BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tanaman
memiliki berbagai macam dan ragamnya mulai dari rumput, tanaman air, sampai
kepada pohon yang tinggi. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jati sangat
unik, studi pola pertumbuhan dan diperlukan sebagai bahan acuan evaluasi untuk evaluasi tegakan
dan komposisi tegakan. Pertumbuhan (growth)
didefinisikan sebagai suatu peningkatan ukuran yang prosesnya tidak dapat balik
(Ireversible), serta dihasilkan dari
pembelahan sel dan perbesaran sel. Pertumbuhan menyangkut aspek kuantitatif
sehingga dapat dinyatakan dengan angka dan dapat diukur dengan alat ukur
(Irwanto, 2006).
Tempat
tumbuh yang baik akan menghasilkan pohon atau tegakan dengan pertumbuhan yang
sangat cepat dan berdiameter besar dikarenakan pada tempat tumbuh tersebut
subur banyak mengandung air dan unsur hara yang cukup dibandingkan pada daerah
yang miskin hara. Kualitas suatu tempat tumbuh dapat ditentukan melalui
pengukuran masing-masing jenis pohon dalam periode waktu tertentu (Irwanto,
2006).
Laju pertumbuhan pohon
dan macam pohon apa yang tumbuh di suatu lokasi tentunya selalu terdapat hal
tentang peran yang diberikannya, baik secara material maupun non-material.
Peran ataupun manfaat yang diberikan ditunjang oleh beberapa faktor diantaranya
faktor fisiologis. Faktor fisiologis untuk suatu tumbuhan dalam prospek
pemanfaatannya secara fisik meliputi tinggi bebas cabang atau TBC,diameter,
volume dan juga tinggi totalnya. Jati Tectona
grandis merupakan salah satu tanaman yang mempunyai nilai guna yang tinggi
dari beberapa tanaman yang dibahas dalam silvikultur. Hal ini bertujuan untuk
mempelajari dan mengetahui manfaat dari suatu tanaman dalam hutan maupun
tegakan melaui keadaan diameter, volume dan TBC dari suatu pohonkemudian
selanjutnya akan pemanfaatan sesungguhnya diterapkan melalui bidang ilmu
lainnya, seperti silvikultur. Berdasarkan hal inilah kegiatan praktek lapang
mata kuliah silvika dilaksanakan agar para mahasiswa dapat mengetahui evaluasi
tegakan,komposisi tegakan Jati Tectona grandis dan mempraktekkan
secara langsung cara memperoleh diameter, TBC, volume dan tinggi total dari
Tectona grandis sebagai dasar dan bahan untuk bekal selanjutnya dalam
memepelajari ilmu kehutanan.
B.
Tujuan
dan Kegunaan
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui struktur tegakan, sebaran kelas diameter,
komposisi tegakan dan permudaan tegakan terhadap tegakan seumur jati Tectona grandis. Kegunaan dari praktikum
ini diharapkan mampu memberi informasi mengenai evaluasi struktur dalam tegakan
jati Tectona grandis.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Ilmu Silvika dan Penerapannya
Kehutanan
ialah ilmu, seni dan praktek mengurus dan mengelolah sumberdaya hutan secara
lestari bagi manfaat manusia. silvikultur menempati dan memainkan peranan
sentral dalam setiap kegiatan kehutanan yang lestari. Jadi, silvikultur merupakan
tiang utama dalam kehutanan (Irwanto, 2006).
Pengertian
Silvika adalah ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan ciri-ciri umum pohon
beserta tegakan hutan dalam kaitannya dengan faktor-faktor lingkungannya. Silvika
merupakan dasar bagi penerapan ilmu silvikultur. Silvika adalah ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan
karakter jenis-jenis pohon hutan dan tegakan, dan kaitannya dengan
faktor-faktor lingkungan. Silvika adalah ilmu yang mempelajari
sejarah hidup dan ciri-ciri umum pohon beserta tegakan hutan dalam katannya
dengan faktor-faktor lingkungan (Pasaribu, 2012).
Silvikultur
dapat disebut Ilmu pembinaan hutan, dengan ruang lingkup mulai dari pembibitan,
persemaian, penanaman lapangan, penyulaman, pemeliharaan hutan, dan cara-cara
permudaannya. Termasuk kedalam sivikultur ialah pengetian tentang persyaratan
tapak atau tempat tumbuh pohon perilakunya terhadap berbagai intensitas cahaya
matahari dan kemampuan pohon untuk tumbuh secara murni atau campuran, serta
hal-hal lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pohon (Onrizal, 2009).
Silvika
secara garis besarnya mempelajari tentang (Pasaribu, 2012) :
a) proses-proses
hidup tumbuh-tumbuhan, khususnya pohon, yang memerlukan pengetahuan tentang proses-proses
kimia yang berhubungan dengan aktivitas biologis yang terjadi,
b) persyaratan
tumbuh suatu tumbuhtumbuhan, khususnya pohon, yakni terkait dengan berbagai
faktor, yaitu tanah, air, cahaya, atmosfir, biotik dan faktor-faktor kompleks
untuk optimalisasi pertumbuhannya
c) adaptasi
tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan tertentu.
Silvikultur
merupakan suatu ilmu dan seni menghasilkan serta memelihara hutan dengan
menggunakan pengetahuan silvika untuk memperlakukan hutan serta mengendalikan
susunan dan pertumbuhannya (Onrizal, 2009).
