
4.      Apa sifat-sifat minyak kayu putih dan manfaatnya bagi kesehatan ?

1.3.   Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah potensi dan pemanfaatan minyak kayu putih, adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui uraian tumbuhan minyak kayu putih.
2.      Untuk mengetahui minyak kayu putih dan minyak atsiri.
3.      Untuk mengetahui metode penyulingan minyak kayu putih.
4.      Untuk mengetahui sifat-sifat minyak kayu putih dan manfaatnya bagi kesehatan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Uraian Tumbuhan Minyak Kayu Putih
2.1.1        Minyak kayu Putih Secara Umum
Tumbuhan kayu putih (Melaleuca leucadendra (L). L), merupakan salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri yang mana daun tumbuhan ini mengandung minyak atsiri sekitar 0,5 - 1,5% tergantung efektivitas penyulingan dan kadar minyak yang terkandung terhadap bahan yang disuling. (Lutony, 1994).
Sistematika tumbuhan ini adalah sebagai berikut :
Kingdom      : Plantae
Divisio         : Spermatophyta
Kelas            : Dicotiledonae
Ordo             : Myrtales
Family          : Myrtaceae
Genus           : Melaleuca
Spesies         : Melaleuca Leucadendra, (L.) L

2.1.2        Nama daerah
Nama daerah tanaman kayu putih yaitu: di Jawa Barat disebut Gelam (Sunda), Gelam (Jawa Tengah), Ghelam (Madura), Di Kalimantan disebut Calam, Baru Galang (ujung pandang), Waru Galang (Bugis), Elan (Pulau Buru), dan Ngelak (Pulau Roti) (Thomas, 1992).

2.1.3        Morfologi tumbuhan
Tumbuhan dari famili Myrtaceae merupakan salah satu sumber minyak atsiri yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi. Beberapa jenis dari famili ini yang terkenal sebagai penghasil minyak atsiri adalah tumbuhan dari marga Eucalyptus dan Melaleuca.
Tumbuhan kayu putih (Melaleuca leucadendra (L). L) merupakan tumbuhan perdu yang mempunyai batang pohon kecil dengan banyak anak cabang yang menggantung ke bawah. Daunnya berbentuk lancip dengan tulang daun yang sejajar. Bunga kayu putih berwarna merah, sedangkan kulit batang kayunya berlapis-lapis dengan permukaan terkelupas. Keistimewaan tanaman ini adalah mampu bertahan hidup di tempat yang kering, di tanah yang berair, atau di daerah yang banyak memperoleh guncangan angin atau sentuhan air laut. Tanaman ini tumbuh liar di daerah berhawa panas. Tanaman kayu putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang spesifik. Pohon kayu putih dapat mencapai ketinggian 45 kaki. Dari ketinggian antara 5 - 450 m di atas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang. (Lutony, 1994).
Bagian yang paling berharga dari tanaman kayu putih untuk keperluan produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu putih yang akan disuling minyaknya mulai bisa dipangkas atau dipungut setelah berumur lima tahun. Seterusnya dapat dilakukan setiap enam bulan sekali sampai tanaman berusia 30 tahun. Di beberapa daerah yang subur, tanaman kayu putih telah bisa dipungut daunnya pada usia dua tahun. Setiap pohon kayu putih yang telah berumur 5 tahun atau lebih, menghasilkan 50-100 kg daun berikut ranting.

2.1.4        Syarat Tumbuh dan Budidaya
Tanaman kayu putih tidak mempunyai syarat tumbuh yang spesifik. Dari ketinggian antara 5 – 450 m diatas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang. Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendeman minyak atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik.  Setelah pemungutan daun yang pertama, pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan yang akan menghasilkan daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali pemungutan daun selalu diikuti dengan pemangkasan (Lutony, 1994).
Cara yang ditempuh untuk memproduksi minyak kayu putih bisa langsung dengan menyuling daunnya saja atau dengan cara menyuling daun kayu putih tersebut berikut ranting daunnya sepanjang lebih kurang 20 cm dari pucuk daun. Apabila yang disuling dengan ranting daunnya sebaiknya menggunakan perbandingan antara berat ranting terhadap berat daun sebesar 15%, karena ranting daun hanya mengandung 0,1% minyak (Ketaren, 1985).

2.2.Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih disuling dari daun dan ranting (terminal branhlet) beberapa spesies melaleuca merupakan sejenis pohon yang tumbuh melimpah dikepulauan hindia timur (Indonesia), semenanjung malaya, dan dibeberapa tempat lainnya. Pasaran utama bagi minyak atsiri cajeput oil antara lain Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Perancis, dan Belanda. Pada saat sekarang produksi minyak kayu putih indonesia mengalami penurunan, bahkan untuk mencukupi kebutuhan didalam negeri pun terpaksa mengimpornya (Lutony, 1994).
Ditemukan juga satu varietas yang banyak tumbuh didaerah berpayau, dan menghasilkan minyak dengan komposisi yang berbeda. Karena variatas ini tidak tau mengandung sineol dalam jumlah kecil, maka minyaknya tidak memiliki arti komersial. Dalam dunia perdagangan, minyak kayu putih memiliki bau kamfor mirip sineol dengan flavor yang agak menyengat (burning flavor) dengan kesan dingin.

