BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pengukuran merupakan hal yang paling penting dilakukan, karena dapat mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan ataupun suatu komunitas tertentu. Dalam memperoleh data pengukuran, jenis dan cara penggunaan alat merupakan factor penentu utama yang mempengaruhi keotentikan data yang diperoleh. Semakin bagus alat yang dipergunakan maka semakin baik pula hasil pengukuran yang akan didapat. Demikian pula halnya dengan kemampuan pengamat dalam pengukuran, semakin baik dalam penggunaan suatu alat maka semakin baik pula data yang dikumpulkan.
Pengukuran diameter pohon dengan menggunakan beberapa alat yang berbeda akan menghasilkan data yang berbeda pula. Dengan demikian, perbedaan relatif dari keakuratan data yang diperoleh diantara alat yang berbeda akan terlihat. Sehingga dapat diketahui pula kelebihan dan kelemahan suatu alat tertentu. Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Batang merupakan bagian utama pohon dan menjadi penghubung utama antara bagian akar, sebagai pengumpul air dan mineral, dan bagian tajuk pohon (canopy), sebagai pusat pengolahan masukan energi (produksi gula dan bereproduksi). Cabang adalah juga batang, tetapi berukuran lebih kecil dari berfungsi memperluas ruang bagi pertumbuhan daun sehingga mendapat lebih banyak cahaya matahari dan juga menekan tumbuhan pesaing di sekitarnya. Batang diliputi dengan kulit yang melindungi batang dari kerusakan.
Diameter pohon merupakan salah satu parameter pohon yang mudah untuk diukur. Dengan pengukuran diameter kita dapat mengetahui potensi tegakan suatu komunitas hutan. Besarnya diameter pohon dipengaruhi kualitas tempat tumbuh dan usia dari pohon tersebut. Semakin subur tempat tumbuh maka pertumbuhan pohon akan semakin baik, hal ini ditunjukkan dengan besarnya ukuran diameter pohon tersebut. Demikian pula pengaruh usia pohon dengan ukuran diameter pohon, semakin tua umur pohon maka diameternya akan lebih besar.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang dari pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian diameter pohon?
2.      Bagaimana cara pengukuran diameter pohon?
3.      Apa saja alat ukur yang digunakan dalam pengukuran diameter pohon?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan berdasarkan latar belakang dari pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian diameter pohon.
2.      Untuk mengetahui cara pengukuran diameter pohon.
3.      Untuk mengetahui alat ukur yang digunakan dalam pengukuran diameter pohon.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Diameter Pohon
Diameter atau keliling merupakan salah satu dimensi batang (pohon) yang sangat menentukan luas penampang lintang batang pohon saat berdiri atau berupa kayu bulat. Diameter batang merupakan garis lurus yang menghubungkan dua titik ditepi batang dan melalui sumbu batang. Lingkaran batang merupakan panjang garis busur yang melingkar batang (Huang, 2000).

Pengukuran diameter atau keliling batang setinggi dada dari permukaan tanah disepakati, tetapi setinggi dada untuk setiap bangsa punya kesepakatan masing-masing yang disesuaikan dengan tinggi rata-rata dada masyarakat bangsa itu. Setinggi dada untuk pengukuran kayu berdiri di Indonesia disepakati setinggi 1,30 meter dari permukaan tanah (Huang, 2000).
1.      Kondisi Pohon Berdiri
Ketentuan pengukuran diameter atau keliling setinggi1,30 m didasarkan untuk pohon berdiri tegak pada permukaan tanah yang relatif datar. Jika pohon berdiri miring, maka letak pengukurannya (Lpd) dilakukan pada bagian miring batang disebelah atasnya (Gambar b), sejauh1,30 m dari permukaan tanah. Sedangkan untuk pohon berdiri tegak pada permukaan tanah yang cukup miring (lereng) dapat dilakukan dua cara seperti disajikan pada Gambar c (Adame, 2008).