Jadi,
silvika merupakan dasar bagi penerapan ilmu silvikultur. Banyak yang memberikan
definisi tentang Silvikultur. Definisi-definisi tersebut sebagai berikut (Aqshan,
2013) :
a) Seni
untuk memproduksi dan memelihara hutan.
b) Penerapan
ilmu pengetahuan silvika dalam memperlalukan hutan.
c) Teori
dan praktek pengendalian, pembentukan komposisi dan pertumbuhan hutan.
d) Ilmu
dan seni membudidayakan hutan tanaman.
Silvikultur
dibagi menjadi dua bagian, yakni silvika dan silvikultur, di mana silvika
sebagai dasar teori dan silvikultur sebagai pelaksanaan di lapangan. Seperti
suatu pohon akan mampu hidup dan berkembang apabila ditanam dalam tapak yang
telah dipilih serta harus ditanam secara vegetatif ataupun generative (Irwanto,
2006).
Komposisi umur, suatu tegakan
disebut seumur, bila ditanam pada waktu bersamaan. Meskipun demikian, ukurannya
dapat berlainan, karena laju pertumbuhan yang berbeda. Hutan segala umur
terdiri dari pohon-pohon berukuran besar hingga tumbuhan tingkat semai. Jadi
meliputi berbagai umur maupun ukuran. Sedangkan hutan tidak seumur ialah hutan
yang mempunyai dua atau lebih kelompok umur atau ukuran. Misalnya hutan yang
terdiri atas pohon-pohon yang sudah masak tebang, miskin riap dan ukuran
pancang saja (Komara, 2008).
Tujuan pengelolaan hutan seperti
yang dimaksud dalam UU No. 41 tahun 1999 ini mengisyaratkan bahwa produk hutan
sudah semestinya bukan didasarkan atas kayu saja, melainkan produk seluruh
potensi ekosistem hutan sesuai kemampuan optimal ekosistem yang bersangkutan
secara lestari. Sudah harus dimulai bahwa penentuan AAC (Annual Available Cut) ditentukan bukan berdasarkan pada konsumsi
kayu (baik legal maupun illegal cutting),
akan tetapi lebih pada kemampuan ekosistem hutan dan atau kesejahteraan
masyarakat sekitar (Handayani, 2012).
B.
Sistematika Tanaman
Jati
Tectona grandis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut menurut Lawrence (1958) dalam hasil (Atiyyah,
2012) :
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Classis :
Dicotyledonae
Ordo :
Lamiales
Sub ordo :
Verbenales
Familia :
Verbenaceae
Genus : Tectona
Species : Tectona
grandis L.f.
Jati
adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang
lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim
kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal
dari kata thekku (à´¤േà´•്à´•്) dalam bahasa Malayalam,
bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah
Tectona grandis L.f (Atiyyah, 2012).
Jati yang terkenal dengan kayu mewah
karena kekuatan dan keawetannya merupakan salah satu tanaman yang berkembang
baik di Indonesia. Hal ini tercemin dari telah tumbuhnya tanaman jati sejak
tahun 1842. Jati merupakan salah satu spesies daerah tropis yang bersifat
desiduous yaitu menggugurkan daunnya pada musim kemarau (Handayani, 2012).
Penyebarannya di Indonesia terjadi
secara alami dengan daerah pertumbuhan terutama dijawa. Hutan jati di Jawa saat
ini merupakan hutan buatan bukan hutan alam sebagai akibat dari sistem
pengelolaan tebang habis yang disusul dengan penanaman kembali hutan tersebut
(Handayani, 2012).
Jati
menyebar luas mulai dari India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indochina,
sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan gugur, yang menggugurkan daun
dimusim kemarau. Menurut sejumlah ahli botani, jati merupakan spesies asli di
Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, Thailand, Filipina, dan
Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma,
India, Muangthai, dan Laos. Sekitar 70% kebutuhan jati dunia pada saat ini
dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa,
Srilangka, dan Vietnam. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya
berasal dari Burma. Di Afrika dan Karibia juga banyak dipelihara (Aqshan, 2013).
Jati
paling banyak tersebar di Asia. Selain di keempat negara asal jati dan
Indonesia, jati dikembangkan sebagai hutan tanaman di Srilangka (sejak 1680),
Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), dan
Malaysia (1909). Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata,
namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200–3000 mm pertahun
dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian
tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga
1300 m dpl. Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan
yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon (Komara, 2008).
Ini dapat terjadi di daerah beriklim
muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar
jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati
termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal.
Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai
batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan
tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim
hujan tiba (Komara, 2008).
Jati
dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm/tahun dan suhu 27 –
36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik
untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri
dengan air. Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30
– 60 cm saat dewasa (Atiyyah, 2012).
Tanah yang sesuai adalah yang
agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang
(memiliki aerasi yang
baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca) dan fosfor (P). Jati tidak tahan
tergenang air. Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang
dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa; ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun
yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh
Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa jati di Jawa telah berevolusi sejak
puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam (Irwanto, 2010).
Jika
hutan jati berbentuk hutan murni —sehingga lebih seperti ‘kebun’ jati-erosi
tanah justru akan lebih besar terjadi. Tajuk jati rakus cahaya matahari
sehingga cabang-cabangnya tidak semestinya bersentuhan. Perakaran jati juga
tidak tahan bersaing dengan perakaran tanaman lain. Dengan demikian, serasah
tanah cenderung tidak banyak. Tanpa banyak tutupan tumbuhan pada lantai hutan,
lapisan tanah teratas lebih mudah terbawa oleh aliran air dan tiupan angin (Atiyyah,
2012).