2.2.1.       Mutu minyak kayu putih
Karena penggunaannya yang luas tersebut, mutu minyak kayu putih yang dijual di pasaran perlu mendapat perhatian. Untuk memenuhi tuntutan mutu tersebut, lahirlah standar nasional kayu putih yang diusulkan oleh PT. Perhutani (persero) melalui Pantek 55S Kayu, bukan kayu dan produk kehutanan, yaitu SNI 06-3954-2001. Standar tersebut menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan minyak kayu putih yang digunakan sebagai pedoman pengujian minyak kayu putih yang diproduksi di Indonesia.
Mutu minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu Utama (U) dan mutu Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar cineol, yaitu senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri seperti kayu putih. Minyak kayu putih mutu U mempunyai kadar cineol ≥ 55%, sedang mutu P kadar cineolnya kurang dari 55%.
Secara umum, kayu putih dikatakan bermutu apabila mempunyai bau khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur pada suhu 15ºC sebesar 0,90 - 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20ºC berkisar antara 1,46 - 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5ºC sebesar (-4)o - 0o.  Indeks bias adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara sinus sudut datang dengan sinus sudut bias cahaya, sedangkan yang dimaksud putaran optik adalah besarnya pemutaran bidang polarisasi suatu zat.
Disamping itu, minyak kayu putih yang bermutu akan tetap jernih bila dilakukan uji kelarutan dalam alkohol 80%, yaitu dalam perbandingan 1 : 1, 1 : 2, dan seterusnya s.d. 1 : 10. Dalam minyak kayu putih tidak diperkenankan adanya minyak lemak dan minyak pelican. Minyak lemak merupakan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan, seperti lemak sapi dan minyak kelapa, yang mungkin ditambahkan sebagai bahan pencampur dalam minyak kayu putih. Demikian juga minyak pelican yang merupakan golongan minyak bumi seperti minyak tanah (kerosene) dan bensin biasa digunakan sebagai bahan pencampur minyak kayu putih, sehingga merusak mutu kayu putih tersebut.
Bagian terpenting dalam standar tersebut, selain penetapan mutu di atas, adalah cara uji untuk mengetahui mutu minyak kayu putih, baik yang tercantum di dalam dokumen maupun kemasan. Pengujian dilakukan dengan dua cara, yaitu cara uji visual dan cara uji laboratories. Cara uji visual dilakukan untuk uji bau, sedangkan uji laboratories dilaksanakan untuk menguji kadar cineol, berat jenis, indeks bias, putaran optik, uji kelarutan dalam alkohol 80%, kandungan minyak lemak dan kandungan minyak pelican.
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan untuk tujuan ekspor yang penerapan standarnya bersifat wajib. Selain minyak kayu putih, produk kehutanan yang penerapan standarnya diwajibkan oleh Pemerintah adalah produk kayu lapis dan gambir.

2.2.2.      Khasiat dan Kegunaan minyak kayu putih
Daun kayu putih yang direbus dapat digunakan sebagai obat sakit perut, rematik, nyeri pada tulang dan saraf (neuralgia), radang, usus, diare, batuk, demam, sakit kepala dan sakit gigi atau dimanfaatkan sebagai obat luar untuk radang kulit akzema dan sakit kulit karena alergi. Kulit kayu putih dapat dicampur dengan ramuan lain dalam penggunaannya. Misalnya untuk obat luka bernanah, kulit kayu putih dapat dicampur dengan sedikit jahe dan asem jawa lalu ditumbuk halus yang kemudian ditempelkan pada bagian yang luka (Hariana, 2006). Tanaman ini juga diketahui berkhasiat sebagai antioksidan (Farag et al, 2004; Pieno et al, 2010; dan  Arif, 2011).
Minyak kayu putih banyak digunakan dalam industri farmasi. Penduduk indonesia telah mengenal minyak kayu putih sejak berabad – abad serta mempergunakannya sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Kegunaan tumbuhan kayu putih antara lain sebagai obat sakit perut dan saluran pencernaan (internal), sebagai obat masuk angin untuk dewasa maupun anak – anak , sebagai obat kulit (obat luar), berkhasiat sebagai obat oles bagi penderita sakit kepala, kram pada kaki, reumatik dan sakit persendian.
Sebagai obat dalam (internal), minyak kayu putih digunakan hanya dalam dosis kecil dan berkhasiat untuk mengobati rhinitis (radang selaput lendir hidung), dan berfungsi sebagai anthelmintic terutama efektif mengobati demam. Minyak kayu putih juga berfungsi sebagai ekspektoran dalam kasus laryngitis dan bronchitis, dan jika diteteskan ke dalam gigi dapat mengurangi rasa sakit gigi. Minyak kayu putih juga sangat efektif digunakan sebagai insektisida. Kutu pada anjing dan kucing akan mati jika diolesi minyak kayu putih. Juga dapat digunakan sebagai pembasmi kutu busuk dan berbagai jenis serangga (Lutony, 1994).

