A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1.
Definisi
Pengertian
Gastroenteritis merupakan suatu
peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh virus maupun bakteri pada traktus
intestinal (Guyton & Hall, 2006). Pada diare infeksius umum infeksi paling
luas terjadi pada usus besar dan pada ujung distal ileum. Dimana pun terjadi
infeksi, mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat
tinggi. Selain itu, motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda.
Akibatnya, sejumlah besar cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke
arah anus, dan pada saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong
cairan ini ke depan. Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membebaskan
traktus intestinal dari infeksi. Diare yang sangat menarik perhatian adalah
yang disebabkan oleh kolera (kadang oleh bakteri seperti basilus kolon patogen).
Toksin kolera secara langsung menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit yang
berlebihan dari kripa Lieberkühn pada ileum distal dan kolon. Jumlahnya dapat
10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon biasanya mengabsorpsi maksimum
hanya 6-8 liter per hari. Oleh karena itu, kehilangan cairan dan elektrolit
dapat begitu mengganggu beberapa hari sehingga dapat menimbulkan kematian.
Gastroenteritis atau
diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa
lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan
berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat
(Mansjoer,dkk, 2000 dalam Wicaksono, 2011). Diare akut timbul secara mendadak
dan berlangsung terus secara beberapa hari (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011). Kehilangan
cairan dan garam dalam tubuh yang lebih besar dari normal menyebabkan
dehidrasi. Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan dan garam lebih besar dari
pada masukan. Lebih banyak tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan dan
garam yang hilang. Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang sering
menyertai diare (Andrianto, 1995 dalam Nurmasarim 2010).
2.
Epidemiologi/insiden
kasus
Gastroenteritis
merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di bawah 5 tahun.
Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun. Di
Indonesia merupakan penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak –
anak. Rotavirus adalah penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena
gastroenteritis akut, antara 7- 17 % disebabkan adenovirus dan 15% disebabkan
bakteri. Bayi yang mendapatkan ASI lebih jarang menderita gastroenteritis akut
dari bayi yang mendapat susu formula. (Wong, 2007 dalam Winarsih, 2011). Data
Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia
saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,6 –
2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian
diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita (Ratnawati, 2008).
Penyakit Diare Akut
(DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan penyebab utama kesakitan
dan kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-80% terutama pada anak
dibawah umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur antara 6-24 bulan
(Subianto, 2001 dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare
menyebabkan 1 milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar
setahunnya. Pada tahun 1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare
sekitar 1,3 miliyar dan kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya
(Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011). Data statistik menunjukkan bahwa setiap
tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa penduduk Indonesia, dan dua pertiganya
adalah dari balita dengan angka kematian tidak kurang dari 600.000 jiwa. Di
beberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan bahwa diare akut karena
infeksi menempati peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang
datang berobat ke rumah sakit. Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik.
Namun selalu berhubungan dengan hal-hal berikut: adanya travelling (domestik
atau internasional), kontak personal dan adanya sangkaan food-borne dengan
masa inkubasi pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme
enterotoksin (Zein dkk., 2004).
3.
Penyebab/Faktor
Predisposisi
Ditinjau dari sudut
patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut) ini dapat
dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:
1)
Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:
a)
Infeksi
bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
b)
Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.
c)
Infeksi
Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis lambia.
2)
Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,
makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin,
alergi.
b. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :
1)
Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan mineral).
2)
KKP (Kekurangan Kalori Protein).
3)
BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir. (Suharyono dkk.,1994
dalam Wicaksono, 2011)
4.
Patofisiologi
Penyakit
Sebagian besar diare
akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi
saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan
sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan
keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan
destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili
yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi
sistemik.
Penyebab
gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin
(Compylobacter, Salmonella, Escherichia
coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium).
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding
usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui
fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui
penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan
gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan
elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake
kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.
5.
Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1) Ditinjau dari ada atau tidaknya
infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
a)
Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler,
dan Enterotolitis nektrotikans.
b) Diare non spesifik :
diare dietetis.
2) Ditinjau dari organ yang terkena
infeksi diare :
a)
Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan
oleh bakteri, virus dan
parasit.
b)
Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:
diare karena
bronkhitis.
3) Ditinjau dari lama infeksi, diare
dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a)
Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai
30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang
berakhir dalam 14 hari.
b)
Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi Gastroenterologi
Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang, disetujui bahwa definisi
diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih (Sunoto, 1990).
6.
Manifestasi
Klinis
Diare akut
karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus,
hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan
kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang,
mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun
serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang
isotonik. Karena kehilangan bikarbonas,
perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah.
Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih
cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan
asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis
metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal
dan base excess sangat negatif. Gangguan
kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang
sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung. Penurunan tekanan darah akan
menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini
tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut,
yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan
asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian
darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi
ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima
rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
7.
Pemeriksaan Fisik
1.
Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak
lemah, kesadaran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan
lemah,pernapasan agak cepat.