Sistem
perakaran pada tanaman Jati Tectona
grandis terdiri dari akar tunggang, akar cabang, dan akar permukaan. Pada
saat akar tumbuh dengan cepat sehingga tanaman memiliki perakaran yang banyak
dan panjang. Perakaran Jati Tectona
grandis pada umumnya panjang dan kuat. Batang pohon Jati Tectona grandis dapat mencapai 45 m,
sedangkan batas batang bebas cabang 15-20 meter, diameter mencapai 220 cm
(umumnya 50 cm ). Tajuk Jati Tectona
grandis berwarna hijau, tidak rapat, dan umumnya menggurkan daunnya pada
musim kemarau untuk menyesuaikan dirinya. Daun Jati Tectona grandis berbentuk bulat lonjong, ujung daun tumpul dan ber
warna agak kusam, berwarna cokelat setelah mati.Jati Tectona grandis umumnya berbunga pada bulan Oktober – Mei atau Juni
dan sangat tergantung pada musim.
Bunga
Jati Tectona grandis berbentuk mala
yang sangat besar dengan bunga-bunga kecil yang letaknya sangat rapat dan
berbau harum.Buah Jati Tectona grandis
berbentuk bulat, memiliki kulit yang tipis, dan biasanya berada dekat bunga,
buah masak pada bulan Juli – Desember. Pohon besar dengan batang yang bulat
lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat
mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu
jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki
batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak
seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah
dangkal dalam alur memanjang batang (Irwanto, 2010).
Pohon jati Tectona grandis sp. dapat
tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan
diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11
meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Pohon jati yang dianggap baik adalah
pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu
jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.
Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang
sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm ×
80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm.
Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang
muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darahapabila
diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di
buku-bukunya (Andre, 2009).
Iklim yang cocok adalah yang
memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah
hujan antara 1200-3000 mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup
tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m
dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl Sekitar 70% kebutuhan jati dunia
pada saat ini dipasok oleh Burma. Tegakan jati sering terlihat seperti hutan
sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon. Ini
dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan
mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak
demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran
karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan
tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji
jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati
untuk keluar pada saat musim hujan tiba (Handayani, 2012).
Guguran daun lebar dan rerantingan
jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan
lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu
kebakaran yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon
lain (Handayani, 2012).
Jati
memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah
(biasanya kurang dari 50%) yang membuat proses propagasi secara alami menjadi
sulit sehingga tidak cukup untuk menutupi permintaan atas kayu jati. Jati
biasanya diproduksi secara konvensional dengan
menggunakan biji. Akan tetapi produksi bibit dengan
jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar
biji yang keras. Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi
lapisan ini seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil
atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri. Akan tetapi
alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu
yang cepat dan jumlah yang banyak (Handayani, 2012).
C.
Struktur tegakan
Tajuk
adalah keseluruhan bagian tumbuhan, terutama pohon, perdu, atau liana, yang
berada di atas permukaan tanah yang menempel pada batang utama. Pengertian
lainnya juga mencakup batang/sumbu, terutama apabila tumbuhan itu berupa semak
atauterna. Kanopi terbentuk dari satu atau lebih tajuk tumbuhan yang melingkupi
suatu area (Atiyyah, 2012).
Aspek
yang paling penting dari bentuk pohon untuk rimbawan yang disebut dalam bagian
yang sebelumnya, adalah perbedaan antara konstruksi tajuk monopodial dan
sympodial. Kebanyakan jenis berubah ke bentuk tajuk sympodial ketika mereka
dewasa tetapi beberapa mempertahankan bentuk tajuk monopodial sepanjang seluruh
hidup,umumnya terjadi di antara jenis pohon kecil berkembang di dalam kanopi
(Atiyyah, 2012).
Rimbawan
tertarik dengan volume kayu yang meningkat per area, dan pohon-pohon monopodial
dengan karakteristik tajuk yang sempit, merupakan subyek yang lebih baik dalam
penanaman dibandingkan jenis sympodial. Ini merupakan salah satu alasan mengapa
conifer yang akan ditanam pada tropika basah yang memiliki daya tarik lebih
untuk diperhatikan, Tajuk pohon memiliki konstruksi yang tepat. Faktor utama
yang menentukan bentuk tajuk adalah pertumbuhan apical versus lateral, meristem
radial simetrik versus bilateral simetrik, berselang–seling dan berirama versus
pertumbuhan berlanjut dari tunas dan daun atau bunga. Kombinasi faktor-faktor
ini hanya memberikan pembatasan jumlah total dari model yang mungkin dari
konstruksi tajuk (Suhendang, 2011).
Berdasarkan kedudukan dalam tegakan,
tegakan ini memiliki stratifikasi tajuk antara lain (Handayanin, 2012) :
a) Pohon
dominan, artinya adalah tajuknya menonjol paling atas sehingga mendapat cahaya
penuh dari atas dan dari samping.
b) Pohon
Co – Dominan, adalah pohon yang tidak setinggi pohon dominan tajuknya masih
mendapat cahaya dari atas, meski dari samping terhalang sebagian besar dari
pohon dominan.
c) Pohon
pertengahan, adalah tajuknya dibawah pohon dominan dan Co – dominan, masih
mendapat cahaya dari atas sedikit tetapi tidak lagi dari samping.
d) Pohon
tertekan, adalah pohon dimana tajuknya samam sekali tertutup oleh pohon a, b,
dan c tersebut diatas, hanya mendapat cahaya matahari yang dapat menembus
lapisan diatasnya.
e) Pohon
mati, ialah termasuk pohon yang mati atau sedang dalam proses kematian.