2.2.3.      Kandungan Kimia Tanaman Minyak Kayu
Senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok antioksidan dan dapat ditemukan pada tanaman, antara lain berasal dari golongan polifenol, bioflavanoid, vitamin C, vitamin E, β-karoten, katekin, dan resveratrol (Hernani dan Raharjo, 2006). Buah dan daun Melaleuca leucadendra mengandung saponin, flavonoida dan tanin, di samping minyak atsiri. Selain itu daun kayu putih juga mengandung sineol dan melaleucin (Thomas, 1992). Bagian tanaman yang telah diteliti sebagai antiradikal bebas adalah buah kayu putih yang memiliki komponen utama minyak atsiri (Pino et al., 2010). Minyak atsiri dari kayu putih menunjukan efek antioksidan yang dapat digunakan untuk menekan radikal bebas seperti vitamin E, vitamin C dan superoxide dismutase (Farag et al, 2004).
Profil fitokimia daun dan buah Melaleuca leucadendra L menggunakan GC dan GC-MS menunjukkan sebanyak 41 dan 64 senyawa atsiri yang teridentifikasi dengan kadar minyak atsiri dari minyak total adalah 99,2 dan 99,5%. Komponen utamanya adalah (10) 1,8-sineol (43,0%), (48) viridiflorol (24,2%), (23) α-terpineol (7,0%), (2) α-pinene (5,3%), dan (9) limonene (4,8%) dalam minyak daun, dan (48) viridiflorol (47,6%), (50) globulol (5,8%), (49)  guaiol (5,3%) dan (2) α-pinene (4,5%) pada minyak buah (Pino et al, 2010) (Tabel 1 dan Gambar 1). Selain itu, kayu putih memiliki komponen lain seperti  terlihat pada tabel 2  (Lohakachornpan et al, 2001).



Gambar 1. Struktur komponen volatil minyak atsiri dari daun dan buah kayu putih (struktur no.2 α-Pinene, no.9 Limonene, no.10 1,8- Cineole, no.23 α-Terpineol, no.27 αTerpinyl acetate, no.30 β- Caryophyllene, no.37 Viridiflorene, no.48 Viridiflorol, no.49 Guinol, no.50 Globulol, no.56 α-Muurolol, no.57 β-Eudesmol, no.58 α-Cadinol). 
(Pino et al, 2010)



Gambar 2. Struktur 1,8 sineol


Sineol atau eukaliptol merupakan senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol atau monosiklik monoterpen eter (oxide) yang terdapat dalam minyak atsiri seperti kayu putih (Santos et al, 2003), dengan berat molekul 154,3, titik didih kurang lebih 176o (Anonima, 1995).

2.2.4.      Analisis Profil Kandungan Senyawa Kimia Dengan GC-MS
Profil kandungan senyawa kimia dapat diketahui dengan menggunakan kromatografi GC-MS. Metode GC-MS memiliki sensitivitas yang tinggi dan berperan dalam analisis secara kuantitatif maupun kualitatif senyawa menguap (Kaluzna, 2007). Senyawa-senyawa yang dapat ditetapkan dengan kromatografi gas harus mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian, utamanya pada 50-300oC (Mardoni, 2007). GC-MS merupakan metode yang cepat dan akurat untuk memisahkan campuran yang rumit dan menghasilkan data mengenai struktur serta identitas senyawa organik (Agusta, 2000). 
GC-MS merupakan gabungan dua buah alat yaitu kromatografi gas dan spektrometri massa. GC-MS ini digunakan untuk mendeteksi massa antara m/z 10 hingga m/z 700 (Hartomo dan Purba, 1986 cit Yasmien et al., 2008) (Gambar 3). Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel (Agusta, 2000). Prinsip kerja dari kromatografi gas terkait dengan titik didih senyawa yang dianalisis dan perbedaan interaksi analit dengan fase diam dan fase gerak. Senyawa yang mendidih pada temperatur yang lebih tinggi daripada temperatur kolom, menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkondensasi sebagai cairan pada awal kolom. Senyawa dengan titik didih yang tinggi memiliki waktu retensi yang lama. Senyawa yang lebih terikat dalam fase cair pada permukaan fase diam juga memiliki waktu retensi yang lebih lama (Clark, 2007).
Spektrometri massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas (Agusta, 2000). Prinsip kerja spektrometri massa adalah menembak bahan yang sedang dianalisis dengan berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spektrum fragmen ion positif. Fragmen-fragmen tersebut berkelompok sesuai dengan massanya (Hartomo dan Purba, 1986 cit Yasmien et al., 2008).
Gambar 3. Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GC-MS)