2.      Kondisi Pohon Berbanir
Jika batas ujung banir (Bub) kurang dari 110 cm, maka pengukurannya dilakukan setinggi 1,30 m dari permukaan tanah. Jika BuB tepat setinggi dari 110 cm, maka pengukurannya (Lpd) ditambah 20 cm diatas banir (Gambar b). Jadi Lpd-nya setinggi 1,30m dari permukaan tanah. Jika BuB-nya lebih tinggi dari 110 cm, maka pengukurannya (Lpd) ditambah 20 cm diatas banir (Gambar c). Jadi letak pengukurannya setinggi (Bub+ 20 cm) (Adame, 2008).

3.      Bentuk Batang (Batang Cacat)
Jika setinggi 110 cm melebihi Bbc, maka letak pengukurannya (Lpd) setinggi (Bac + 20) cm (Gambar a). Jika Bbc lebih tinggi dari 110 cm, maka letak pengukurannya setinggi (Bbc – 20) cm (Gambar b). Jika bagian tengah cacat lebih kurang setinggi 1,30 m dari permukaan tanah (Gambar c), maka pengukurannya dilakukan setinggi Bbc (Lpd2)  dan Bac (Lpd1). Sehingga hasil ukurannya (diameter atau keliling) adalah ukuran (Lpd1+ Lpd2)/2 (Adame, 2008).

4.      Batang Bercabang atau Menggarpu
Jika tinggi percabangan melebihi 1,30 m (Gambar a), maka pengukuran dilakukan tetap setinggi 1,30 m dari permukaan tanah. Jika tinggi cagak kurang dari 1,10 m, maka Lpd-nya dilakukan pada kedua batang setinggi 1,30 m (Husch, 2003).

5.      Pohon Lahan Basah (Rawa, Payau)
Untuk jenis Bruguiera spp yang dijadikan awal pengukuran bukan daripermukaan tanah, tapi pada bagian akarnya (Gambar a). Letak pengukurannya setinggi 1,30 m. Untuk jenis Ceriopsspp yang dijadikan awal pengukuran pada bagian akar yang berbatasan dengan air (Gambar b). Disamping adanya bagian-bagian akar yang berupa banir, maka ditinjau dulu berapa tinggi banir tersebut. Jika tinggi banir tersebut kurang dari 1,30 m, maka letak pengukuran dilakukan setinggi 1,30 m dari batas bagian akar yang kena air. Untuk jenis Rhizophora spp dilakukan pengukuran setinggi 20 cm dari ujung bagian akar teratas (Gambar c) (Loetsch, 1964).

B.     Pengukuran Diameter
Diameter merupakan dimensi pohon yang sangat penting dalam pendugaan potensi pohon dan tegakan.  Data diameter diperlukan antara lain untuk : penentuan lbds pohon dan tegakan, penentuan volume pohon dan tegakan, pengaturan penebangan dengan batas diameter tertentu (misal : dalam TPTI minimal 50 cm), serta untuk mengetahui struktur tegakan (Newton, 2007).
Pengukuran diameter pohon pada dasarnya merupakan pengukuran panjang garis antara dua titik   pada garis lingkaran batang pohon yang melalui titik pusat lingkaran batang pohon  tersebut.  Untuk keseragaman pengukuran, telah ditetapkan ketentuan pengukuran diameter pohon antara lain sebagai berikut (Newton, 2007):
1.      Pada pohon yang tumbuh normal, diameter diukur pada ketinggian 1,3 m di atas tanah (dat), yang   disebut sebagai “diameter setinggi dada (diameter at breast height)”.
2.      Untuk pohon yang memiliki cabang di atas 1,3 m dat, diameter pohon diukur pada ketinggian 1,3 m dat dan dianggap sebagai 1 pohon.
3.      Untuk pohon yang memiliki cabang di bawah 1,3 m dat, diameter kedua cabang diukur pada ketinggian 1,3 m dat dan dianggap 2 pohon.
4.      Untuk pohon yang memiliki cabang tepat pada ketinggian 1,3 m dat, diameter pohon diukur pada ketinggian 1,3 m dat dan dianggap 1 pohon.
5.      Untuk pohon yang memiliki banir di atas 1,3 m dat, diameter pohon diukur pada ketinggian 20 cm di atas banir.