Toleransi adalah kemampuan suatu
jenis pohon untuk hidup dan tumbuh serta berproduksi pada suatu kondisi
lingkungan tempat tumbuh tertentu. Toleransi mutlak adalah kemampuan suatu
jenis pohon untuk hidup dan tumbuh pada suatu kondisi tempat tumbuh yang
ekstrim (Handayani, 2012) :
a) Panas
(daerah gunung berapi)
b) Dingin
(daerah alpine, tundra)
c) Kekeringan
(musim kemarau kering)
d) Jenuh
air (mangrove dan rawa).
Toleransi relatif adalah kemampuan
suatu jenis pohon untuk tumbuh dan berproduksi di bawah naungan dan di dalam
kompetisi dengan pohon-pohon lain. Klasifikasi
Toleransi Jenis Pohon (Irwanto, 2010) :
a) Pohon Toleran : jenis pohon yang mampu tumbuh
dan berproduksi di bawah naungan selama hidupnya (membutuhkan sedikit
cahaya).
b) Pohon semitoleran : jenis pohon yang membutuhkan naungan pada waktu
masih muda tetapi membutuhkan cahaya penuh pada saat dewasa atau jenis yang
membutuhkan cahaya sedang.
c) Pohon intoleran (Pohon Cahaya) : jenis pohon yang membutuhkan
cahaya dalam pertumbuhan nya mulai dari semai sampai dewasa.
D.
Komposisi tegakan
Mempelajari komposisi
vegetasi dapat dilakukan dengan pembuatan petak-petak pengamatan ataupun metode
tanpa petak. Petak-petak pengamatan sifatnya permanen atau sementara. Petak
tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur (Atiyyah,
2012).
Kerapatan populasi adalah
jarak antar satu pohon dengan pohon yang lainnya. Kerapatan suatu tegakan
berpengaru besar terhadap volume suatu tegakan karena mempengaruhi diameter dan
tinggi pohon. Pada hutan tanaman kerapatan tegakan pohon sudah diatur terlebih
dahulu sebelum dilakukan penanaman. Namun untuk hutan primer atau hutan alam
kerapatan tegakan diatur sendiri secara alami oleh tumbuhan dengan cara melakukan
pemangkasan secara alami (Wikipedia, 2015).
Komposisi tegakan pada
hutan jati (Irwanto, 2010) :
a) Tanaman
pokok, dalam hutan jati tanaman pokok yaitu tanaman jati itu sendiri.
b) Tanaman
pengisi, bertujuan untuk mengurangi segi negatif dari penanaman monokultur,
persyaratan: perakaran dalam, hijau sepanjang tahun, tumbuh lambat, tahan
naungan dan teduh, strata di bawah tanaman pokok. Fungsi: menguragi efek
monokultur, mengatur siklus hara, tempa berlindung satwa. Jenis: cendana,
eboni, kesambi, bungur, ploso, woni, dll.
c) Tanaman
Sela, Persyaratan: tidak merugikan tanaman pokok (tidak merambat, tidak
memberikan saingan perakaran, tidak terlalu cepat tumbuh), dapat menutup tanah
dengan cepat, akar dalam, tahan api, dan melindungi tanah. Fungsi: Mencegah erosi-longsor,
sekat bakar, tempat berlindung satwa, mampu mengatur siklus hara, mengikat N.
Jenis: lamtoro, kemlandingan, glerecidea.
d) Tanaman
Tepi dan pagar , Persyaratan: musim kemarau hijau sepanjang tahun. Fungsi:
mencegah erosi-longsor, sekat bakar, tempat berlindung satwa. Jenis: Asam,
Woni, E.alba, Salam, ploso, johar dll.
e) Tumbuhan
Bawah, berdasarkan penelitian di KPH Kendal pada KU III-VI, terdapat 55 jenis
tumbuhan bawah.
Dari penelitian ditemukan
juga bahwa ada 8 jenis tumbuhan bawah yang merupakan jenis-jenis yang mampu
bertahan dan mempunyai kemampuan tumbuh dan daya survival yang lebih baik
dibandingkan jenis-jenis tumbuhan bawah yang lain walaupun dipengaruhi oleh
kerapatan tegakan yang berbeda-beda. Jenis tersebut adalah Eupatorium odoratum,
Cyrtococcuma patents, Ficus montana, Hyptis capitata, Hemigrafis sp, Oplismenus
compositus, Sida javensis dan Shutria sp. (Anisah, L.N et.al. 2002) Cromolaena
odorata L (kerinyu) dan Lantana camara (tembelekan) juga banyak ditemukan
sebagai tumbuhan bawah yang berada di bawah tegakan jati mempunyai tingkat
kolonisasi dan kepadatan spora FMA ( Fungi Mikoriza Arbuskula) yang tinggi.
Keberadaan FMA sebagai agen hayati membantu/menambah ketersediaan hara dan
ketahanan tanaman terhadap serangan hama penyakit pada tanaman inangnyatermasuk
jati yang juga bersimbiosa dengan FMA.
Klasifikasi tumbuhan
bawah pada tegakan jati (Andre, 2009) :
1) Kategori
tanaman pangan 46 jenis,
2) Tanaman
obat-obatan 55 jenis,
3) Tanaman
rempah-rempah 8 jenis,
4) Tanaman
hijauan makanan ternak 26 jenis,
5) Tanaman
industri 20 jenis,
6) Kayu
bakar 38 jenis,
7) Tanaman
beracun 4 jenis dan
8) Tanaman
hias 15 jenis.
Keanekaragaman jenis
tumbuhan bawah di bawah tegakan jati bervariasi.Variasi jenis tersebut tidak
dipengaruhi oleh umur masing-masing kelas umur tegakan jati.Secara umum
jenis-jenis tumbuhan bawah tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan
lingkungan untuk berkembang dan tidak dipengaruhi oleh umur tegakan jati (Komara,
2008).
BAB
III
METODOLOGI
A.