Beberapa unsur penting yang harus diperhatikan dalam sistem GC-MS adalah :
a.       Gas pembawa 
Gas pembawa yang dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbon dioksida (CO2). Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain harus inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom), murni, dan mudah diperoleh (Agusta, 2000). Gas pembawa He (helium) paling umum digunakan karena ringan, relatif mudah dihilangkan dengan sistem pompa hampa. Helium mempunyai kelebihan lain yaitu potensial pengionannya tinggi (24,6 eV) pada kondisi pengaruh elektron, sehingga sumber ion spektrometer massa dapat dijalankan pada potensial yang lebih rendah (20-24 eV), tanpa mengionkan gas pembawa (Munson, 1991).
b.      Kolom 
Ada dua macam kolom, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom kemas adalah pipa yang terbuat dari logam, kaca, plastik yang berisi penyangga padat yang inert sedangkan pada kolom kapiler terdapat rongga pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa. Daya tarik yang paling diminati dari kolom kapiler ini adalah kehebatan daya pisahnya (Agusta, 2000). Kolom kapiler dibedakan menjadi 4 tipe yang didasarkan pada diameter sebelah dalamnya, yaitu narrow bore (Ø 0,1 mm), middle bore (Ø 0,22-0,25 mm), semi wide bore (Ø 0,32 mm), dan wide bore (Ø 0,50-0,53 mm). Berdasarkan pengalaman di laboratorium, analisis komponen minyak atsiri lebih disarankan menggunakan kolom kapiler middle bore sampai semi wide bore agar diperoleh hasil analisis yang memiliki daya pisah tinggi dan sekaligus memiliki sensitivitas yang tinggi pula (Agusta, 2000). 
Berdasarkan sifat minyak atsiri yang nonpolar sampai sedikit polar, untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom dengan fase diam yang bersifat sedikit polar. Penggunaan kolom yang lebih polar menghasilkan sejumlah puncak yang lebar (tidak tajam) dan sebagian puncak tersebut juga membentuk ekor bahkan kemungkinan besar komponen yang bersifat nonpolar tidak akan terdeteksi sama sekali (Agusta, 2000). Fase diam lain yang biasa digunakan adalah RxiTM-1ms. Kolom RxiTM-1ms merupakan kolom dimethyl polysiloxane yang bersifat nonpolar. Kolom ini secara umum dapat ditujukan untuk analisis minyak atsiri, obat, senyawa hidrokarbon, pestisida, dan lain-lain (Anonimc, 2007). 
c.       Suhu 
Suhu merupakan salah satu faktor utama penentu hasil analisis kromatografi gas dan spektrometri massa. Parameter yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu injektor dan kolom (Agusta, 2000). Minyak atsiri didominasi oleh senyawa monoterpena dan fenol sederhana. Hasil pemisahan dapat memuaskan jika suhu kolom diprogram mulai dari 40o atau 50o C sampai 150o atau 200o C dengan kecepatan kenaikan suhu 2o - 4o C/menit, sedangkan suhu injektor dapat diprogram antara 150o dan 200oC (Agusta, 2000). 
d.      Sistem injeksi 
GC-MS memiliki dua sistem pemasukan sampel, yaitu secara langsung (direct inlet) dan melalui sistem kromatografi gas (indirect inlet). Sampel campuran seperti minyak atsiri, pemasukan sampel harus melalui sistem GC, sedangkan untuk sampel murni dapat langsung dimasukkan kedalam ruang pengion (direct inlet) (Agusta, 2000). 
e.       Detektor 
Spektrometer massa pada sistem GC-MS berfungsi sebagai detektor itu sendiri yang terdiri dari sistem ionisasi dan sistem analisis. Electron Impact (EI) ionization adalah metode ionisasi yang umum digunakan untuk analisis spektrometer massa (Agusta, 2000). 
Detektor lain dalam sistem GC adalah Flame Ionization Detektor (FID). FID merupakan detektor non spesifik (Martono, 2008) dan kurang sensitif dibandingkan dengan MS (Lehrle et al., 1999). Hasil penelitian Lehrle et al (1999) menunjukkan MS mampu meningkatkan respon peak secara signifikan dibandingkan dengan FID (Lehrle et al., 1999). FID memberikan tanggapan terhadap sebagian besar senyawa kecuali air, senyawa anorganik dan beberapa senyawa organik tertentu seperti karbon disulfida (Munson, 1981). Detektor MS sangat spesifik terutama untuk konfirmasi mutlak terhadap keberadaan suatu senyawa (Martono, 2008). Kedua detektor ini merupakan detektor yang destruktif. FID bekerja berdasarkan pada pembakaran rantai karbon (Munson, 1991) dan MS bekerja dengan menembak bahan yang dianalisis dengan berkas elektron berenergi tinggi (Hartomo dan Purba, 1986 cit Yasmien et al., 2008).
f.        Sistem pengolahan data dan identifikasi senyawa 
Analisis GC-MS memberikan dua informasi dasar yaitu hasil analisis kromatografi gas dalam bentuk kromatogram dan hasil analisis spektrometri massa dalam bentuk spektrum massa. Kromatogram menunjukkan jumlah komponen kimia dalam campuran yang dianalisis dan spektrum massa menunjukkan jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen kimia (Agusta, 2000).
Menurut Pieno et al (2010), analisis minyak atsiri dari buah Melaleuca lecandendron L telah dilakukan menggunakan GC-MS (Shimadzu–GCMS QP2010S mass selective detector), kolom kapiler DB-5 (30 m x 0,25 mm, ketebalan lapisan 0,25 µm), sistem elektron ionisasi dengan energi ionisasi 70 eV dan mass range 35 - 400 amu digunakan untuk deteksi GC-MS, injeksi dengan ratio split 1 : 50, helium pada flow rate 1,0 mL/menit digunakan sebagai gas pembawa. Injektor dan MS transfer line suhunya masing-masing diatur pada 230C. Temperatur kolom dijaga pada 60C lalu secara perlahan ditingkatkan sampai  230C dengan peningkatan 3C/menit kemudiaan dilakukan pada suhu isothermal selama 30 menit.