Berdasarkan data diameter pohon tersebut, selanjutnya dapat ditentukan pula luas bidang dasar (lbds) dari pohon tersebut.  Luas bidang dasar merupakan luas penampang lintang batang pohon dengan asumsi bahwa penampang lintang batang pohon tersebut berbentuk lingkaran.  Dengan demikian, lbds (dalam m2) pohon dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Newton, 2007):
V = 1/4.Ï€d2

1.      Pengukuran Diameter Setinggi Dada (Diameter at Breast Height, DBH)
Diameter adalah panjang garis lurus antara dua titik pada lingkaran yg melalui titik pusat. Hubungannya dengan keliling: d = k/Ï€. Untuk pohon berdiri, diameter diukur pada “setinggi dada” (diameter at breast height, dbh) (Simon, 2007):
a.       Di negara yang menggunakan sistem metrik (seperti Indonesia, Belanda, Jerman, dsb.), dbh = 1,30 m dpt.
b.      Di Amerika, Kanada dan India, dbh = 4,5 feet (1,37 m)
c.       Di Belgia dan Filipina, dbh = 1,50 m
d.      Di Inggris, dbh = 1,32 m

Keuntungan pengukuran diameter dalam mengukur pada “setinggi dada” (Diameter at Breast Height, DBH), untuk pohon berdiri, yaitu (Simon, 2007):
           Pengukuran mudah dilakukan (nyaman)
           Pada umumnya bebas dari banir
           Memiliki korelasi yang cukup erat dengan dimensi pohon lainnya (seperti tinggi, volume, biomassa, dsb.)

2.      Keadaan Pengukuran Diameter Pohon
Diameter dapat diukur dalam berbagai keadaan, diantaranya terbagi atas dua keadaan, yaitu (Simon, 2007):
a.       Di luar kulit (Diameter Outside Bark, DOB)
b.      Di dalam kulit (Diameter Inside Bark, DIB), dimana ditetapkan bahwa
DIB           = DOB – 2t
t                 = tebal kulit

3.      Kegunaan Data Diameter
Adapun kegunaan dari data diameter yang telah diperoleh dari pengukuran pohon, yaitu (Vanclay, 1994):
a.       Menghitung luas bidang dasar (lbds), dan volume pohon
b.      Sebagai penduga dimensi pohon/tegakan lainnya (seperti tinggi, volume, biomassa), dimana Y = f(D)
c.       Pengaturan penebangan pohon dengan batas diameter tertentu (misal : dalam TPTI minimal 50 cm)
d.      Mengetahui struktur (horizontal) tegakan

C.    Alat Ukur Diameter
Bentuk pisik (Bp) pita ukur berupa pita yang mempunyai skala (satuan ukur). Satuan ukur yang digunakan adalah cm dengan satuan ukur terkecil dalam mm. Pita ukur dapat berupa pita keliling atau pita diameter (phi band). Pita ukur dililitkan kebatang pohon setinggi 1,30 m hasil ukurannya adalah keliling jika menggunakan pita keliling dan jika menggunakan pita diameter maka hasil ukurannya adalah diameter. Skala ukuran pita diameter adalah d  =  k / Ï€  konversi dari     k = Ï€ . d (Vanclay, 1994).

1.      Caliper (apitan pohon)
Dapat digunakan utk pohon berdiri dan rebah, dimana pengukuran sebaiknya dilakukan 2 kali, yaitu pada diameter terkecil dan diameter tegak lurus padanya, kemudian dambil nilai rata-rata-nya (Loetsch, 1964).
        Keunggulan alat:
a.       Pengukuran relatif cepat
b.      Pembacaan skala mudah
c.       Secara teoritis tidak berbias
d.      Ketelitian cukup baik (2 kali pengukuran)
        Kelemahan alat:
a.       Kurang praktis dibawa karena alat cukup besar
b.      Diameter pohon yang diukur dibatasi skala alat.
c.       Jika tangkai kotor/berkarat, akan sulit menggerakkan kakinya.