Waktu
dan Tempat
Praktek lapang ini
dilaksanakan pada hari Sabtu, 2 Mei 2015,
pukul 09.00 WITA – selesai di tegakan
jati Tectona grandis Fakultas Sastra,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
B.
Alat dan Bahan
1. Alat
digunakan pada pengukuran tinggi, diameter dan struktur tajuk adalah sebagai
berikut :
a) Pita
meter digunakan sebagai alat untuk menghitung keliling pohon
b) Roll
meter digunakan sebagai alat untuk mengukur jarak untuk plot yaitu 20m x 20 m
c) Alat
yang menyerupai Abney level, yang digunakan sebagai alat untuk mengukur Tinggi
Total (TT) dan Tinggi Bebas Cabang (TBC).
d) Kamera
dijital digunakan sebagai alat untuk mengambil gambar praktikan pada praktek
lapang silvika dan sebagai bukti hasil kegiatan
e) Alat
tulis menulis digunakan sebagai tempat untuk mencatat data hasil pengukuran.
f) Tali
rafia digunakan untuk member tanda batas wilayah praktikum.
2. Adapun
bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
a) Tally sheet,
sebagai tempat untuk mencatat data hasil pengukuran.
b) Obyek
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon jenis jati Tectona
grandis L.f. Yang ingin diketahui
adalah habitus pohon, Tinggi total dan tinggi bebas cabang, proyeksi tajuk,
asosiasi dan kerapatan pohon.
C.
Prosedur Kerja
1) Memilih
keadaan lokasi tempat pengukuran pohon.
2) Membuat
plot dengan ukuran 20 meter x 20 meter dengan menggunakan roll meter dan memberi
tanda dengan tali rafia.
3) Mengukur
jarak pengamat dari ujung kaki sampai pada mata
4) Mengukur
jarak datar dari pohon ke pengamat dengan menggunakan jarak 15 meter (1500 cm).
5) Menembakkan
sudut elevasi ke cabang pertama pohon dengan menggunakan alat yang menyerupai abney level
untuk memperoleh nilai Tinggi Bebas Cabang (TBC).
6) Menembakkan
sudut elevasi ke atas tajuk pohon dengan menggunakan alat yang menyerupai abney
level untuk mendapatkan nilai TT.
7) Untuk
mengukur diameter batang pohon, terlebih dahulu dilakukan pengukuran keliling
pohon menggunakan pita meter setinggi dada orang dewasa atau ± 1,3 m. kemudian
mensubtitusikan keliling yang diperoleh kedalam rumus D= k/Ï€.
8) Mencatat
semua data yang didapatkan untuk menghitung TBC, Ttot, VTT, VTBC dan LBDS
dengan menggunakan rumus.
9) Memotret
struktur tajuk yang di amati.
D.
Analisis Data
Dalam pembuatan makalah
ini menggunakan beberapa rumus dalam memperoleh berbagai olahan data yang
dihasilkan, yaitu :
a)
Diameter :
D =
b)
LBDS :
LBDS =
c)
TBC :
TBC =
tan
d)
TT :
TT = tan
e)
VTBC :
VTBC =
LBDS
Tbc
f
Diketahui :
Jarak Pengamat =
15 m (1500 cm)
Tinggi Pengamat =
1,67 m (167 cm)
Faktor Koreksi (f) =
0,8 (Hutan Tanaman)
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Tabel hasil pengukuran dimensi pohon
dalam tegakan Tectona grandis
NO
|
Jenis Tanaman
|
K (m)
|
d (m)
|
LBDS (m2)
|
α 1
|
α 2
|
Tbc (m)
|
Tt (m)
|
VTbc (m3)
|
VTt (m3)
|
Ket
|
1
|
Tectona grandis
|
0,8
|
0,254
|
0,051
|
19
|
60
|
6,83
|
27,65
|
0,278
|
1,127
|
a,b
|
2
|
Tectona grandis
|
0,436
|
0,138
|
0,015
|
11
|
56
|
4,58
|
23,9
|
0,055
|
0,289
|
a,b
|
3
|
Tectona grandis
|
0,695
|
0,221
|
0,038
|
20
|
64
|
7,115
|
32,42
|
0,218
|
0,997
|
a,b
|
4
|
Tectona grandis
|
0,617
|
0,196
|
0,030
|
12
|
64
|
4,85
|
32,42
|
0,117
|
0,786
|
a,b
|
5
|
Tectona grandis
|
0,76
|
0,242
|
0,045
|
19
|
61
|
6,83
|
28,73
|
0,251
|
1,057
|
a,b
|
6
|
Tectona grandis
|
0,625
|
0,199
|
0,031
|
19
|
62
|
6,83
|
29,87
|
0,1699
|
0,743
|
a,b
|
7
|
Tectona grandis
|
0,518
|
0,165
|
0,021
|
21
|
53
|
7,415
|
21,575
|
0,126
|