2.3.Minyak Atsiri
Minyak atsiri sebagai bahan wewangian, penyedap masakan dan obat-obatan memiliki akar sejarah yang dalam. Minyak atsiri, minyak mudah menguap atau minyak terbang merupakan dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam yang diperoleh dari bagian tanama, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga (Sastrohamidjojo, 2004).
Dalam tanaman minyak atsiri mempunyai 3 fungsi yaitu membantu proses peyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan lain dan sebagai cadangan makanan dalam tanaman. Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut disintesa dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin (Ketaren, 1985).
 Dalam tumbuhan minyak atsiri terkandung dalam berbagai jaringan, seperti didalam rambut kelenjar (pada suku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (pada suku Zingiberaceae dan Piperaceae), di dalam saluran minyak (pada suku Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada suku Myrtaceae, Pinaceae, Rutaceae), terkandung didalam semua jaringan (pada suku Coniferae) (Gunawan & Mulyani, 2004).
2.3.1.      Komposisi Kimia Minyak Atsiri
Pada umumnya perbedaan komponen minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanama penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen (N) dan Belerang (S). Pada umumnya sebagian besar minyak atsiri terdiri dari campuran persenyawaan golongan hidrokarbon dan hidrokarbon teroksigenasi.

2.3.2.      Sifat Fisika Minyak Kayu Putih
Atsiri Minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi dari segi fisiknya sama. Minyak atsiri yang bari di ekstrak biasanya tidak berwarna atau berwarna kekuning-kuningan. Sifat-sifat fisik minyak atsiri yaitu, baunya yang karakteristik, bersifat optis aktif dan mempunyai sudut putar yang spesifik.
Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisik minyak atsiri antara lain :
a.       Bobot Jenis
 Bobot jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada suhu 250 C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Cara ini dapat digunakan untuk semua minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang digunakan untuk penentuan ini adalah piknometer. Pada penetapan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek (Ketaren, 1985).
b.      Indeks Bias
Indeks bias dari suatu zat ialah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media kurang pada ke media lebih padat, maka sinar akan membelok atau membias dari garis normal. Penentuan indeks bias menggunakan alat refraktometer. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian (Guenther, 1987).


c.       Putaran Optik
Setiap jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Penentuan putaran optik menggunakan alat polarimeter (Ketaren, 1985).

2.3.3.      Sifat Kimia Minyak Atsiri
Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan minyak yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak adalah proses oksidasi, hidrolisis, polimerisasi (resinifikasi).
a.       Oksidasi
Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutaama terjadi pada ikatan ikatan rangkap dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik dan keton yang menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Ketaren, 1985).
b.      Hidrolisis
Proses hidrolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Ketaren, 1985).
c.       Resinifikasi
Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin, yang merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk selama proses pen\golahan (Ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi serta selama penyimpanan (Ketaren, 1985).
2.3.4.      Cara Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi minyak atsiri dapat dilakukandengan beberapa cara yaitu : 1) penyulingan (destilation), 2) pengepresan (Pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak padat (Guenther, 1987).
1)      Metode Penyulingan
a.       Penyulingan dengan air (water destilation)
 Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Minyak atsiri akan dibawa oleh uap air yang kemudian didinginkan dengan mengalirkannya melalui pendingin. Hasil sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Perlakuan ini sesuai untuk minyak atsiri yang tidak rusak oleh pemanasan (Guenther, 1987).
b.      Penyulingan dengan uap (steam destilation)
 Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada metode ini bahan tumbuhan dialiri uap panas dengan tekanan tinggi. Uap air selanjutnya dialirkan melalui pendingin dan hasil sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Cara ini baik digunakan untuk bahan tumbuhan yang mempunyai titik didih yang tinggi (Guenther, 1987).
c.       Penyulingan dengan air dan uap (water and steam destilation)
Bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan air dan uap ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, uap air akan baik bersama minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil sulingannya adalah minyak atsiri yang belum murni (Guenther, 1987).

2.3.5.      Parameter Kualitas Melaleuca leucadendron L

Banyak yang bertanya kepada saya via email perihal maksud dari parameter-parameter kualitas minyak atsiri yang termaktub dalam SNI (standar Nasional Indonesia). Sedikit tulisan di bawah ini semoga dapat dijadikan wawasan/pengetahuan awal mengenai aspek kualitas minyak atsiri.
Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali kualitas minyak  atsiri adalah sebagai berikut :
a.      Berat Jenis
Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi.

b.      Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya.
Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Menurut Guenther, nilai indeks juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam kandungan minyak jahe tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil.

c.       Putaran optik
Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri.

d.      Bilangan Asam
Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri. Yaitu senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan udara sekitar ketika berada pada botol sampel minyak pada saat penyimpanan. Karena sebagian komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa-senyawa asam yang terbentuk. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyulingan pada tekanan tinggi (temperatur tinggi), dimana pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar.

e.       Kelarutan dalam Alkohol
Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik.

2.4.Metode Penyulingan Minyak Kayu Putih
2.4.1.      Metode Penyulingan
Proses untuk mendapatkan minyak atsiri secara umum dikenal dengan cara menyuling atau destilasi terhadap tanaman penghasil minyak. Didunia industri, metode destilasi/penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan 3 cara, antara lain :
1.       Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation) 
2.      Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation)
3.      Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)

Penerapan penggunaan metode tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan seperti jenis bahan baku tanaman, karakteristik minyak, proses difusi minyak dengan air panas, dekomposisi minyak akibat efek panas, efisiensi produksi dan alasan nilai ekonomis serta efektifitas produksi.
a.       Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation)
 