2.      Pita Ukur
Pita ukur terbagi atas dua macam, yaitu pita keliling dan pita diameter, dimana pita keliling skala yang ditunjukkan adalah keliling (k) dan pita diameter (phi-band) skala yang ditunjukkan adalah diameter dengan rumus yang digunakan, yaitu (Loetsch, 1964):
d = k/Ï€
        Keunggulan alat:
a.       Ringan dan mudah dibawa
b.      Ketelitian hasil pengukuran cukup baik     
c.       Pengukuran cukup satu kali
        Kelemahan alat:
a.       Hasil pengukuran cenderung bias dan “overestimate” terutama apabila: batang   tidak silindris, pita terlipat/ melintir, posisi alat miring terhadap sumbu batang.
b.      Pengukuran memerlukan waktu relatif lama
c.       Sulit digunakan untuk pohon yang rebah
           
3.      Biltmore Stick
Biltmore stick berbentuk mistar berskala (panjang 60 – 90 cm) yang dibuat dengan prinsip “segitiga sebangun”, dengan rumus (Loetsch, 1964):
S = {D²L/(D+L)}½
        Kelebihan alat:
a.       Pengukuran tidak perlu waktu lama
b.      Pembacaan skala relatif mudah
c.       Alat ringan dan mudah dibuat
        Kekurangan alat:
a.       Kurang teliti (hanya cocok untuk mengukur kelas diameter)
b.      Sulit digunakan untuk pohon berdiameter besar
c.       Jarak pandang seringkali menjadi kendala dalam memperoleh hasil pengukuran yang telit.

4.      Garpu Pohon
Garpu pohon ialah alat ukur diameter pohon dimana penggunaannya hanya cocok untuk mengukur kelas diameter (Loetsch, 1964).
        Kelebihan alat:
a.       Praktis penggunaannya
b.      Sangat cocok digunakan untuk pembuatan tabel distribusi diameter pohon
c.       Cocok untuk pengukuran pohon-pohon berdiameter kecil
        Kelemahan alat:
a.       Sulit digunakan untuk pohon berdiameter besar    
b.      Pengukuran harus dilakukan lebih dari 1 kali
c.       Alat cukup besar dan berat sehingga kurang praktis untuk dibawa-bawa
d.      Tidak dapat digunakan untuk pengukuran diameter yang memerlukan ketelitian tinggi











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut:
1.      Diameter batang merupakan garis lurus yang menghubungkan dua titik ditepi batang dan melalui sumbu batang. Lingkaran batang merupakan panjang garis busur yang melingkar batang.
2.      Pengukuran diameter atau keliling batang setinggi dada dari permukaan tanah disepakati, tetapi setinggi dada untuk setiap bangsa punya kesepakatan masing-masing yang disesuaikan dengan tinggi rata-rata dada masyarakat bangsa itu. Setinggi dada untuk pengukuran kayu berdiri di Indonesia disepakati setinggi 1,30 meter dari permukaan tanah
3.      Alat-alat untuk mengukur diameter pohon, yaitu caliper (apitan pohon), pita ukur, Biltmore stick, garpu pohon.

B.     Saran
Adapun saran yang diperoleh ialah agar dalam pengukuran diameter pohon dapat dilakukan dengan teliti dan sesuai dengan ketentuan yang ada, dan menggunakan alat-alat yang ada dengan kegunaannya.


DAFTAR PUSTAKA

Adame, P., del Río, M., and Cañellas, I. 2008. A mixed nonlinear height-diameter model for pyrenean oak (Quercus pyrenaica Willd.). Forest Ecology and Management 256, 88-98.
Huang, S., Price, D., and Titus, S.J. 2000. Development of ecoregion-based height-diameter models for white spruce in boreal forests. Forest Ecology and Management 129, 125-141.
Husch B, Beers T, Kershaw JA. 2003. Fores Mensuration. New Jersey. Jhon wiley and Son.
Loetsch dan Haller, 1964. Pengukuran Volume Pohon. erlangga.jakarta
Newton, P. F., and Amponsah, I. G. 2007. Comparative Evaluation of Five Height-Diameter Models Developed For Black Spruce And Jack Pine Stand-Types In Terms of Goodness-of-Fit, Lack-of-Fit And Predictive Ability. Forest Ecology and Management 247, 149-166.
Simon, 2007. Metode Inventore Hutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Vanclay, J.K. 1994. Modelling Forest Growth and Yield, Applications to Mixed Tropical Forests. CAB INTERNATIONAL, Wallingford. UK.