0,368
|
a,b
|
8
|
Tectona grandis
|
0,698
|
0,222
|
0,038
|
22
|
51
|
7,73
|
20,18
|
0,239
|
0,626
|
a,b
|
9
|
Tectona grandis
|
0,67
|
0,213
|
0,035
|
43
|
58
|
15,65
|
25,67
|
0,447
|
0,734
|
a,b
|
10
|
Tectona grandis
|
0,56
|
0,178
|
0,025
|
22
|
55
|
7,73
|
23,09
|
0,154
|
0,461
|
a,b
|
11
|
Tectona grandis
|
0,46
|
0,146
|
0,016
|
23
|
41
|
8,03
|
14,705
|
0,108
|
0,198
|
a,b
|
12
|
Tectona grandis
|
0,436
|
0,138
|
0,015
|
19
|
48
|
6,83
|
18,32
|
0,0827
|
0,221
|
a,b
|
13
|
Tectona grandis
|
0,621
|
0,197
|
0,030
|
12
|
53
|
4,85
|
21,575
|
0,119
|
0,530
|
a,b
|
14
|
Tectona grandis
|
0,68
|
0,216
|
0,036
|
21
|
60
|
7,415
|
27,65
|
0,218
|
0,814
|
a,b
|
15
|
Tectona grandis
|
0,468
|
0,149
|
0,017
|
23
|
54
|
8,03
|
22,31
|
0,112
|
0,311
|
a,b
|
16
|
Tectona grandis
|
0,663
|
0,211
|
0,035
|
15
|
59
|
5,675
|
26,63
|
0,158
|
0,745
|
a,b
|
17
|
Tectona grandis
|
0,591
|
0,188
|
0,027
|
17
|
51
|
6,245
|
20,18
|
0,139
|
0,448
|
a,b
|
18
|
Tectona grandis
|
0,656
|
0,209
|
0,034
|
15
|
47
|
5,675
|
17,75
|
0,155
|
0,486
|
a,b
|
19
|
Tectona grandis
|
0,6
|
0,191
|
0,028
|
17
|
50
|
6,245
|
19,535
|
0,143
|
0,447
|
a,b
|
20
|
Tectona grandis
|
0,59
|
0,188
|
0,027
|
33
|
52
|
11,405
|
20,855
|
0,252
|
0,462
|
a,b
|
21
|
Tectona grandis
|
0,62
|
0,197
|
0,030
|
18
|
52
|
6,53
|
20,855
|
0,160
|
0,510
|
a,b
|
22
|
Tectona grandis
|
0,683
|
0,217
|
0,037
|
19
|
53
|
6,83
|
21,575
|
0,203
|
0,641
|
a,b
|
23
|
Tectona grandis
|
0,278
|
0,088
|
0,006
|
12
|
34
|
4,85
|
11,78
|
0,023
|
0,058
|
a,b
|
24
|
Tectona grandis
|
0,748
|
0,238
|
0,044
|
18
|
56
|
6,53
|
23,9
|
0,233
|
0,851
|
a,b
|
25
|
Tectona grandis
|
0,59
|
0,188
|
0,027
|
17
|
54
|
6,245
|
22,31
|
0,138
|
0,494
|
a,b
|
26
|
Tectona grandis
|
0,622
|
0,198
|
0,031
|
17
|
58
|
6,245
|
25,67
|
0,153
|
0,632
|
a,b
|
27
|
Tectona grandis
|
0,956
|
0,304
|
0,072
|
15
|
62
|
5,675
|
29,87
|
0,330
|
1,738
|
a,b
|
28
|
Tectona grandis
|
0,52
|
0,165
|
0,021
|
14
|
53
|
5,405
|
21,575
|
0,093
|
0,371
|
a,b
|
29
|
Tectona grandis
|
0,675
|
0,215
|
0,036
|
12
|
62
|
4,85
|
29,87
|
0,140
|
0,866
|
a,b
|
30
|
Tectona grandis
|
0,566
|
0,180
|
0,025
|
11
|
61
|
4,58
|
28,73
|
0,093
|
0,586
|
a,b
|
31
|
Tectona grandis
|
0,62
|
0,197
|
0,030
|
17
|
57
|
6,245
|
24,755
|
0,1523
|
0,606
|
a,b
|
32
|
Tectona grandis
|
0,66
|
0,210
|
0,034
|
16
|
55
|
5,96
|
23,09
|
0,165
|
0,640
|
a,b
|
33
|
Tectona grandis
|
0,62
|
0,197
|
0,030
|
16
|
52
|
5,96
|
20,855
|
0,145
|
0,510
|
a,b
|
34
|
Tectona grandis
|
0,612
|
0,195
|
0,0298
|
17
|
57
|
6,245
|
24,755
|
0,149
|
0,590
|
a,b
|
35
|
Tectona grandis
|
0,79
|
0,251
|
0,049
|
18
|
56
|
6,53
|
23,9
|
0,260
|
0,950
|
a,b
|
36
|
Tectona grandis
|
0,197
|
0,062
|
0,003
|
12
|
27
|
4,85
|
9,305
|
0,012
|
0,023
|
a,b
|
37
|
Tectona grandis
|
0,46
|
0,146
|
0,016
|
20
|
33
|
7,115
|
11,405
|
0,095
|
0,153
|
a,b
|
38
|
Tectona grandis
|
0,605
|
0,192
|
0,029
|
17
|
56
|
6,245
|
23,9
|
0,145
|
0,557
|
a,b
|
39
|
Tectona grandis
|
0,711
|
0,226
|
0,040
|
20
|
57
|
7,115
|
24,755
|
0,229
|
0,797
|
a,b
|
Keterangan :
a.
Tajuk berupa payung
b.
Bentuk batang silindris
Diketahui :
Jarak Pengamat =
15 m
Tinggi Pengamat =
1,67 m
Faktor Koreksi (f) =
0,8 (Hutan Tanaman)
Gambar 1. Profil Vertikal Tegakan Jati di Kawasan
Halaman Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin
Keterangan:
1.
Tectona grandis
2.
Tectona grandis
3.
Tectona grandis
4.
Tectona grandis
5.
Tectona grandis
6.
Tectona grandis
7.
Tectona grandis
8.
Tectona grandis
9.