Cara penyulingan dengan sistem ini adalah dengan memasukkan bahan baku, baik yang sudah dilayukan, kering ataupun bahan basah ke dalam ketel penyuling yang telah berisi air kemudian dipanaskan. Uap yang keluar dari ketel dialirkan dengan pipa yang dihubungkan dengan kondensor. Uap yang merupakan campuran uap air dan minyak akan terkondensasi menjadi cair dan ditampung dalam wadah. Selanjutnya cairan minyak dan air tersebut dipisahkan dengan separator pemisah minyak untuk diambil minyaknya saja.
Cara ini biasa digunakan untuk menyuling minyak aromaterapi seperti mawar dan melati. Meskipun demikian bunga mawar, melati dan sejenisnya akan lebih cocok dengan sistem enfleurasi, bukan destilasi. Yang perlu diperhatikan adalah ketel terbuat dari bahan anti karat seperti stainless steel, tembaga atau besi berlapis aluminium.



b.      Penyulingan dengan Air dan Uap (Water and Steam Distillation)
Penyulingan dengan air dan uap ini biasa dikenal dengan sistem kukus. Cara ini sebenarnya mirip dengan system rebus, hanya saja bahan baku dan air tidak bersinggungan langsung karena dibatasi dengan saringan diatas air.
Cara ini adalah yang paling banyak dilakukan pada dunia industri karena cukup membutuhkan sedikit air sehingga bisa menyingkat waktu proses produksi. Metode kukus ini biasa dilengkapi sistem kohobasi yaitu air kondensat yang keluar dari separator masuk kembali secara otomatis ke dalam ketel agar meminimkan kehilangan air. Bagaimanapun cost produksi juga diperhitungkan dalam aspek komersial. Disisi lain, sistem kukus kohobasi lebih menguntungkan oleh karena terbebas dari proses hidrolisa terhadap komponen minyak atsiri dan proses difusi minyak dengan air panas. Selain itu dekomposisi minyak akibat panas akan lebih baik dibandingkan dengan metode uap langsung (Direct Steam Distillation).Metode penyulingan dengan sistem kukus ini dapat menghasilkan uap dan panas yang stabil oleh karena tekanan uap yang konstan.

c.       Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
Pada sistem ini bahan baku tidak kontak langsung dengan air maupun api namun hanya uap bertekanan tinggi yang difungsikan untuk menyuling minyak. Prinsip kerja metode ini adalah membuat uap bertekanan tinggi didalam boiler, kemudian uap tersebut dialirkan melalui pipa dan masuk ketel yang berisi bahan baku. Uap yang keluar dari ketel dihubungkan dengan kondensor. Cairan kondensat yang berisi campuran minyak dan air dipisahkan dengan separator yang sesuai berat jenis minyak. Penyulingan dengan metode ini biasa dipakai untuk bahan baku yang membutuhkan tekanan tinggi pada proses pengeluaran minyak dari sel tanaman, misalnya gaharu, cendana, dll.
Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan pada proses destilasi antara lain :
1)      Bahan baku (Raw material)
Pilih bahan baku yang jelas mempunyai randemen minyak tinggi. Pengukuran rendemen minyak dilakukan di laboratorium atau bisa juga dilakukan sendiri dengan alat Stahl Distillation.
Sebelum disuling bahan baku harus dirajang dahulu untuk mempermudah keluarnya minyak yang berada di ruang antar sel dalam jaringan tanaman.
Tentukan juga perlakuan awal raw material, apakah bahan basah, layu atau kering. Ini sangat penting karena setiap bahan baku memerlukan penenangan yang berbeda. Sebagai contoh perlakuan nilam sebaiknya dalam keadaan kering dengan kadar air antara 22-25%. Jika yang masuk ketel adalah nilam basah membutuhkan waktu destilasi lebih lama, akibatnya cost produksi menjadi lebih besar.
2)      Alat Penyulingan
Untuk mendapatkan produk minyak atsiri yang berkualitas, gunakan alat yang tidak bereaksi/menimbulkan kontaminasi terhadap produk minyak. Material yang baik adalah dengan glass/pyrex dan stainless steel. Untuk material glass hanya mampu untuk skala laboratorium, sedang skala industri biasa digunakan stainless steel.

Jenis material stainlees steel mulai dari yang paling bagus antara lain :
-          Material Pharmaceutical Grade (SUS 316)
-          Material Food Grade (SUS 314)
-          Material Mild Mild Steel Galvanized
-          Material Mild Steel

Untuk keperluan destilasi minyak atsiri biasa digunakan material food grade.
Perlu diperhatikan juga penggunaan jacket ketel atau sekat kalor jika proses penyulingan berada didaerah dingin seperti di pengunungan, ini dimaksudkan agar mengurangi kehilangan kalor panas.
Jangan lupa dipasang juga accessories control dan safety device yang minimal berupa thermometer, manometer tekanan (pressure gauge) dan safety valve untuk alat destilasi yang menggunakan boiler.
3)      Condensor (Pendingin)
Alat ini digunakan untuk kondensasi (mengembunkan) uap yang keluar dari ketel. Prinsip kerja alat adalah merubah fase uap menjadi fase cair karena pertukaran kalor pada pipa pendingin. Pada alat berskala laboratorium bisa menggunakan condensor lurus (liebig), sedang untuk skala industri harus menggunakan kondensor yang lebih besar. Kondensor untuk skala produksi berbahan stainless dalam bentuk pipa spiral agar kontak dengan air pendingin lebih lama dan area perpindahan kalor juga lebih panjang.