2. Pemeriksaan sistematik :
·
Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa
kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
·
Perkusi : adanya distensi abdomen.
·
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
·
Auskultasi : terdengarnya bising usus.
8.
Pemeriksaan diagnostic/penunjang
1. Pemeriksaan
laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa
dalam darah astrup,bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa
gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
c.
Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
2. Pemeriksaan elektrolit
intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara
kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
3. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi
dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
9.
Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis biasanya
ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya meskipun penyebabnya belum bisa
ditentukan dari gejalanya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48 jam, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap contoh feses untuk mencari adanya
sel darah putih dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan laboratorium dari
muntah, makanan atau darah juga dapat membantu menemukan penyebabnya. Langkah
diagnosa menurut Daldiyono tahun 1990 (Wicaksono, 2011) terdiri atas :
1)
Anamnesis : umur, frekuensi diare, lamanya diare
2)
Pemeriksaaan fisik
3)
Laboratorium : feses, darah, kultur tinja maupun darah, serologi
4)
Foto
5)
Endoskopi (EGD-Esophagus Gastro
Duodenoscopy).
10. Terapi/Tindakan Penanganan
Panduan pengobatan menurut
WHO diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan
dan elektrolit per-oral dan melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non
spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya
diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral
hanya untuk kasus dehidrasi berat (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011). Dalam
garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yaitu
:
a. Pengobatan
Cairan
Untuk menentukan jumlah
cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
Jumlah
cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan
1) jumlah cairan yang
telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous Water Losses)
ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan
pernafasan NWL (Normal Water Losses).
2) cairan yang hilang
melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung CWL (Concomitant water
losses) (Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono, 2011)
Ada
2 jenis cairan yaitu:
1) Cairan Rehidrasi
Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1 liter
mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L.
Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L,
Chloride 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada
beberapa cairan rehidrasi oral:
a)
Cairan rehidrasi oral yang mengandung
NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.
b) Cairan rehidrasi
oral yang tidak mengandung komponen-komponen di atas
misalnya: larutan gula, air tajin,
cairan-cairan yang tersedia di rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.
2) Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP)
Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi parenteral tunggal. Selama
pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi:
a) Jumlah cairan yang
keluar bersama tinja dan muntah
b) Perubahan
tanda-tanda dehidrasi (Suharyono, dkk., 1994 dalam Wicaksana, 2011).
b. Antibiotik
Pemberian
antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena
40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan
gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada
feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Contoh antibiotic untuk diare Ciprofloksasin 500mg
oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral
4x sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin
500mg, Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).
c.
Obat anti diare
- Kelompok antisekresi selektif
Terobosan
terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril
yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga
enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan
menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat
dikembalikan secara normal.
-
Kelompok opiat
Dalam
kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x
sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi
cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi
diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam
dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
-
Kelompok absorbent
Arang
aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius
atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak
langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
-
Zat Hidrofilik Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,
Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk
kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi
frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan
dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air
atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
-
Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami
peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena
berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan
keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang
adekuat.
11.
Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Malnutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan
mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat
dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat
badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak,
penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat
badan dengan gambaran klinik turgor kulit buruk, suara serak, penderita jatuh
pre syok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat
badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi sedang ditambah dengan
kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
(data subjektif dan objektif)
Pengkajian yang sistematis meliputi
pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara
intervensi,observasi, dan pemeriksaan fisik . Kaji data menurut Cyndi Smith
Greenberg,1992 adalah :
1.
Identitas klien.
2.
Riwayat keperawatan.
2.1.Awal kejadian:
Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
2.2.Keluhan utama : Feses
semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala
dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan
bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3.
Riwayat kesehatan masa lalu.
4.
Riwayat penyakit keluarga.
5.
Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut
dan terapi obat antidiare, terapi intravena, dan antibiotic.
5.
Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).
1.
Persepsi Kesehatan : pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, higienitas
pasien sehari-sehari kurang baik.
2. Nutrisi metabolic : diawali
dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien.
3. Pola eliminasi :
akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau
jarang.
4. Aktivitas : akan
terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen
yakni dibantu oleh orang lain.
5. Tidur/istirahat : akan
terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak
nyaman.
6. Kognitif/perceptual : pasien masih dapat
menerima informasi namun kurang berkonsentrasi karena nyeri abdomen.
7. Persepsi diri/konsep diri : pasien mengalami
gangguan konsep diri karena kebutuhan fisiologis nya terganggu sehingga
aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
8. Seksual/reproduksi :
mengalami penurunan libido akibat terfokus pada penyakit.
9. Peran hubungan :
pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran pasien pada
kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
10. Manajemen koping/stress : pasien mengalami
kecemasan yang berangsur-angsur dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki
koping yang adekuat.
11. Keyakinan/nilai :
pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang sembahyang karena gejala penyakit.
6.
Pemerikasaan fisik.
-
Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun
besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
-
Perkusi : adanya distensi abdomen.