Tectona grandis
10. Tectona
grandis
11. Tectona
grandis
12. Tectona
grandis
13. Tectona
grandis
14. Tectona
grandis
15. Tectona
grandis
16. Tectona
grandis
17. Tectona
grandis
18. Tectona
grandis
19. Tectona
grandis
20. Tectona
grandis
21. Tectona
grandis
22. Tectona
grandis
23. Tectona
grandis
24. Tectona
grandis
25. Tectona
grandis
26. Tectona
grandis
27. Tectona
grandis
28. Tectona
grandis
29. Tectona
grandis
30. Tectona
grandis
31. Tectona
grandis
32. Tectona
grandis
33. Tectona
grandis
34. Tectona
grandis
35. Tectona
grandis
36. Tectona
grandis
37. Tectona
grandis
38. Tectona
grandis
39. Tectona
grandis
Gambar 2. Profil Horizontal Tegakan Jati di Kawasan
Halaman Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin
Keterangan:
1.
Tectona grandis
2.
Tectona grandis
3.
Tectona grandis
4.
Tectona grandis
5.
Tectona grandis
6.
Tectona grandis
7.
Tectona grandis
8.
Tectona grandis
9.
Tectona grandis
10. Tectona
grandis
11. Tectona
grandis
12. Tectona
grandis
13. Tectona
grandis
14. Tectona
grandis
15. Tectona
grandis
16. Tectona
grandis
17. Tectona
grandis
18. Tectona
grandis
19. Tectona
grandis
20. Tectona grandis
21. Tectona
grandis
22. Tectona
grandis
23. Tectona
grandis
24. Tectona
grandis
25. Tectona
grandis
26. Tectona
grandis
27. Tectona
grandis
28. Tectona
grandis
29. Tectona
grandis
30. Tectona
grandis
31. Tectona
grandis
32. Tectona
grandis
33. Tectona
grandis
34. Tectona
grandis
35. Tectona
grandis
36. Tectona grandis
37. Tectona
grandis
38. Tectona
grandis
39. Tectona
grandis
B.
Pembahasan
1.
Sebaran kelas diameter
Berdasarkan data yang diperoleh dari
hasil praktek lapang yang berlokasi pada tegakan jati fakultas sastra
universitas hasanuddin dengan ukuran plot 20mx20m dan jumlah pohon 39. Pada
tegakan jati tersebut masing – masing pohon memiliki diameter dan tinggi yang
berbeda. Hal ini disebabkan adanya kompetisi antara pohon yang satu dengan
pohon yang lain, baik dalam persaingan dalam memperoleh unsur – unsur
hara, air, garam mineral, maupun dalam memperoleh cahaya matahari yang sangat
berguna dalam proses fotosintesis dalam pertumbuhan pohon. Pohon yang satu
dengan yang lain memiliki perbedaan diameter dan tinggi, walaupun berada dalam
tegakan seumur. Hal ini disebabkan oleh faktor tempat tumbuh merupakan
faktor yang mempengaruhi diameter dan tinggi pohon. Kerena tempat tumbuh
mampu memberikan produktivitas tanah untuk pertumbuhan.
Dapat diketahui pula berdasarkan
tabel data hasil pengukuran bahwa sebaran kelas diameter tegakan jati Tectona
grandis, yaitu antara 0,062 m yang merupakan diameter terkecil
sampai dengan 0,304 m yang merupakan diameter terbesar.
2.
Permudaan tegakan
Pada tegakan jati Tectona grandis yang
berlokasi di Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin Makassar ini, tidak
ditemukan anakan. Hal tersebut disebabkan karena lokasi yang menjadi tempat
praktikum mata kuliah silvika ini merupakan tanaman yang seumur atau tegakan
yang seumur. Sehingga, tidak memungkinkan terdapatnya anakan diantara
tegakan Tectona grandis tersebut.
3.
Struktur Tegakan
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat
diketahui bahwa dalam satu plot berukuran 20m x 20m yang berjumlah 39 pohon. Pohon
jati dalam plot ini umumnya memiliki sedikit cabang sehingga dapat dikatakan
bahwa kualitas pohon jati cukup baik. Berdasarkan hasil pengamatan daun umumnya
besar dan bulat serta bertangkai yang sangat pendek.
Berdasarkan kedudukan dalam tegakan,
sesuai dengan data yang diperoleh tegakan Tectona grandis ini
memiliki 3 stratifikasi tajuk, yaitu ; ada yang termasuk sebagai Pohon dominan,
artinya adalah tajuknya menonjol paling atas sehingga mendapat cahaya penuh
dari atas dan dari samping. Adapula yang termasuk Pohon Co – Dominan, yaitu
pohon yang tajuknya tidak setinggi pohon dominan dan masih mendapat cahaya dari
atas, meski dari samping terhalang sebagian besar dari pohon dominan. Serta
Pohon pertengahan, yaitu tajuknya berada dibawah pohon dominan dan Co – dominan
dan masih mendapat cahaya matahari dari atas melalui celah-celah pohon dominan
dan co-dominan, tetapi tidak mendapat cahaya dari samping. Secara keseluruhan
tinggi total berdasarkan kedudukan dalam tegakan ini mempunyai tinggi total
yang berkisar 9,305 m sampai 32,42 m.
Tegakan jati Tectona grandis
tersebut merupakan salah satu tanaman yang digolongkan kedalam jenis pohon
intoleran karena tanaman jati membutuhkan cahaya penuh sepanjang daur hidupnya,
walaupun demikian terdapat beberapa pohon jati yang tumbuh kerdil. Hal ini
kemungkinan besardisebabkan oleh persaingan penyerapan unsur hara dan
penyerapan sinar matahari karena berdasarkan keadaan dilokasi tanaman jati yang
tumbuh kerdil tersebut berada dibawah naungan tajuk tanaman jati yang lainnya
sehingga penyerapan sinar matahari dari atas kurang. Tegakan jati pada lokasi
praktikum mempunyai bentuk tajuk yang seragam, yaitu berbentuk kerucut. Hal ini
dipengaruhi oleh bentuk percabangan yang dimilikinya, yaitu cabang bawahnya
mempunyai panjang yang sedang, cabang pada bagian tengahnya lebih panjang dari
cabang pada bagian bawahnya dan cabang yang paling atas semakin mengecil. Sehingga
tajuk yang terbentuk pun menyerupai kerucut.