4)      Separator (Pemisah Minyak)
Alat ini berfungsi untuk memisahkan minyak atsiri dengan air berdasarkan perbedaan berat jenis. Separator untuk alat suling sistem kukus kohobasi tersedia 2 macam yaitu untuk minyak dengan density (massa jenis) rendah dan minyak density tinggi.
5)      Receiver Tank (Tangki Penampung)
Digunakan untuk menampung minyak atsiri, bisa dari bahan glass atau stainless steel. Untuk bahan glass, gunakan botol gelap agar minyak terhindar dari masuknya sinar matahari langsung sehingga tidak menurunkan grade minyak.

2.4.2.      Metode Penyulingan Minyak Kayu Putih
Proses penyulingan minyak kayu putih ini terbagi dalam tiga tahap, yaitu :
a.       Pembuatan Uap
Alat-alat yang digunakan pada pembuatan uap sebagai penyuplai uap panas antara lain :
1)      Boiler
Berfungsi untuk memproduksi uap yang akan digunakan untuk mendestilasi minyak kayu putih dari daun kayu putih pada bak daun yang dihasilkan air yang berasal dari water softener yang dimasukkan ke dalam  boiler dengan pompa.
2)      Ruang Bakar
Berfungsi  sebagai  tempat  pembakaran  bahan  bakar  dari  daun  bekas masak kayu putih (bricket) dan sebagai tempat pemanasan air awal yang dihubungkan dengan boiler. Konstruksi dinding api dari pipa-pipa uap  yang  melengkung  dan  menjadi  satu  di  atas  dengan  pipa  uap diameter 10” dan digabungkan dengan uap yang terbentuk di  boiler. Lantai ruang bakar terbuat dari semen tahan api dan berlubang-lubang untuk pemasukan udara segar dari luar yang dihisap oleh exhaust fan.
3)      Exhaust Fan
Berfungsi menghisap udara panas yang telah dipakai untuk memanasi ruang bakar dari ketel uap dan memasukkan udara segar ke dalam ruang bakar untuk kemudian dihembuskan ke cycloon.
4)      Cycloon
Berfungsi memisahkan debu yang terhisap dari boiler oleh exhaust fan agar tidak keluar ke udara bebas.
5)      Chimney
Berfungsi mengalirkan asap pembakaran ke udara. Sedangkan untuk pengumpan air digunakan alat-alat sebagai berikut.
6)      Pompa feeding water
berfungsi memompa air untuk masuk ke dalam boiler secara otomatis tangki air umpan yang telah dilunakkan dalam tangki water softener.
7)      Water softener
Berfungsi  melunakkan  air  yang  masuk  ke  dalam  boiler dari  kadar kapur, agar tidak mudah membentuk lapisan kapur yang menempel di bagian dalam boiler.
8)      Feed pump water softener
Berfungsi memompa air yang akan dilakukan ke dalam water softener dari bak air.
9)      Feed tank
Berfungsi menyimpan air yang sudah dilewatkan  water softener dan sudah lunak untuk dipompa masuk ke dalam boiler.
b.      Penguapan Daun
Alat-alat yang digunakan pada penguapan atau pemasakan daun adalah sebagai berikut :
1)      Bak Daun 
Bak Daun berfungsi sebagai wadah untuk keranjang yang berisi daun kayu putih yang akan diberi uap panas dari ketel uap. Kapasitas bak adalah 1.500 kg. Jumlah bak daun di pabrik ini ada 2 unit.
2)      Keranjang Daun 
Keranjang Daun berfungsi untuk tempat daun kayu putih yang akan dimasak / diuapi dalam bak daun, sehingga mudah untuk dimasukkan dan dikeluarkan. Kapasitas keranjang adalah 1.250  kg daun kayu putih. Jumlahnya 2 unit.
3)      Hoist Crane 
Hoist Crane berfungsi untuk memasukkan dan mengangkat keranjang daun dari bak daun yang akan dan telah selesai dimasak. Kapasitas daya angkat 1 ton, sedang jumlahnya 1 buah.

c.       Pendinginan dan Pemisahan Minyak dengan Air
Alat-alat  yang  digunakan  pada  proses  pendinginan  uap  minyak daun kayu putih, antara lain adalah :
1)      Condensor 
Berfungsi mengembunkan uap minyak air dan uap air yang keluar dari ketel uap untuk dijadikan cairan dengan cara didinginkan.
2)      Pompa air condenser 
Berfungsi  memompa  air  pendingin   dari  bak  air  pendingin  untuk dipompa masuk ke dalam  condensor dan keluar lagi menuji  cooling tower.
3)      Cooling tower berfungsi mendinginkan air dari bak air yang akan dialirkan melalui condensor, dari suhu 1040F (400C) menjadi 920F (330C).

Sedangkan untuk memisahkan air dengan minyak kayu putih, alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
1)      Separator berfungsi  memisahkan  minyak  kayu   putih  dari  air  yang  keluar bersamaan dari kondensor dengan  menggunakan sistem gravitasi. Air akan  keluar  dari bagian  bawah  dan  langsung  dibuang  ke  sungai, sedangkan   minyak   kayu putih   akan      keluar   bagian   atas.   Proses pemisahan ini dikontrol melalui kaca pengamat.
2)      Tangki penampung minyak kayu putih berfungsi menampung minyak kayu putih dari separator. Kapasitas 200 liter.

Penyulingan minyak kayu putih ini masuk dalam kategori penyulingan dengan sistem rebus (Water distillation). Berikut ini adalah langkah-langkah penyulingan sederhana pada industri kecil menengah minyak kayu putih. 
1.      http://cdn.kaskus.com/images/2014/06/09/5921747_20140609031135.jpghttp://cdn.kaskus.com/images/2014/06/09/5921747_20140609031115.jpgDaun kayu putih dipetik terlebih dahulu dari pohonnya kemudian baru dilakukan penyulingan secara sederhana.