-
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
-
Auskultasi : terdengarnya bising usus.
7.
Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan duodenum
intubation yaitu untuk mengetahui
penyebab
secara kuantitatif dan kualitatif.
2.
Diagnosis
Keperawatan yang mungkin muncul
a.
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan kulit kering, peningkatan suhu
tubuh, haus, kelemahan, membrane mukosa kering, peningkatan hematokrit.
b.
Diare berhubungan dengan kontaminan
ditandai dengan nyeri abdomen, sedikitnya tiga kali buang air besar cair per
hari, ada dorongan.
c.
Disfungsi motilitas gastrointestinal
berhubungan dengan makan kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen, distensi
abdomen, diare, perubahan bising usus, mual, muntah.
d.
Mual berhubungan dengan iritasi lambung
ditandai dengan melaporkan mual, rasa asam di mulut, peningkatan salivasi,
keengganan terhadap makanan.
e.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
kimia ditandai dengan perubahan selera makan, mengekspresikan perilaku,
perilaku berjaga-jaga atau melindungi area nyeri, melaporkan nyeri secara
verbal
f.
Kesiapan meningkatkan keseimbangan
cairan ditandai dengan dehidrasi, turgor jaringan baik, tidak ada haus
berlebihan, membrane mukosa lembab.
g.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis ditandai dengan nyeri
abdomen, diare, bising usus hiperaktif, ketidakmampuan mencerna makanan, kurang
minat pada makanan, membrane mukosa pucat.
h.
Hipertermia berhubungan dengan
peningkatan laju metabolism ditandai dengan peningkatan suhu tubuh di atas
kisaran normal, kulit terasa hangat.
i.
Ansietas berhubungan dengan perubahan
dalam status kesehatan ditandai dengan gelisah dan menyadari gejala fisiologis.
j.
Defisiensi
Pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan informasi, kurang pajanan
ditandai dengan ketidakakuratan mengikuti perintah.
k.
Risiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lembab.
3.
Rencana
Asuhan Keperawatan (terlampir)
4.
Evaluasi
DIAGNOSIS
KEPERAWATAN
|
EVALUASI
|
Diare
berhubungan dengan kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen, sedikitnya tiga
kali buang air besar cair per hari, ada dorongan.
|
S : pasien
tidak mengeluh nyeri abdomen berlebihan saat eliminasi dan dorongan berkurang
O : karakteristik
feses berbentuk dan tidak cair, tidak terdapat nanah/darah, berwarna kuning
kecoklatan.
A : terapi
hidrasi dilanjutkan sampai keadaan umum pasien baik.
P : anjurkan
pasien untuk menjaga pola makan pasca kesembuhan.
|
Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera kimia ditandai dengan perubahan selera
makan, mengekspresikan perilaku, perilaku berjaga-jaga atau melindungi area
nyeri, melaporkan nyeri secara verbal
|
S : pasien
tidak mengeluh nyeri dan tidak mengeluh gangguan tidur.
O : pasien tidak
meringis, dan tidak memegangi daerah yang nyeri.
A : terapi farmakologi
dihentikan, terapi nonfarmakologi dilanjutkan.
P : ajarkan
keluarga pasien terapi nonfarmakologi.
|
Hipertermia
berhubungan dengan peningkatan laju metabolism ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh di atas kisaran normal, kulit terasa hangat.
|
S : pasien
tidak gelisah dan tidak merasa demam.
O : suhu
tubuh saat dikaji dalam rentang normal.
A : antipiretik
dihentikan. Berikan kompres terlebih dahulu, apabila demam kembali muncul.
P : edukasikan
pasien untuk tidak mandi atau kontak dengan air terlalu sering.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification.
United States of America : Mosby.
Guyton
& Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC
Moorhead S, Johnson M, Maas M,
Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes
Classification. United States of America : Mosby
North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA). 2010. Diagnosis
Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.
Nurmasari, Mega.
2010. Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut
(GEA) Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta Januari - Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah. (Diakses 12 Desember 2011 : http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)
T55V
Ratnawati, Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Gastroenteritis
di Bangsal Anggrek RSUD Sukoharjo. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember
2011 : etd.eprints.ums.ac.id/2886/1/J200050055.pdf)
Wicaksono, Arridho D. 2011. Pemilihan Obat dan Outcome Terapi
Gastroenteritis Akut Pada
Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2009. Jawa Tengah.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember 2011 : etd.eprints.ums.ac.id/12642/1/COVER%2B_BAB_1.pdf).
Winarsih,
Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu
Berbasis Praktek, Intervensi Peningkatan Multimodal Untuk Gastroenteritis
Pada Anak. Jakarta. Universitas Indonesia. (Diakses 12 Desember 2011 : www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM%20UTS.pdf).
Zein, Umar., Sagala,
Khalid H., Ginting, Josia. 2004. Diare
Akut Disebabkan Bakteri. Sumatra Utara. Universitas Sumatra Utara. .
(Diakses 12 Desember
2011 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../penydalam-umar5.pdf).
Post a Comment
Post a Comment