Tegakan jati, Tectona grandis tersebut jarak tanamnya agak
rapat sehingga menyebabkan bentuk batang yang lurus, silindris dan tekstur
pohon kasar serta berwarna coklat. Namun berdasarkan pengamatan, beberapa
tanaman jati tidak mendapatkan cahaya penuh yang berperan dalam proses
fotosintesis karena terhalang oleh tajuk yang rapat sehingga proses
fotosintesis terganggu dan berakibat hasil fotosintesis yang dihasilkan relatif
sedikit sehingga yang mendapatkan sari – sari makanan hanya bagian atas saja.
4.
Komposisi tegakan
Pada lokasi praktikum komposisi
pembentuknya selain terdapat jati Tectona
grandis terdapat pula tanaman lain, yaitu rumput.
Berdasarkan jenis asosiasi yang
dapat diamati pada tegakan jati Fakultas Sastra dapat dikatakan, asosiasi
yang terjadi pada tegakan jati adalah persaingan antar pohon untuk mendapatkan
cahaya, air, dan nutrisi. Tectona grandis dapat pula dikatakan
termasuk jenis yang mampu membentuk hubungan yang baik dengan tanaman lainnya
yang ada diantara tegakan tersebut, yaitu karena dapat saling berdampingan
hidup dalam satu tegakan baik dengan sejenisnya sendiri maupun dengan jenis
lain yang ada disekitarnya. Asosiasi itu sendiri adalah gabungan, pertautan
atau dapat pula dikatakan suatu perhubungan.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil
berdasarkan praktikum ini adalah :
1. Tectona
grandis yang tumbuh rapat dengan jarak tanam yang
dekat memiliki pertumbuhan tinggi yang cepat karena bersaing untuk
memperoleh cahaya matahari, memiliki tajuk yang kecil dan tidak lebat dan
memliki batang silinder, serta bentuk batang yang kecil.
2. Habitus
( bentuk tajuk ) dari pohon Jati Tectona
grandis adalah berbentuk kerucut atau payung.
3. Tegakan
jati Tectona grandis pada Fakultas Sastra Universitas
Hasanuddin ialah salah satu tanaman yang digolongkan kedalam jenis pohon
intoleran, yaitu jenis tanaman yang membutuhkan cahaya matahari mulai dari fase
semai hingga dewasa.
4. Komposisi
pembentuk tegakannya dominan jati sehingga disebut tegakan jati, meskipun
terdapat tanaman lain seperti rumput. Serta tidak terdapat anakan dibawah
tegakan karena merupakan tegakan yang seumur.
B. Saran
Diharapkan dalam pengambilan data
dapat lebih teliti agar memperoleh hasil yang baik. Kemudian untuk saran kepada
asisten agar lebih memberikan bimbingan dan arahan yang baik terhadap para
praktikannya, baik saat dilokasi praktikum dan juga saat proses pembuatan
laporan serta pada saat asistensi laporan. Tetap ramah dan bijaksana dalam
menghadapi praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Andre.
2009. Perubahan Komposisi Dan Struktur
Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam
Indonesia Intensif (TPTII). http://boymarpaung.wordpress.com/tag/komposisi/. Diakses pada
tanggal [5 Mei 2015].
Atiyyah,
H. 2012. Evaluasi Tegakan dan Komposisi
Tegakan Tectona grandis. http://
atiyyahhandayani.blogspot.com/2012/05/evaluasi-tegakan-dan-komposisi-tegakan.html. Diakses pada
tanggal [5 Mei 2015].
Aqshan.
2013. Gambaran Umum Silvika dan
Silvikultur. http://aqshankonservasi.
blogspot.com/2013/04/gambaran-umum-silvika-dan-silvikultur_17.html. Diakses
pada tanggal [5 Mei 2015].
Irwanto.
2006. Prespektif Silvika Dalam
Keanekaragaman Hayati dan Silvikultur. http://www.indonesiaforest.net/silvika.html.
Diakses pada tanggal [5 Mei 2015].
______. 2010. Kajian Jati Plus. http://hutanalam.blogspot.com/2010/02/kajian-jati-plus.html. Diakses pada tanggal
[5 Mei 2015].
Komara, A. 2008. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan. http://repository.ipb.ac.id
/bitstream/handle/123456789/11612/E08ako.pdf?sequence=2. Diakses pada
tanggal [5 Mei 2015].
Onrizal. 2009. Silvika.
https://onrizal.files.wordpress.com/2009/02/diktat-silvika.pdf. Diakses pada
taggal [6 Mei 2015].
Pasaribu,
D. 2012. Silvika. http://davidpas.blogspot.com/2010/02/silvika.html. Diakses pada
tanggal [5 Mei 2015].
Suhendang,
E. 2011. Struktur Tegakan.
idci.dikti.go.id/pdf/JURNAL/.../VOL %2017% 20No.../2194.pdf. Diakses pada
tanggal [5 Mei 2015].
Wikipedia.
2015. Jati.
http://id.wikipedia.org/wiki/Jati. Diakses pada tanggal [5 Mei 2015].
Post a Comment
Post a Comment