2.      Penyulingan dilakukan dengan cara memasukkan daun kayu putih ke atas rak dalam ketel tempat perebusan dan pada dasar ketel diisi air yang dibakar menggunakan tungku, ketel ditutup rapat agar uapnya tidak keluar. Di sebelah ketel tersebut ada bak penampung air yang http://cdn.kaskus.com/images/2014/06/09/5921747_20140609033425.JPGmerupakan salah satu tahap penyulingan.









3.      http://cdn.kaskus.com/images/2014/06/09/5921747_20140609031150.jpgUap dari daun yang direbus didinginkan hingga menjadi minyak air putih yang keluar dari pipa penyulingan dengan sendirinya. Penyulingan berlangsung kurang lebih 20 menit.







4.      Setelah minyak kayu putih keluar dilakukan pengemasan, namun sebelum dilakukan pengemasan, minyak kayu putih disaring terlebih dahulu dengan kapas, kemudian baru dimasukkan dalam botol dan ditutup rapat. Selain dapat menghasilkan minyak kayu putih, batang dan daun yang telah dimasak dikeringkan kembali yang kemudian bisa digunakan untuk pembakaran minyak kayu putih tersebut kemudian minyak kayu putih siap untuk dipakai.
2.5.Sifat-Sifat Minyak Kayu Putih dan Manfaatnya Bagi Kesehatan
Selain memiliki berbagai kandungan zat-zat kimia, minyak kayu putih memiliki beberapa sifat-sifat seperti berikut :
1.      Dekongestan, Membantu menghilangkan sesak di dada saat dihirup melalui hidung
2.      Ekspektoran, membantu pelepasan lendir dari paru-paru.
3.      Analgesik, membantu menghilangkan rasa sakit.
4.      Antibakteri, membantu membunuh spesies bakteri tertentu dalam tubuh.
5.      Antijamur, membantu membunuh spesies jamur.
6.      Antivirus, aktif terhadap beberapa virus.
7.      Antineuralgic, memberikan efek perlindungan pada sistem saraf.
8.      Antiseptik, mencegah infeksi pada luka.
9.      Karminatif, membantu pengusiran gas dalam usus.
10.  Mengeluarkan keringat, mempromosikan keringat berlebihan.
11.  Antipiretik, untuk meredakan demam.
12.  Insektisida, digunakan untuk membunuh banyak spesies serangga.
13.  Vulnerary (cicatrizant),membantu dalam penyembuhan luka dan goresan.
14.  Tonic, meningkatkan kerja yang lebih baik dari saluran tubuh.
15.  Antispasmodic, mengurangi kejang.
16.  Astringent, menghilangkan kelebihan minyak dalam kulit.
17.  Anti-inflamasi, mengurangi peradangan.
18.  Antioksidan, manfaat antioksidan melindungi sel dari kerusakan radikal bebas.





BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan potensi dan pemanfaatan minyak kayu putih, adalah sebagai berikut :
1.       Minyak kayu putih adalah kelompok minyak atsiri yang dihasilkan dari penyulingan atau destilasi daun dan ranting pohon kayu putih.
2.       Didunia industri, metode destilasi/penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan 3 cara, antara lain penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation), penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation), penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
3.       Proses penyulingan minyak kayu putih ini terbagi dalam 3 tahap yaitu pembuatan uap, penguapan daun, serta pendinginan dan pemisahan minyak dengan air.
4.       Selain memiliki berbagai kandungan zat-zat kimia, minyak kayu putih memiliki beberapa sifat-sifat seperti dekongestan, ekspektoran, analgesik, antibakteri, antijamur, antivirus, antineuralgic, antiseptik, karminatif, mengeluarkan keringat, antipiretik, insektisida, vulnerary (cicatrizant), tonic, antispasmodic, astringent, anti-inflamasi, dan antioksidan.

3.2.Saran
Adapun saran dari pembuatan makalah ini ialah agar kiranya dari pembahasan ini dapat membantu pihak-pihak yang ingin memproduksi minyak kayu putih, dan juga diharapkan akan ada pengembangan teknologi berkaitan dengan industri minyak kayu putih.



DAFTAR PUSTAKA

Guenther, E. (1987). The Essential Oils. Terjemahan. Ketaren, R.S. (1990). Minyak Atsiri. Jilid II. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 103
Gunawan, D. & Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 122. Universitas Sumatera Utara
Haris, R. (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Surabaya: Penebar Swadaya. Hal. 56-57. Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Hal. 220 - 228.
Haryono, Ferry. 2007. Parameter Kualitas Minyak Atsiri. http://ferry-atsiri.blogspot.com/2007/11/parameter-kualitas-minyak-atsiri.html/ [Diakses pada tanggal 12 November 2015].
Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Hal. 220 - 228.
Lutony, T.L. & Rahmayati, Y. (1994). Produksi Dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 79 – 82
Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 14 Silverstein, R. M. Bassler, G. C., dan Morril, T. C. (1986).
Suharman. 2007. Kayu Putih. http://tanamanherbal. wordpress.com/2007/12/16/ kayu-putih/ [Diakses pada tanggal 12 November 2015].
 
Label:

Post a Comment

Post a Comment

Powered by Blogger.